Krisis kredit pada tahun 2007 dan 2008 yang berubah menjadi krisis hutang global telah menunjukkan kelemahan mendasar sistem ekonomi Kapitalisme. Namun, ini tidak selalu berarti merupakan akhir Kapitalisme, sebegaimana spekulasi sebagian orang.
Ideologi Kapitalisme adalah buah dari apa yang dalam sejarah filsafat dikenal sebagai Zaman Pencerahan (Enlightment). Zaman Pencerahan yang berkembang pada abad ke-17 Eropa diikuti dengan despotisme (kelaliman) para penguasa yang berkuasa secara berturut-turut, yang memerintah Eropa dan rakyatnya dengan tangan besi semata-mata untuk kepentingan diri mereka sendiri. Mereka mendapatkan legitimasi dari ide-ide Gereja. Ide itu mengajarkan kepada orang-orang Kristen Eropa bahwa Tuhan telah menganugerahkan kekuatan duniawi kepada raja, sebagaimana Dia telah memberikan kekuasaan spiritual dan wewenang kepada Paus. Karena itu, ketaatan kepada raja dituntut oleh Gereja dari orang-orang Kristen, dengan ancaman hukuman api neraka yang kekal bagi yang menentangnya. Ide seperti ini memberikan raja-raja Eropa itu kebebasan untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Akibatnya, kehidupan rakyat jelata ditandai oleh eksploitasi ekonomi dan penindasan agama dan politik.
Oleh karena itu, banyak pemikir yang mulai mengeksplorasi kemungkinan untuk mengatur kehidupan dengan ide-ide yang berbeda. Filsuf Belanda Hugo de Groot (1583 – 1645), yang lebih dikenal dengan nama latin Grotius, meletakkan Eropa pada sebuah jalan baru ketika dia berpendapat bahwa kehidupan tidak harus diselenggarakan berdasarkan aturan-aturan keagamaan dari Gereja. Sebelum Grotius berpendapat demikian, Gereja telah menegaskan bahwa hanya Tuhan yang tahu bagaimana cara hidup yang benar bagi manusia, karena Dialah yang telah menciptakan mereka. Namun, Grotius berpendapat bahwa pikiran manusia juga mampu mencapai “cara hidup yang alami”.
Dengan mengikuti terobosan pemikiran filosofis itu, para filosof lain mulai mengeksplorasi untuk menemukan cara hidup yang alami, hanya dengan menggunakan pikiran manusia sebagai petunjuk. Thomas Hobbes (1588 – 1679), Baruch de Spinoza (1632 – 1677) dan John Locke (1632-1704) adalah di antara para filosof pertama yang menyatakan bahwa kebebasan pribadi bagi semua individu merupakan persyaratan untuk mencapai “cara hidup yang alami”. Menurut Spinoza, misalnya, manusia memiliki kemampuan berpikir. Ini berarti bahwa hal yang alami bagi manusia untuk bisa mengatur kehidupan mereka berdasarkan pemikiran mereka. Hobbes berpendapat bahwa kebutuhan dan keinginan individu adalah berbeda. Karena hanya individu yang tahu kebutuhan dan keinginan pribadinya, maka manusia harus dibiarkan bebas memutuskan dan bertindak sebagaimana yang mereka anggap benar untuk memungkinkan mereka hidup sesuai dengan sifat pribadi mereka. Locke lebih lanjut berpendapat bahwa karena semua manusia diciptakan sama, maka secara alami tidak ada yang bisa mendominasi orang lain dan bahwa semua orang bebas memutuskan dan melakukan apa yang diinginkannya. Di bawah pengaruh ini (dan pengaruh filosof lainnya), kebebasan pribadi adalah penting sebagai cara hidup yang alami.
Kemudian, Adam Smith (1723 – 1790) menjadi “bapak ekonomi modern” ketika ia berpendapat bahwa dalam kehidupan ekonomi manusia, kebebasan pribadi juga merupakan hal yang ideal. Sebelum Smith, Gereja berargumentasi bahwa mengejar kepentingan diri sendiri adalah suatu sifat buruk, dan bahwa orang harus menahan diri untuk bertindak hanya berdasarkan kepentingan pribadi. Namun, Smith berpendapat bahwa persaingan kepentingan pribadi dalam sebuah pasar bebas akan memberikan manusia apa yang mereka inginkan dengan harga serendah mungkin, “Bukanlah dari kebaikan hati tukang daging, pembuat bir, atau tukang roti kita harapkan makan malam, tetapi dari perhatian atas kepentingan mereka sendiri. Ini merupakan inti teori “Invisible Hand” Smith; bahwa mengejar kepentingan diri sendiri adalah hal alami bagi manusia dan jika ini dibiarkan masyarakat akan mendapat manfaat darinya.
Pada tahun 2007 ini sistem ekonomi yang tumbuh dari ide-ide filosofis dari Zaman Pencerahan, yakni sistem ekonomi kapitalis, menjadi runtuh karena banyak lembaga-lembaga utama keuangan dunia mengaku dalam kesulitan besar. Inilah apa yang telah terjadi. Ekonomi pasar bebas Amerika selama beberapa dekade telah semakin besar mengkonsentrasikan jumlah kekayaan di tangan orang-orang yang sudah kaya, meninggalkan sebagian besar rakyat jelata menjadi semakin kekurangan. Melihat potensi untuk mendapat keuntungan, bank-bank Amerika telah menanggapi tren dalam ekonomi kapitalis ini dengan menyediakan rakyat pinjaman uang sedemikian rupa sehingga setidaknya memberi kesan bahwa mereka juga menjadi semakin kaya. Bank-bank kemudian datang dengan ide untuk meminimalkan risiko bagi institusi mereka. Setelah membagi-bagikan pinjaman kepada seorang pelanggan, mereka kemudian menjual pinjaman itu di pasar uang. Bank akan memberikan pinjaman untuk—katakanlah—$100 dengan bunga 10% kepada seorang pelanggan. Kemudian bank berbalik dan segera menjual pinjaman ini kepada investor—katakahlah—$105 yang kemudian dari waktu ke waktu akan terkumpul menjadi $ 110 karena berbunga dari pelunasan pinjaman. Dengan cara ini bank bisa memberikan pinjaman yang bisa menjamin keuntungan bagi bank. Memang ini merupakan perspektif brilian!
Namun, urusan bank-bank itu belumlah selesai. Mereka kemudian datang dengan gagasan lain yang juga cemerlang yang mereka namakan “sekuritisasi”. Daripada menjual pinjaman individu, bank-bank itu memotong pinjaman menjadi potongan-potongan kecil yang dikemas menjadi berbagai potongan-potongan kecil pinjaman yang berbeda, dan kemudian menjual paket pinjaman ini ke dalam potongan-potongan kecil berbagai pinjaman. Menurut hitungan matematika, paket-paket hutang seperti itu membawa lebih sedikit resiko daripada pinjaman individu. Jadi bank dapat mengenakan harga yang lebih tinggi untuk paket utang daripada untuk pinjaman individu. (Tentu saja, sekuritisasi ini juga membuatnya hampir mustahil bagi siapapun selain bank-bank untuk mengevaluasi risiko secara benar terkait dengan paket utang itu, yang membantu bank-bank itu untuk memaksimalkan harga jual pinjaman menjadi lebih tinggi lagi!).
Bank-bank Amerika membuat pinjaman seperti ini yang bernilai miliaran dolar. Jadi mereka terus mengalirkan pinjaman, dan hutang rumah tangga di Amerika terus membengkak.
Walaupun hitungan matematika mengatakan bahwa kemungkinan default massa pada pinjaman yang beredar pada dasarnya adalah nol, namun pada tahun 2007, jutaan orang Amerika berhenti membayar bunga dan pembayaran kembali hutang. Hutang mereka telah menjadi begitu tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan mereka sehingga mereka tidak mampu lagi membayarnya. Setelah ini diketahui, paket hutang yang bernilai miliaran dolar itu kehilangan semua nilainya. Pasalnya, siapa yang mau membeli hak untuk menerima bunga dan pembayaran kembali hutang. Bukankah tidak ada yang mau membayar hutang? Hal ini menjadikan industri keuangan Amerika dan Eropa yang telah berinvestasi dalam hutang ini jatuh ke dalam jurang kebangkrutan. Beberapa lembaga keuangan kehilangan miliaran dolar karena mereka harus menuliskan nilai paket hutang mereka pada paket milik mereka. Sebagian lainnya kehilangan miliaran dolar karena mereka telah berjanji untuk membayar kepada para pembeli jika paket hutang mereka menyusut nilainya. Sebagian orang kehilangan miliaran dolar karena mereka mengambil pinjaman uang dengan menggunakan paket hutang sebagai jaminan. Penyusutan mendadak dalam nilai paket hutang itu memicu “pengembalian pinjaman langsung”- pada klausul pinjaman ini, sehingga memaksa mereka untuk mengais-ngais uang yang hanya dapat mereka temukan pada tingkat bunga yang lebih tinggi. Hal ini membatasi kemampuan lembaga-lembaga keuangan besar untuk memberikan pinjaman uang, sedangkan kebutuhan dalam dunia keuangan untuk meminjam uang berada pada tingkat yang tinggi ketika itu. Dengan kata lain, sektor keuangan Amerika dan Eropa berada di ambang keruntuhan.
Jadi pemerintah Amerika dan Eropa harus turun tangan. Mereka meminjam sejumlah besar uang dari bank-bank sentral mereka untuk membantu institusi keuangan mereka dalam memenuhi kewajibannya. Selain itu, bank-bank sentral Amerika dan Eropa menyediakan pinjaman bagi sektor keuangan pada tingkat suku bunga yang sangat rendah. Hal ini menghilangkan dari sektor keuangan masalah eksistensial yang disebabkan oleh hutang rumah tangga yang tidak bisa dibayar.
Lembaga Keuangan |
Negara |
Jumlah yang dipinjam (dalam miliar) |
Morgan Stanley |
America |
$107,3 |
Citigroup |
America |
$99,5 |
Bank of America |
America |
$91,4 |
Royal Bank of Scotland |
Great-Brittain |
$84,5 |
State Street Corp. |
America |
$77,6 |
UBS |
Switzerland |
$77,2 |
Goldman Sachs |
America |
$69,0 |
JP Morgan Chase |
America |
$68,6 |
Deutsche Bank |
Germany |
$66,0 |
Barclays |
Great-Brittain |
$64,9 |
Merril Lynch |
America |
$62,1 |
Credit Suisse |
Switzerland |
$60,8 |
Dexia |
Belgium |
$58,5 |
BNP Paribas |
France |
$29,3 |
Hypo Real Estate |
Germany |
$28,7 |
Fortis |
Belgium / Netherlands |
$26,3 |
Others |
|
$128,3 |
Total |
|
$1.200 |
Suatu ikhtisar dari jumlah yang dipinjam oleh lembaga-lembaga utama dunia keuangan dari bank sentral Amerika, Federal Reserve, pada saat puncak krisis. Ini merupakan indikasi kebutuhan uang di sektor keuangan dunia pada saat itu. Lihat: Bloomberg: “Aristokrat Wall Street mendapat $ 1,2 triliun dari pinjaman rahasia FED”, www.bloomberg.com/news/2011-08-21/wall-street-aristocracy-got-1-2-trillion-in-fed-s-secret-loans.html
Memahami krisis kredit 2007-2008 dari sudut pandang dasar-dasar filosofis sistem ekonomi kapitalis akan memperjelas bahwa krisis ini adalah krisis internal. Sistem ekonomi kapitalis mendekati keruntuhan bukan karena beberapa kekuatan eksternal, seperti bencana alam atau invasi alien yang mengambil alih dunia, tetapi karena semua partisipan dalam sistem ini mengikuti—apa yang mereka anggap—diri mereka merupakan kepentingan mereka sendiri. Dengan kata lain, hal ini merupakan hasil kerja alami dari sistem kapitalis itu.
Inilah bukti bahwa ide-ide dasar yang di atasnya dibangun sistem ini—yakni ide bahwa pikiran manusia dapat dengan benar menentukan kepentingan-kepentingan manusia dan ide bahwa usaha individu dalam mengejar kepentingan diri sendiri akan menguntungkan masyarakat—adalah ide yang salah. Fakta lebih lanjut bahwa krisis seperti krisis kredit tahun 2007-2008 hanyalah pengulangan krisis dalam sistem ekonomi kapitalis. Depresi Besar tahun 1930-an, Krisis Hutang Amerika Latin tahun 1980-an dan Krisis Macan Asia tahun 1990-an semuanya dihasilkan dari peristiwa-peristiwa berantai yang serupa dan karenanya merupakan bukti bahwa sistem ini tidak layak untuk dapat mengatur kehidupan ekonomi manusia. Kesalahan dalam fondasi sistem ekonomi kapitalis memang memiliki konsekuensi yang terlalu besar.
Memang, sebagian orang berpendapat sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa fakta sistem ekonomi kapitalis telah melalui krisis seperti krisis kredit yang sebelum terjadi, adalah bukti ketahanannya dan bukan kelemahannya. Jadi, sementara mereka mungkin setuju bahwa sistem ekonomi kapitalis ini memiliki kelemahan-kelemahan, mereka juga berpendapat bahwa kelemahan-kelemahan itu bukan masalah fundamental. Oleh karena itu, mereka menyarankan beberapa penyesuaian sistem (tweaking of the system), dan dari sana kemudian melanjutkan lagi seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Kesalahan dalam argumen ini adalah asumsi bahwa masalah yang menyebabkan krisis kredit sudah dapat diselesaikan. Padahal masalahnya sebenarnya belum selesai. Bahkan masalah yang menyebabkan krisis kredit di tempat pertama, tumbuh semakin besar.
Amerika dan Eropa meningkatkan hutang pemerintah untuk mendukung sektor keuangan mereka. Hal ini dilakukan untuk terus menghidupkan sektor keuangan di kedua sisi Samudra Atlantik. Namun, mereka sangat takut dengan kejadian-kejadian baru-baru ini sehingga mereka mengubah mode operasi mereka. Sektor perbankan tidak menjadi lebih berhati-hati ketika meminjamkan uang. Para pemain lain di sektor keuangan tidak juga lebih berhati-hati ketika berinvestasi (yakni ketika membuat uang tersedia bagi bank-bank). Hal ini telah membatasi kemampuan konsumen untuk mengkonsumsi dan pihak investor untuk berinvestasi dalam ekonomi riil sehingga mengurangi aktivitas ekonomi. Amerika menanggapi hal ini dengan lebih meningkatkan pinjaman, untuk memungkinkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebagai kompensasi atas efek sekunder dari krisis kredit. Akibatnya, utang agregat di Amerika telah terus meningkat sejak tahun 2007. Di sisi lain, orang-orang Eropa sedang dalam proses memotong pengeluaran pemerintah dalam rangka memenuhi kewajiban yang terkait dengan mereka—yang saat ini meningkat—yakni tumpukan hutang. Hal ini tentu saja hanya menambah penurunan aktivitas ekonomi. Pengurangan dari pendapatan agregat akan mengurangi kemampuan pihak swasta Eropa—yakni perusahaan-perusahaan individu dan pemerintahan—untuk memenuhi tuntutan pembayaran hutang mereka.
Karena itu, menjadi jelas bahwa kembalinya peristiwa seperti tahun 2007 dan 2008 tidak akan bisa dihindari dengan sedikit melakukan “tweaking of the system”.
Satu-satunya hal yang bisa mengeluarkan ekonomi kapitalis dari permasalahannya adalah “deleveraging” substansial, yaitu penurunan yang signifikan pangsa hutang dalam perekonomian. Hal ini dapat dilakukan dengan salah satu dari dua cara. Pertama: penurunan jumlah hutang akan mengurangi porsi hutang dalam perekonomian. Kedua: pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi porsi hutang dalam perekonomian.
Tidak di Amerika dan tidak juga di Eropa ide-ide itu dapat (secara realistis) terdengar tentang bagaimana menumbuhkan ekonomi terjadi tanpa menambahkan lebih banyak hutang ke dalam sistem. Mereka yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan jalan keluar dari krisis utang pemerintah, semuanya melihat bahwa peningkatan pengeluaran berbasis hutang diperlukan untuk hal ini.
Oleh karena itu, satu-satunya pilihan realistis bagi Amerika dan Eropa yang dimiliki saat ini adalah metode coba-dan-uji dari kebangkrutan massal, yang berasal dari kapitalisme di Barat melalui Depresi Besar dan Kapitalisme di Timur melalui Krisis Macan Asia. Ini merupakan “reset” (setel ulang) ekonomi untuk memungkinkan awal yang baru. Meskipun merupakan sebuah pilihan, pada saat ini solusi kebangkrutan massal datang dengan sebuah masalah tambahan, yakni dari perspektif dunia kapitalis.
Telah diketahui dengan baik dari sejarah, bahwa solusi bagi krisis hutang mengeluarkan biaya sosial yang sangat besar. Kemiskinan massif dan tajam yang disebabkan oleh Depresi Besar dan Krisis Macan Asia adalah peristiwa yang mudah diingat. Kemiskinan massif dan tajam memotivasi massa untuk mencari sistem ekonomi alternatif. (Bahkan Gerakan Global Occupy Movement adalah bukti bahwa pencarian atas hal ini sudah dimulai. Padahal perut kebanyakan orang masih penuh!). Karena itu, sebelum terjadinya kebangkrutan massal, penting bahwa selama tahap transisi massa tidak menjadi yakin oleh sistem ekonomi alternatif. Karena jika mereka melakukannya, hal ini akan mengakibatkan suatu pemberontakan. Jika protes baru-baru ini di Yunani adalah sesuatu yang harus dilalui, kemungkinan adanya kekuatan pemberontakan seperti situasi ekonomi pada masa Depresi Besar akan sangat besar. Hal ini akan mengakibatkan digantikannya Kapitalisme dengan sistem alternatif ini.
Karena itu dapat disimpulkan bahwa Revolusi Arab memiliki potensi untuk menyebabkan berakhirnya Kapitalisme. Jika Revolusi Arab mencapai tujuan alaminya, yakni pelaksanaan sistem Islam termasuk sistem ekonomi Islam, sebelum penyetelan ulang (reset) dari sistem ekonomi kapitalis ini selesai, maka selama penderitaannya yang mendalam, rakyat di dunia kapitalis akan dapat melihat dipraktikannya sebuah alternatif sistem. Mereka kemudian akan dapat menyaksikan sebuah sistem alternatif yang menyediakan ekonomi riil kesejahteraan: bagi semua orang, bukan hanya bagi kaum elit; dan abadi, bukan hanya berlaku di antara krisis. Jika ada yang dapat meyakinkan orang atas ide itu, kita akan menyaksikan keberhasilan ide ini.
Dengan kata lain, di tangan umat Islamlah apakah Kapitalisme akan bertahan dari krisis saat ini atau tidak [translated by riza]