BBM naik lagi. Beberapa waktu lalu, saya diamanahi untuk memimpin delegasi Hizbut Tahrir Indonesia bersama ormas-ormas Islam bertemu dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam audiensi tersebut, seluruh ormas Islam yang hadir menolak bukan hanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), melainkan juga hal yang lebih urgen, yaitu liberalisasi migas. Pimpinan Komisi VII saat itu juga menegaskan bahwa memang persoalan yang kini sedang terjadi adalah liberalisasi BBM. BBM yang sejatinya milik rakyat diserahkan kepada pihak asing.
Bohong. Penguasa negeri Muslim terbesar ini ngotot menaikkan harga BBM. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik menyatakan, “BBM harus naik!” Berbagai dalih diungkapkan. Di antara dalih tersebut adalah beban Pemerintah bertambah akibat kenaikan harga minyak dunia. Yang digembar-gemborkan hanyalah harga minyak dunia bulan Februari 2012 yang 120 dolar AS perbarel, sedangkan asumsi dalam APBN hanya 90 dolar AS perbarel; seakan-akan Pemerintah rugi 30 dolar perbarel. Inilah yang disebutkan sebagai subsidi yang harus ditanggung Pemerintah!
Namun, Pemerintah tidak mengungkapkan berapa penerimaan Pemerintah dari BBM setelah kenaikan harga minyak mentah dunia itu. Pengeluaran didengung-dengungkan, sementara penerimaan disembunyikan. Padahal hasil perhitungan Kwik Kian Gie, misalnya, dengan harga minyak mentah dunia 120 dolar AS perbarel (1 dolar dianggap sama dengan Rp 10.000), kelebihan uang tunai Pemerintah adalah Rp 35,71 triliun. Sebab, dengan harga minyak dunia yang naik, penerimaan pun jauh mengalami peningkatan. Hal yang mirip diperoleh dari hitungan Tim Indonesia Bangkit. Apa artinya? Ada kebohongan! Bahkan penipuan!
Padahal kebohongan dan penipuan semacam ini akan menjauhkan pelakunya dari surga. Tegas sekali Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang penguasa yang mengurusi urusan rakyat dari kalangan kaum Muslim, lalu ia mati alam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan bagi dirinya surga.” (HR al-Bukhari).
Zalim. Kenaikan harga BBM juga menunjukkan kezaliman sedang berlangsung. Minyak merupakan kurnia Allah SWT bagi seluruh rakyat; hak rakyat. Namun, minyak yang merupakan hak rakyat itu justru diserahkan kepada pihak asing. Inilah kezaliman. Data dari Dirjen Migas (2009) menunjukkan bahwa Pertamina sebagai perusahaan Pemerintah hanya menguasai 16% produksi minyak. Sisanya dikuasai oleh asing. Padahal hal ini merupakan sarana makin kokohnya cengkeraman penjajahan asing di negeri zamrud khatulistiwa ini. Allah SWT berfirman (yang artinya): Sekali-kali Allah tidak akan pernah menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin (TQS an-Nisa‘ [4]: 141).
Kenaikan harga BBM akan merugikan para penggunanya yang mayoritasnya adalah rakyat miskin. Hasil survey ekonomi nasional (SUSENAS 2010) menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM akan makin menyengsarakan rakyat kecil. Tidak mengherankan, pada saat aksi buruh, mereka meneriakkan dengan lantang: ‘Pemerintah bakal menyengsarakan kaum buruh, pekerja, dan masyarakat’.
Saat saya mengunjungi RSUD di daerah Kabupaten Bandung, suasana sangat menyayat hati. Ada beberapa pasien untuk sekadar uang pendaftaran saja tidak punya. Saya bersyukur dapat ngobrol dengan tukang becak, buruh pabrik, penjual di pasar, supir angkot, satpam, dsb. Mereka memiliki sikap yang sama: kenaikan BBM menyengsarakan mereka.
Siapapun para pelaku kezaliman sudah selayaknya mengingat sabda Rasulullah saw., “Barangsiapa menyempitkan (urusan orang lain), niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak pada Hari Kiamat.” (HR al-Bukhari).
Bahkan Rasulullah saw. secara khusus mendoakan mereka, “Ya Allah, barangsiapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu ia menyempitkan mereka, maka sempitkanlah dirinya; dan barangsiapa memiliki hak untuk mengatur suatu urusan umatku, lalu ia memperlakukan mereka dengan baik, maka perlakukanlah dirinya dengan baik.” (HR Ahmad dan Muslim).
Khianat. Ada penelitian menarik. Lingkaran Survey Indonesia (LSI, 11/3/2012) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa 89,20 persen masyarakat desa menolak kenaikan BBM. Adapun masyarakat kota yang menolak kenaikan BBM sebesar 77,91 persen. Rata-rata rakyat yang menolak kenaikan BBM adalah 86%. Mayoritas rakyat menolak kenaikan BBM. Lalu mengapa justru penguasa mengabaikan penolakan ini? Jawabannya jelas, karena mereka lebih mengabdi kepada kepentingan asing penjajah.
Tidak mengherankan pihak yang secara tegas mendukung kenaikan harga BBM adalah lembaga asing dan pihak yang menjadi komprador asing. Sekadar contoh, rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi Rp 1.500 didukung oleh lembaga pemeringkat asing Fitch Ratings (10/3/2012). Alasannya, kebijakan ini bakal positif terhadap peringkat utang luar negeri Pemerintah. Jelas sekali, penguasa lebih memihak kehendak asing daripada mayoritas rakyatnya sendiri. Tindakan demikian merupakan tindak pengkhianatan terhadap rakyat.
Dalam kondisi demikian, kaum Muslim tidak boleh diam, apalagi menjadi pendukung. Lupakah kita, ada hadis Rasulullah saw. yang sangat tegas terkait hal ini. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada Kaab bin Ujrah, “Aku memohonkan perlindungan bagi engkau kepada Allah dari penguasa yang sufaha.” Kaab bertanya, “Apa itu sufaha?” Beliau menjawab, “Penguasa yang ada setelah aku. Mereka tidak mengikuti petunjukku. Mereka tidak berjalan di atas sunnahku. Barangsiapa membenarkan kedustaan mereka, menolong mereka dalam kezaliman mereka, maka ia bukanlah golonganku dan aku bukanlah golongan mereka. Mereka tidak akan masuk ke dalam telagaku. Sebaliknya, barangsiapa tidak membenarkan kedustaan mereka, tidak menolong kezaliman mereka, maka ia adalah golonganku dan aku golongan mereka. Mereka akan dimasukkan kedalam telagaku.” (HR Ahmad).
Dengan demikian, menaikkan harga BBM mengandung kebohongan, kezaliman dan pengkhianatan. Jadi, bagaimana? Tolak! WalLahu a’lam. []