HTI

Dari Redaksi (Al Waie)

Menaikkan BBM: Mengkhianati Allah SWT dan Umat

Tindakan Pemerintah yang ngotot menaikkan BBM sesungguhnya merupakan pengkhianatan kepada Allah SWT dan umat. Pertama: pengkhianatan kepada Allah SWT karena tindakan ini jelas-jelas melanggar hukum syariah. Kebijakan BBM tidak diragukan lagi akan menambah kesulitan dan beban masyarakat yang memang sudah sangat berat. Harga-harga akan meningkat, transportasi semakin mahal, kemiskinanan bertambah. Allah SWT dan Rosul-Nya telah dengan tegas mengancam penguasa zalim seperti ini. Dalam hadis disebutkan, “Barangsiapa menyempitkan (urusan orang lain), niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak pada Hari Kiamat.” (HR al-Bukhari).

Rasulullah pun secara khusus mendoakan keburukan penguasa yang menyusahkan rakyatnya, “Ya Allah, siapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu ia menyempitkan mereka, maka sempitkanlah dirinya…” (HR Ahmad dan Muslim).

Kebijakan menaikkan BBM juga sesungguhnya berpangkal dari kebijakan ekonomi Indonesia yang liberal. Murahnya harga BBM tidak menguntungkan perusahan-perusahan kapitalis yang telah menguasai migas Indonesia dari hulu hingga hilir. Padahal berdasarkan syariah Islam, barang tambang yang jumlahnya melimpah termasuk migas tidak boleh diserahkan kepada individu, karena masuk dalam kepemilikan umum (milkiyah ‘amah)/milik rakyat, yang harus dikelola oleh penguasa dengan baik dan amanah, untuk kepentingan rakyat.

Rasulullah telah menarik kembali tambang garam yang beliau berikan pada Abyadh bin Hammal ra. setelah beliau mengetahui bahwa tambang garam tersebut depositnya melimpah. Ini berlaku bukan hanya untuk garam saja—seperti dalam hadis di atas—tetapi untuk seluruh barang tambang. Mengapa? Karena larangan tersebut berdasarkan ‘illat yang disebutkan dengan jelas dalam hadis tersebut, yakni: “layaknya air yang mengalir (al-ma’ al-‘idd)”. Artinya, semua barang tambang yang jumlahnya melimpah tidak boleh dimiliki oleh individu (privatisasi).

Kedua: kengototan Pemerintah menaikkan BBM meskipun rakyat pasti menderita adalah tindakan pengkhianatan kepada rakyat akibat lebih tunduk pada asing. Padahal untuk mendapatkan lebih kurang Rp 31 triliun dengan menaikkan BBM, banyak cara yang bisa dilakukan oleh Pemerintah. Mengapa Pemerintah tidak memilih untuk menghemat anggaran APBN yang boros, tidak efektif dan efesien? Misalnya, anggaran untuk kunjungan dan studi banding tahun 2011 mencapai Rp 21 T, padahal selama ini dinilai lebih banyak bernuansa plesiran. Anggaran untuk gaji pegawai tahun 2012 mencapai Rp 215.7 triliun naik Rp 32.9 triliun (18%) dibandingkan tahun 2011; salah satu pos cukup besar di antarnya tunjangan pejabat. Demikian juga anggaran belanja barang sebesar Rp 138,5 T dan belanja modal Rp. 168 T yang kadang-kadang anggaran tersebut digunakan untuk belanja yang sifatnya pemborosan seperti renovasi gedung yang masih bagus, penggantian mobil mewah milik para pejabat padahal mobil sebelumnya masih layak pakai.

Pemerintah juga menambah jumlah pejabat tinggi yaitu menambah banyak jabatan wakil menteri. Pasti mereka akan mendapat berbagai fasilitas yang dibiayai dari APBN seperti rumah dan mobil dinas, biaya operasional, gaji, tunjangan jabatan, sekretaris, ajudan, sopir dan beberapa staf pembantu dan sebagainya. Tentu itu makin menyedot uang APBN. Belum lagi korupsi dalam penggunaan dana APBN. Dalam catatan KPK, pada 2008 kebocoran APBN mencapai 30-40 persen. Artinya, terdapat ratusan triliun yang bocor. Pertanyaannya, mengapa Pemerintah lebih senang mengorbankan rakyatnya daripada melakukan penghematan yang jumlahnya pasti lebih dari Rp 31 triliun yang didapat dari menaikkan BBM?

Lebih dari itu, yang membebani APBN selama ini bukan subsidi, tetapi pembayaran utang dan bunganya. Ini tidak dilakukan. Pemerintah sangat patuh untuk membayar utang baik pokok maupun bunganya. Bahkan anehnya Pemerintah malah menambah utang baru. Sebagai contoh, anggaran pembayaran utang tahun 2012 sebesar 170 trilyun (Bunga Rp 123 T dan Cicilan Pokok Utang LN Rp 43 T).

Ironisnya, tahun 2012 Pemerintah terus menambah utang dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 134 T dan utang luar negeri sebesar Rp 54 T. Padahal ada sisa APBN 2010 Rp 57,42 triliun ditambah sisa APBN 2011 Rp 39,2 triliun. Untuk apa utang ditambah, sementara masih ada sisa dana yang tidak digunakan? Padahal bunga SUN dan utang LN itu harus dibayar tiap tahun hingga puluhan triliun. Yang menikmati itu adalah para kapitalis dan orang-orang kaya.

Kalau memang pemerintah serius berpihak kepada rakyat, mengapa Pemerintah tidak mengambil-alih tambang minyak, gas, emas, batubara, yang mayoritas dikuasai oleh asing. Padahal potensi yang masih ada di tambang PT Freeport di Papua saja sampai saat ini mencapai Rp 1.329 triliun, atau hampir setara dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 yang mencapai Rp 1.435 triliun.

Pertanyaannya mengapa Pemerintah tidak menempuh jalan-jalan lain yang sangat banyak itu, tetapi lebih memilih menaikkan BBM yang menyengsarakan rakyat! Mengapa Pemerintah lebih takut terhadap tekanan asing dengan alasan kesepakatan dengan IMF, atau rekomendasi pertemuan G-20, dibanding khawatir atau takut rakyatnya semakin miskin dan menderita? Mengapa Pemerintah hanya meminta rakyat berhemat, sementara para pejabat dan politisi hidup bermewah-mewahan dengan menggunakan anggaran dari APBN? Bukankah semua ini merupakan bukti nyata pengkhianatan terhadap rakyat dan ketundukan mereka kepada negara imperialis asing?

Sekali lagi kami menegaskan, semua itu berpangkal dari sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia. Sistem ini telah banyak melahirkan rezim sekular yang menjadi boneka negara-negara imperialis. Oleh karena itu siapapun yang serius ingin menyelamatkan bangsa ini, membebaskan rakyat dari kemiskinan dan penderitaan, menghentikan penjajahan asing yang merampok kekayaan alam kita, tidak ada jalan lain kecuali mendukung dan berjuang bersama-sama untuk menegakkan Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam dalam segala aspek kehidupan. Allahu Akbar! [Farid Wadjdi]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*