Konferensi Perempuan Internasional yang baru saja dilaksanakan oleh Hizbut Tahrir, memilih Tunisia sebagai tempat pelaksanaanya. Tak kurang dari utusan 15 negara, termasuk Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, mengirim delegasinya. Sebagian anggota delegasi dari tiap negara tersebut menjadi pembicara dalam konferensi yang dihadiri 1000 orang Muslimah dari wilayah Tunis dan sekitarnya. Berikut ini adalah wawancara reporter kami dengan Ustadzah Ratu Erma Rachmayanti dari DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, yang menjadi pembicara mewakili Indonesia pada acara konferensi tersebut, tentang pesan penting yang patut disampaikan kepada Muslimah dan perempuan secara umum.
Pesan penting apa yang Anda disampaikan di Konferensi Perempuan Internasional di Tunisia tersebut?
Di antara pesan pentingnya adalah, perempuan, khususnya Muslimah, mempunyai peran penting yang berpengaruh besar dalam perubahan kehidupan. Tak ada satu perubahan apapun dan bagaimana pun yang tidak menyertakan keterlibatan kaum Muslimah di dalamnya. Kaum Muslimah lahir dari umat yang agung, umat yang punya akar sejarah yang baik, yang telah menerangi dunia dengan cahaya Islam dan keadilan hukum-hukumnya. Perjalanan waktu membuktikan bahwa Muslimah berperan nyata dalam kegemilangan peradaban. Ia menjadi mulia, cerdas, pintar dan bermartabat dengan keadilan hukum Islam.
Ada satu pertanyaan yang patut direnungkan: “Siapa kita, jika tidak dengan Islam?” Coba tengoklah kondisi perempuan pada masa lalu sebelum Islam datang. Perempuan adalah barang yang diperjual-belikan, diwarisi tapi tidak mewarisi, dimiliki tapi tidak bisa memiliki apapun. Perempuan dijual untuk dilacurkan bahkan tidak diberi hak hidup, dibunuh sesaat setelah lahir. Sampai Islam datang mengubah kondisi mereka, dari posisi rendah menjadi tinggi dan bergengsi. Islam memberi mereka kehormatan sekaligus menjaga kehormatan tersebut. Karena itu, kaum Muslimah wajib bersyukur atas anugerah dan pemberian dari Rabbul ‘Izzati ini.
Bagaimana sebetulnya profil nyata peran Muslimah dalam sejarah Islam?
Kita bisa melihat Khadijah ra., wanita Mukmin pertama setelah Rasul yang meyakini Islam dan mendukung beliau sejak masa kerasulan; Sumayyah, syahidah pertama, pengemban dakwah, perempuan paling sabar dalam ketaatan dan paling kuat; Ummu Imarah dan Ummu Muni’ah, perempuan pertama pemberi baiat dan dukungan atas kepemimpinan Rasulullah saw. pada saat Baiat ‘Aqabah ke-2; Aisyah ra., seorang faqihah fi ad-din-intelektual perempuan. Selain mereka adalah kaum Muslimah yang taat kepada suaminya tetapi juga mampu berkata benar di rumah suaminya sehingga seorang istri mempunyai hak untuk menyampaikan pendapatnya. Selain mereka adalah Muslimah yang berani menyampaikan pendapatnya kepada Khalifah Umar ra. sehingga Umar ra., berkata, “ Perempuan ini benar, dan ‘Umar Salah”. Selain mereka adalah Muslimah yang menjadi qadhi (pemberi keputusan perkara) seperti Syifa binti Sulaiman dan perempuan yang dimintai suara pemilihannya oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf saat pemilihan calon khalifah sepeninggal Umar bin al-Khatthab.
Ya, seperti itulah peran perempuan dalam Islam. Ia diberi haknya secara penuh dan segenap potensinya diberdayakan. Ia diberi hak untuk menjalankan perannya dalam kancah politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan sebagainya. Namun, ia juga adalah kehormatan yang dijaga dengan sempurna; ia tidak dipaksa untuk menghidupi dirinya. Yang wajib memberi dia nafkah adalah suami, orangtua atau saudara laki-lakinya. Ia tidak menemui kehinaan, tidak diperlakukan kasar, karena Rasulullah saw. telah berpesan untuk menjaga perempuan dengan sebaik mungkin. Ia adalah istri mulia di rumah suaminya, ibu tangguh bagi anak-anaknya, dan pejuang kebenaran di tengah umat.
Lalu bagaimana dengan kondisi perempuan saat ini?
Ya, apa yang kita lihat saat ini, peran itu dikaburkan, disesatkan, dikacaukan bahkan dilenyapkan. Perempuan tak lagi menjadi istri mulia, ibu tangguh, perempuan pejuang. Kehidupan perempuan kembali menjadi hina karena sistem yang digunakan bukan sistem Islam, yang punya cara pandang berbeda 180 derajat dengan cara pandang Islam terhadap perempuan. Itulah sistem kapitalisme-liberal yang menjadikan perempuan menjadi barang dagangan, alat promosi berbagai produk untuk menarik pembeli; mereka dilacurkan, dijual, dieksploitasi tenaganya dalam industri, bahkan dibunuh karena arogansi penguasa lalim. Kondisi perempuan sekarang sama persis seperti pada masa sebelum kedatangan Islam.
Mereka merancukan pemikiran perempuan bahwa untuk mendapatkan hak-haknya, perempuan harus banyak uang, cantik dan pintar. Jika mereka ingin setara dengan laki-laki, mereka harus banyak berkiprah di ranah publik. Mereka dengan congkaknya menuduh bahwa nasib perempuan dalam Islam tidak akan pernah bahagia karena Islam bersikap tidak adil terhadap perempuan. Sistem kapitalis liberal ini yang telah sekian lama bercokol, nyatanya tidak pernah mengubah nasib perempuan.
Lantas, apa yang harus dilakukan untuk mengembalikan kemulian perempuan?
Tiada cara lain untuk mengembalikan kemuliaan perempuan dan menempatkan mereka pada posisi yang bergengsi selain dengan merebut kembali kekuasaan Islam. Khilafah Islam yang akan mengatur dunia dengan syariah Islam akan memberi hak-hak dan peran perempuan sebagaimana yang diharapkan. Karena itu, pesan penting tersebut adalah bahwa perempuan harus bekerja untuk tegaknya syariah Islam dalam naungan Khilafah. Khilafah adalah visi politik baru yang diidamkan perempuan secara khusus dan umat manusia secara umum. Khilafah adalah model pemerintahan cemerlang yang memenuhi hak hidup perempuan dan memberi peran strategis dalam kehidupan bangsa.
Kerja perempuan Muslimah dalam upaya penegakan Khilafah ini telah disambut oleh Allah SWT dalam al-Quran surat Ali ‘Imran, ayat 195 (yang artinya). Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain...”
Apa peran penting Muslimah HTI di mata internasional?
Kerja Muslimah HTI di sini telah mendorong Muslimah di negeri lain untuk bekerja lebih keras dalam menyadarkan perempuan. Agenda Muktamar Mubaligah di Indonesia bulan Mei tahun 2010 lalu, misalnya, memberi inspirasi bagi Muslimah di negeri lain untuk mengadakan agenda serupa. Sebab, tak lama setelah itu, berlangsung konferensi perempuan di London, Ukraina dan negara lainnya. Konferensi perempuan yang berlangsung di Tunisa kemarin, harus diakui, merupakan pembuktian menguatnya komitmen kaum Muslimah untuk perubahan dunia dengan mewujudkan visi politik baru yang mensejahterakan dan memakmurkan.
Hal ini terbukti dari pertemuan kami yang penuh makna dengan sahabat-sahabat kita aktivis Muslimah Hizbut Tahrir dari berbagai negara. Sahabat dari Tunis, Mesir, Libanon, Sudan, Inggris, Australia, yang berbincang akrab dengan kami menyatakan rasa syukurnya atas kesuksesan Muktamar Mubalighah yang memberi inspirasi bagi mereka.
Ada satu perbincangan yang kami lakukan dengan delegasi dari Belgia, bahwa jika Khilafah berdiri di Indonesia, mereka akan pindah bersama seluruh keluarganya ke Indonesia. Mereka punya harapan tegaknya Khilafah di sini, dan ini tidak terlepas dari penilaian mereka terhadap aktivitas HTI.
Bagaimana respon terhadap kehadiran delegasi MHTI?
Mereka menyatakan kegembiraannya atas kehadiran dan keikutsertaan kami dalam konferensi. Apalagi saat kita membawa sedikit ‘gift’ untuk dibagikan kepada peserta konferensi agar dibawa pulang ke tempat masing-masing, mereka memberi apresiasi besar atas perhatian kita yang tidak seberapa nilainya. Subhanallah… Mereka surprise bahwa delegasi Indonesia menyampaikan orasinya dengan bahasa Arab. Dugaan mereka pembicara dari Indonesia akan berorasi dengan bahasa Inggris.
Begitupun tatkala mereka tahu bahwa waktu perjalanan yang kami tempuh untuk sampai di tempat konferensi tidaklah sebentar. Hampir 18 jam waktu perjalanan, jauh dibandingkan dengan waktu yang ditempuh mayoritas delegasi yang berkisar antara 2-5 jam perjalanan saja. Mereka mendoakan kebaikan atas pengorbanan waktu dan tenaga yang kami curahkan. Subhanallah…Perhatian mereka yang begitu besar dalam menerima tamu cukup menghilangkan rasa penat dan lelah. Ditambah hawa dingin Tunisia yang mencapai 11 derajat di kala itu.
Apa yang sudah dicapai MHTI dari kerjanya selama ini?
Alhamdulillah…Dari waktu ke waktu, dukungan terhadap dakwah untuk penegakan Khilafah Islamiyah di sini, terus bertambah. Kalangan yang bergabung dalam barisan Muslimah HTI juga semakin ragam, baik kalangan ibu-ibu, pekerja, mahasiswi, pelajar, guru, ustadzah, da’iyah, praktisi pendidikan dan kesehatan dan lainnya. Perbincangan apa itu Khilafah, bagaimana Khilafah bekerja untuk mengurusi berbagai bidang kehidupan, dan bagaimana Khilafah mampu memberikan perlindungan kepada perempuan semakin luas, seiring dengan semakin fokus dan giatnya para aktivis MHTI berinteraksi dengan mereka. Dibantu dengan berbagai sarana dakwah yang sudah kita buat, baik media cetak maupun elektronik, kerja pencerdasan umat terasa lebih efektif dan efisien.
Dapatkah Ustadzah gambarkan tentang peran MHTI dalam perubahan di Indonesia?
Untuk perubahan hakiki Indonesia dengan tegaknya Khilafah di sini, atau untuk mempersiapkan bangsa Indonesia bergabung dengan Khilafah Islamiyah, di sanalah peran utama Hizbut Tahrir termasuk di dalamnya MHTI. Kita harus mempersiapkan umat, khususnya perempuan, pada komunitas dan level manapun untuk mendukung perjuangan penegakan Khilafah. Kerja ini tidak mungkin berhasil tanpa dukungan besar dan luas dari umat. Agar mereka memberi dukungan, wajib atas kita melakukan pencerdasan terhadap akar permasalahan yang dirasakan dan bagaimana solusi tuntas terhadapnya.
Tentu, kita semua paham bahwa tidak ada yang memberi gambaran sedemikian jelas terhadap penyebab berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini dan juga solusi Khilafah Islamiyah yang akan menerapkan syariah Islam dengan sempurna, selain Hizbut Tahrir. Kerja ikhlas dan benar yang dilakukan HT berbuah besar dalam mempercepat dan memperbesar dukungan umat. Inilah peran penting yang dilakukan HT, termasuk Muslimah HTI
Apa seruan MHTI bagi para perempuan Indonesia?
Kepada siapa saja yang meyakini dan mempunyai kemampuan untuk bekerja dalam perjuangan penegakan Khilafah Islamiyah, bersegeralah bekerja, karena segala kemampuan itu akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Bagi para perempuan Muslimah yang bekerja untuk perubahan dengan tidak menjadikan penerapan syariah Islam dalam Khilafah sebagai jalan dan target perubahan, maka Anda akan merasa lelah dan sia-sia karena perubahan hakiki nasib kalian tidak akan pernah terwujud.
Sayang ika potensi itu digunakan untuk perubahan semu. Punya suara politik tetapi tidak mempunyai peran politik nyata untuk kebaikan umat. Sebabnya, yang mempunyai politik nyata adalah kaum kapitalis borjuis-para liberalis yang telah menyebabkan perempuan lelah bekerja, untuk sebuah fatamorgana.
Tentu, pilihan yang rasional adalah bergabung bersama kami yang melakukan perjuangan, sama-sama berat dan lelah, tetapi untuk sesuatu yang pasti dan hakiki. WalLahu a’lam. []