Perdana Menteri Inggris David Cameron dalam pidatonya di Universitas Al-Azhar Jakarta Kamis (12/4), kembali menyerukan Dunia Islam untuk merangkul demokrasi dan mengingatkan bahaya apa yang dia sebut sebagai esktremisme Islam yang menolak demokrasi. PM Inggris ini juga mengkritik ‘kelompok elit yang korup’ dengan mengakui kebenaran bahwa ‘korupsi berbahaya bagi ekonomi dan politik rakyat’. Namun, Cameron berdusta saat dia tidak mengatakan bahwa pemerintah demokratis—dari mulai Westminster hingga Islamabad dan Dhaka—adalah pemerintahan yang memelihara korupsi. Dia tampak telah lupa bahwa bulan lalu seorang anggota senior partainya sendiri tertangkap kamera sedang ‘menjual’ undangan makan malam pribadi bersama dirinya kepada sekelompok elit dari perusahaan Inggris, di mana mereka bisa mempengaruhi kebijakan, jika mereka memberikan sumbangan untuk partainya. “ [Redaksi]
alam bahasa sehari-hari, kata yang digunakan untuk upaya mempe-ngaruhi tindakan seseorang melalui insentif uang disebut dengan istilah ‘suap’. Namun, dalam dunia politik demokrasi, kita bersikeras menggunakan istilah-istilah seperti ‘pendanaan’, ‘lobi’ atau ‘pinjaman lunak’.
Namun, upaya yang terus-menerus mencoba membedakan antara penggunaan uang yang ‘etis’ untuk mempengaruhi politik, dan penggunaan uang yang tidak etis atau ilegal, telah kehilangan alasannya. Demokrasi pasti memproduksi racun yang berasal dari campuran uang dan kekuasaan. Apa yang terjadi saat ini bisa membuktikan hal itu.
Bagi mereka yang tidak bisa menjawab hal ini, skandal politik Inggris yang terbaru merupakan bukti nyata. Saat itu, bendahara partai konservatif Inggris yang berkuasa tertangkap kamera sedang menawarkan akses kepada Perdana Menteri dan Kanselir hingga lebih dari £ 250.000 atas nama sumbangan. Dia menceritakan beberapa contoh bagaimana para pendonor telah diundang makan malam secara pribadi dengan David Cameron dan keluarganya. Cameron pun dipaksa untuk menyebutkan secara rinci nama para pendonor jutawan yang ia ajak makan malam bersama itu.
Begitu banyak skandal dalam politik Inggris, yang membuat masyarakat seolah-seolah kehilangan rasa sakit mendengar praktik-praktik kotor seperti itu. Bahkan masyarakat sudah menganggap politisi identik dengan prilaku korupsi.
Siapa pun yang berpikir bahwa hal ini adalah skandal yang terjadi hanya sekali, harus berpikir ulang. Banyak orang yang ingat, pengunduran diri mantan Menteri Pertahanan Liam Fox di tengah-tengah pertanyaan tentang terjadinya lobi dan skandal “Cash for Honours” yang mencoreng Partai Buruh di saat-saat terakhir pemerintahan mereka.
Namun, fakta bahwa tuduhan-tuduhan tentang kemungkinan adanya ‘penjualan’ bintang tanda jasa peerage (yakni orang-orang yang mendapat gelar bangsawan dari Keluarga Kerajaan, penerj.) dianggap ilegal hanya mengingatkan pada masa lampau saat praktik hal itu dilakukan. Saat Lloyd George menjual peerage itu dan itu pada awalnya dianggap legal. Namun kemudian dianggap ilegal di bawah Undang-undang Kehormatan (Pencegahan Pelanggaran) Tahun 1925!
Siapa pun yang mengira bahwa skandal-skandal besar itu adalah satu-satunya contoh, maka mereka salah. Semuanya itu adalah puncak gunung es dari budaya politik dalam demokrasi yang telah matang. Ada banyak hal yang sebenarnya masuk dalam skandal dari praktik-praktik politik yang dianggap sah. Kebanyakan orang tidak menyadari hal itu.
Hal itu tidak hanya terjadi di Inggris. Demokrasi Inggris (seperti juga demokrasi di Amerika Serikat dan di Prancis yang sudah matang) adalah seperti orang yang menggunakan seragam sama untuk menutup banyak noda.
Namun, negara-negara penganut demokrasi yang lebih muda seperti di India, Rusia, Pakistan, Irak, Afganistan dan di tempat-tempat lain jauh lebih sulit untuk menyembunyikan fakta bahwa korupsi dan demokrasi telah menjadi hal yang identik. Demikian juga bahwa pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat sebenarnya adalah pemerintah untuk orang-orang paling kaya dan paling kuat di masyarakat.
Skandal Demokrasi Inggris
Skandal “the Cash for Questions” pecah pada tahun 1994. Seorang pelobi parlemen, Ian Greer, terbukti menyuap para anggota Parlemen sebagai ganti untuk menukar pertanyaan-pertanyaan Parlemen yang diajukan dan tugas-tugas lainnya atas nama pengusaha Mohamed Al-Fayed. Skandal yang sama terjadi pada tahun 2009. Empat anggota Parlemen dari Partai Buruh dipecat karena menawarkan bantuan untuk membuat amandemen undang-undang dengan bayaran mencapai lebih dari 120.000 poundsterling.
Namun, ada yang lebih mengejutkan dari contoh praktik-praktik yang melanggar hukum itu adalah praktik yang sepenuhnya legal dan dapat diterima dalam sistem demokrasi. Istilah ‘revolving door’ (yakni beralihnya peran seorang personil antara peran sebagai legislator dan regulator dan industri yang terkena dampak undang-undang dan peraturan, penerj.) telah dipraktikkan secara umum di Inggris, Amerika Serikat dan tempat-tempat lain.
Pada tahun 2010, program berita Channel 4 mengungkap kasus ‘cash for influence’ (uang untuk mempengaruhi) dari para anggota Parlemen yang menawarkan untuk bekerja di perusahaan lobi dengan mendapat imbalan sebesar £ 3.000 hingga £ 5.000 perhari. Mantan Menteri Pertahanan Inggris Geoff Hoon, yang terlibat dalam skandal ini, sangat jujur ketika dia mengatakan, “Salah satu tantangan yang saya pikirkan adalah bahwa saya benar-benar berharap bisa menerjemahkan pengetahuan dan kontak-kontak saya dengan peristiwa internasional menjadi sesuatu yang menghasilkan uang.”
Hoon mungkin telah dipermalukan oleh kisah itu, tetapi ia masih bisa mendapatkan pekerjaan pada sebuah perusahaan pertahanan Westland, yang mendapatkan kontrak sebesar £ 1.7 miliar ketika dia menjadi menteri pertahanan. Namun, kepentingan bisnisnya tidak ada artinya dibandingkan dengan mantan bosnya, Tony Blair, yang mendapat jutaan pondsterling dari usaha seperti itu, termasuk saat dia mengunjungi Libya di era pemerintahan diktator Khaddafi sebagai pelobi untuk JP Morgan.
Kebenaran Tersembunyi
Sebenarnya hal ini merupakan tradisi yang sudah lama dilakukan dalam politik Inggris maupun di negara-negara lain. Banyak mantan menteri yang kemudian menjadi konsultan, direktur atau pelobi bisnis besar. Perdana Menteri John Major adalah mantan anggota Dewan Penasihat Eropa Carlyle Group sejak tahun 1998 dan ditunjuk sebagai ketua pada Mei 2001 sebelum mengundurkan diri pada Agustus 2004. Mantan Menteri Kesehatan dan Menteri Perdagangan Patricia Hewitt tercatat sebagai keanggotaan Eurotunnel dalam posisinya sebagai dewan direktur independen di BT—konsultan perusahaan Boots Inggris dan penasihat perusahaan ekuitas swasta Cinven, yang mengkhususkan diri dalam perawatan kesehatan.
Namun, hanya sedikit yang memiliki kekhawatiran bahwa mantan Menteri Energi pada masa Margaret Thatcher Lord Wakeham pernah menjadi direktur perusahaan energi raksasa Amerika yang penuh skandal, Enron. Dia juga bersama mantan Menteri Keuangan Inggris Lord Lawson ditunjuk sebagai direktur non eksekutif dari perusahaan NM Rothschild & Sons.
Namun, cerita yang kurang diketahui tentang legalitas lobi politik menggambarkan betapa sistem ini benar-benar menghancurkan. Pada bulan Oktober 2011, muncul pertanyaan-pertanyaan tentang kelayakan pengangkatan Adrian Beechcroft oleh Cameron. Dia diminta Cameron untuk mempersiapkan sebuah laporan dari pihak swasta untuk Downing Street tentang bagaimana hukum ketenagakerjaan dapat dirombak untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Beechcroft adalah seorang multijutawan kapitalis yang diperkirakan telah memberikan lebih dari setengah juta pound untuk Partai Konservatif. Dia merekomendasikan bahwa perusahaan-perusahaan harus lebih mudah diizinkan untuk memecat para staf dengan prestasi kerja yang buruk tanpa perlu diberikan penjelasan.
Ini bukanlah contoh satu-satunya. Dalam buku Who Runs Britain (Siapa Mengendalikan Inggris)?, Robert Peston menggambarkan bagaimana perusahaan-perusahaan besar secara efektif menodongkan pistol kepada kepala pemerintahan Partai Buruh. Mereka mengancam menarik aktivitas mereka di luar negeri jika konsesi-konsesi kebijakan tidak dibuat untuk mereka. Hal ini akan berpengaruh pada pajak pendapatan, PDB dan kredibilitas pemilihan mereka. Anggaran terakhir yang dibuat Osborne harus dilihat dari kaca mata ini: memotong pajak penghasilan bagi orang-orang kaya sambil menyatakan bahwa Inggris harus ‘terbuka’ bagi bisnis.
Ketika rakyat di negara-negara di Timur Tengah menjerit untuk ‘demokrasi’, mereka harus berhati-hati atas apa yang mereka inginkan. Sebab, jika mereka menyuarakan suara rakyat, kesempatan untuk memilih para pemimpin mereka, meminta pertanggung-jawaban mereka dan mengikuti aturan-aturan hukum, maka itu adalah hal yang baik. Memang, Islam mendefinisikan elemen-elemen pemerintahan itu jauh sebelum demokrasi modern ada.
Namun, jika mereka menginginkan demokrasi seperti yang ada saat ini, mereka seharusnya tidak hanya melihat politik yang jelas-jelas korup seperti di Rusia, India, Afganistan, Pakistan dan Irak. Mereka juga harus melihat praktik-praktik tersembunyi dan yang terwujud dari negara-negara kampiun demokrasi saat ini, seperti Inggris dan Amerika. Pasalnya, sebagaimana yang dikatakan Mark Twain, “Hanya pemerintah yang kaya dan aman yang mampu menjadi negara demokrasi karena demokrasi adalah jenis pemerintahan yang paling mahal dan paling jahat yang pernah terdengar di permukaan bumi.” [Translated by Riza Aulia—www.hizb.org.uk]