Indonesia terus di-‘Barat’-kan. Nilai kafir penjajah terus dicekokkan. Salah satunya adalah isu jender. Isu ini terlihat manis, padahal isinya racun. Kini sedang digodog Rancangan Undang-Undang Kesetaraan Gender (RUU KG) di DPR. Bahkan pada tanggal 15 Maret 2012 Komisi VIII DPR RI mengadakan hearing tentang RUU KG tersebut.
Mereka yang berada di Parlemen tampak semangat untuk mengegolkan RUU KG menjadi undang-undang. Namun, sikap berbeda disampaikan oleh tokoh-tokoh Islam yang bergerak di akar rumput.
Ada realitas yang menarik pada Ahad (8/4/2012) yang lalu di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta. Di masjid bersejarah tersebut, para jamaah yang hadir membuat pernyataan tertulis disertai keterangan diri, lalu dikirim ke DPR agar persoalan RUU Gender ini mendapatkan perhatian. Ketika saya bertanya kepada salah seorang yang hadir mengapa memiliki sikap demikian, dia menyatakan: “Sebab, bila RUU Gender ini ada maka akan menjadi malapetaka bagi negara dan bangsa, bahkan agama. Kita perlu segera memberi respon yang serius. Kita harus proaktif dan tidak bisa tinggal diam. Perlu digalang persatuan umat Islam untuk segera mengantisipasi pengesahan RUU tersebut sebelum terlambat.”
Bukan hanya di kalangan jamaah masjid. Banyak pemimpin umat yang masih memiliki kepekaan terhadap upaya penghancuran umat. Beruntung, saya dapat berhubungan langsung dengan tokoh-tokoh umat dari berbagai lembaga/organisasi tersebut. Saya menjadi dapat memahami secara langsung apa yang menjadi sikap mereka. Sebut saja Anwar Abbas, salah seorang Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Menyikapi RUU KG beliau mengatakan, “Hanya orang gila yang mau menyamaratakan perempuan dengan laki-laki. Laki-laki bukan perempuan. Oleh karena itu, pasti beda laki-laki dengan perempuan. Menyamakan sesuatu yang tidak sama tidak dapat dipertanggungjawabkan secara logika.”
Pernyataan ini tentu bukan tanpa alasan. Isu jender lahir akibat ketertindasan kaum perempuan di dunia Barat. Sayangnya, solusi yang diambil justru berasal dari Kapitalisme liberal, bukan dari Islam.
Sikap yang sama disampaikan oleh Ichwan Sam. Pengurus Nahdhatul Ulama (NU) sekaligus Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menyampaikan, “Ada yang boleh sama persis, tapi tentu ada yang harus berbeda karena adanya hal-hal kodrati yang memang berbeda.”
Pak Ichwan, begitu panggilan akrab saya, menambahkan, “Bagi seorang Muslim, implementasinya harus sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.”
Pandangan serupa dimiliki juga oleh pimpinan lembaga Islam lain. Ketua Umum al-Irsyad al-Islamiyah, KH Abdullah Zaidi, menyatakan, “RUU KG ini berbahaya.” Lanjutnya, “Lihat surat al-Baqarah ayat 228 dan an-Nisa’ ayat 34.”
Dalam ayat 228 surat al-Baqarah dinyatakan (yang artinya): …Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya…
Adapun surat an-Nisa’ ayat 34 menyatakan (yang artinya): Kaum laki-laki itu adalah pemimpin atas kaum wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…
Dalam kedua ayat itu dijelaskan bahwa laki-laki merupakan ‘qawwam’ (pemimpin, pengarah) perempuan. Upaya untuk menyamadudukkan laki-laki dengan perempuan hanya akan melahirkan malapetaka.
Tokoh lainnya, Ketua Umum Sarekat Islam, Djauhari Syamsudin, memiliki pandangan bahwa sudah ada aturan hubungan laki-laki dan perempuan dalam Islam. Karena itu, pihak yang berupaya menentang aturan tersebut tidak boleh dibiarkan. “Mereka yang melawan al-Quran harus kita hadapi,” ujarnya.
Zulkifli yang aktif di al-Ittihadiyah dan MUI menyampaikan dengan tegas, “Rujukan kita jelas al-Quran dan as-Sunnah.”
“Ini memang proyek Yahudi. Harus kita hentikan,” tambahnya dengan semangat.
Ketua Umum Perti, Amin Lubis, lugas menyampaikan, “Isu jender bertentangan dengan al-Quran dan melawan syariah Islam. Kewajiban semua umat Islam untuk melawannya.”
Bahkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Prof. Rokhmin Dahuri, menyikapi RUU KG dengan kalimat pendek, “Sangat sesat!”
Pemahaman bahwa isu jender ini hanyalah upaya penghancuran nilai Islam dan penanaman racun Barat (westoxiation) rupanya merata di kalangan tokoh lembaga/organisasi Islam. Ide ini merupakan bagian dari liberalisme. Pimpinan Tim Pengacara Muslim (TPM), Mahendradatta, menyampaikan kegeramannya kepada saya, “Kami sudah mempelajari RUU Gender tersebut. Kita sudah lawan. Kita harus menggelorakan ‘Indonesia Tanpa JIL’. Kegilaan RUU Gender ini memang karya orang liberal sehingga harus difokuskan pada mereka.”
Derasnya upaya liberalisasi ini harus disikapi serius oleh umat Islam. Semestinya, tokoh Islam dimana pun harus berpihak pada Islam. Zahir Khan dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), dengan penuh semangat mengatakan, “RUU Gender jelas bertentangan dengan syariah. Karenanya, perlu ditemui partai Islam yang ada di DPR.”
Beliau juga mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). “Hari Jumat lalu (13/4/2012) saya khutbah di Tanah Abang. Di masjid sana ada Buletin Al-Islam HTI tentang RUU Gender. Bagus sekali,” tambahnya.
Beliau mengharapkan masih ada kesadaran dari para tokoh umat Islam yang ada di Parlemen untuk berpihak pada kepentingan umat.
Harapan adanya keberpihakan dan pembelaan terhadap kepentingan umat Islam dari tokoh umat Islam di Parlemen pun disampaikan oleh Fuad Amsyari, pengurus pusat Partai Bulan Bintang. Pak Fuad menyampaikan, “Jika DPR setuju dengan RUU Gender maka jelas salah, menentang tuntunan Allah SWT, dan membuat bangsa rusak. Siapa yang mengajukan RUU tersebut? Jika Pemerintah maka dia yang bertanggung jawab. Jika itu merupakan usulan DPR dan disetujui oleh Pemerintah maka keduanya bertanggung jawab. Di sini perlunya DPR dan pemerintahan yang islami supaya tidak terjadi kasus-kasus yang menambah beban. Maka dari itu, umat Islam harus diarahkan memilih partai Islam dalam Pemilu.”
Namun, realitas yang ada memang sulit mengharapkan orang yang ada di Parlemen. Semua tahu, politik yang ada di Senayan adalah politik dagang sapi. Keberpihakan pada syariah Islam nyaris tak terdengar. Mantan anggota DPR yang kini menjadi pemimpin Eramuslim.com Mashadi, menyampaikan, “Buang ke tong sampah. Tidak berguna. Orang cuma satu kok tujuan mereka: menghancurkan Islam.”
Bahkan Ketua Serikat Pekerja BUMN Strategis, Ahmad Daryoko, menyatakan dengan keras, “Wah, kok tambah kacau ya?! Lha itu PPP, PAN, PKS kan banyak tokoh-tokoh Islam, masa terus persamaan jender? Lha, arrijâlu qawwamûna ‘alâ nisâ-nya kemana tuh! DPR ini bubarkan saja!”
Begitulah ketika tokoh bicara RUU KG. Semua sepakat bahwa isu jender merupakan upaya untuk meliberalkan umat Islam dalam bidang sosial. Realitas ini pun menunjukkan bahwa ada keterpisahan penguasa dengan rakyat. Penguasa ingin menerapkan Kapitalisme liberal dalam segala bidang, umat dan tokohnya tidak. WalLâhu a’lam. []