HTI

Nisa' (Al Waie)

Ummu Salamah, Perempuan Mulia Pendamping Rasulullah saw.

Salah satu peristiwa penting dalam perjalanan dakwah Islam yang menjadi sumber referensi dakwah politik umat saat ini adalah Perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah saw. dengan kaum kafir Quraiys.Dalam perjanjian ini, perhatian kita pun patut diarahkan kepada Ummu Salamah ra., salah seorang istri Rasulullah saw. Dengan ketajaman logika, kematangan berpikir dan keputusan yang benar, Ummu Salamah memberikan usulan yang jitu kepada Rasulullah atas apa yang harus dilakukan beliau terkait keterlambatanpara Sahabat merespon apa yang diperintahkan Rasulullah saw. kepada mereka selepas disepakati perjanjian tersebut. Karena itu, ia memiliki kedudukan yang agung di sisi Rasulullah saw.

Ummu Salamah dibesarkan di lingkungan bangsawan dari Suku Quraisy. Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan. Hal ini tampak ketika beliau dipisahkan oleh keluarganya dari suami (Abu Salamah) dan anak-anaknya. Di dalam sirah Ummahat al-Mu’minin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan peristiwa penting yang dapat diteladani kaum Muslim, baik sikapnya sebagai istri yang selalu menjaga kehormatan keluarga, ibu yang ideal bagi anak-anaknya maupun sebagai pejuang di jalan Allah.

Di antara sikapnya yang terpuji adalah apa yang ia tunjukkan kepada Rasulullah saw. pada Hari Hudaibiyah. Kala itu, pada bulan Dzulqa’dah tahun keenam setelah hijrah, Rasulullah bersama 1400 orang kaum Muslim ingin menunaikan umrah di Makkah sembari melihat kembali tanah air mereka yang sekian lama ditinggalkan. Pada waktu itu ia menyertai Rasulullah saw. dalam perjalanannya menuju Makkah dengan tujuan menunaikan umrah. Namun, orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki Makkah. Lalu terjadilah Perjanjian Hudaibiyah di antara kedua belah pihak.

Ummu Salamah turut menyertai perjalanan beliau ini. Namun, setiba beliau dan para Sahabat di Dzul Hulaifah untuk berihram dan memberi tanda hewan sembelihan, kaum musyrik Quraisy menghalangi kaum Muslim. Dari peristiwa ini tercetuslah Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian itu di antaranya berisi larangan atas kaum Muslim memasuki Makkah hingga tahun depan.

Betapa kecewanya para Sahabat saat itu, karena mereka urung memasuki Makkah. Sebagian besar kaum Muslim merasa dikhianati dan merasa bahwa orang-orang musyrik menyia-nyiakan sejumlah hak-hak kaum Muslim. Sebagaimana perintah Allah, seusai menyelesaikan penulisan perjanjian itu, Rasulullah saw. pun memerintahkan kepada para Sahabat, “Bangkitlah, sembelihlah hewan kalian, kemudian bercukurlah!”

Namun, tak satu pun dari mereka yang bangkit. Rasulullah saw. mengulangi perintahnya hingga ketiga kalinya. Tetap, tak ada satu pun yang beranjak. Lalu beliau menemui istrinya, Ummu Salamah, dan menceritakan kepadanya tentang sikap kaum Muslim. Ummu Salamah berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan perintah Allah ini dilaksanakan oleh kaum Muslim? Keluarlah engkau, kemudian janganlah mengajak bicara sepatah kata seorang pun dari mereka sampai engkau menyembelih qurbanmu serta memanggil tukang cukur yang mencukurmu.”

Rasulullah saw. membenarkan pendapatnya. Beliau lalu bangkit, kemudian mengerjakan apa yang diusulkan Ummu Salamah. Seketika itu juga, para Sahabat yang melihat Rasulullah saw. menyembelih hewannya dan menyuruh seseorang untuk mencukur rambutnya serta-merta bangkit untuk memotong hewan sembelihan mereka dan saling mencukur rambut. Bahkan seakan-akan mereka akan saling membunuh karena riuhnya, tanpa ada perasaan keluh-kesah dan penyesalan atas tindakan Rasulullah saw. yang mendahului mereka.

Ummu Salamah adalah pejuang sejati. Beliau telah menyertai Rasulullah saw. di banyak peperangan, yaitu Perang Khaibar, Pembebasan Makkah, Pengepungan Thaif, Perangan Hawazin, Tsaqif, kemudian ikut bersama beliau pada Haji Wada’.Di antara beberapa sikapnya yang nyata adalah pada hari Futuh Makkah. Waktu itu Nabi saw. keluar dari Madinah bersama balatentaranya dengan kehebatan dan jumlah yang belum pernah disaksikan oleh bangsa Arab. Dampaknya, orang-orang musyrik Quraisy merasa takut, dan mereka keluar dari rumah dengan maksud menemui Rasulullah untuk bertobat dan menyatakan keislaman mereka. Termasuk dari mereka, Abu Sufyan bin al-Harts bin Abdul-Muththalib (anak paman Rasulullah) dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah (anak bibi [dari ayah] Rasulullah, saudara Ummu Salamah sebapak).

Ketika mereka berdua meminta izin masuk menemui Rasulullah saw., beliau enggan memberi izin masuk bagi keduanya disebabkan penyiksaan mereka yang keras terhadap kaum Muslim menjelang beliau hijrah dari Makkah. Lalu berkatalah Ummu Salamah kepada Rasulullah dengan perasaan iba terhadap keluarganya sendiri dan juga keluarga beliau, “Wahai Rasulullah, mereka berdua adalah anak pamanmu dan anak bibimu (dan ayah) serta iparmu.”

Rasulullah menjawab, “Tidak ada keperluan bagiku dengan mereka berdua. Adapun anak pamanku, aku telah diperlakukan oleh dia dengan tidak baik. Anak bibiku (dari ayah) serta iparku telah berkata di Makkah dengan apa yang ia katakan.”

Pernyataan itu telah sampai kepada Abu Sufyan, anak paman Rasulullah. Ia kemudian berkata, “Demi Allah, ia harus mengizinkan aku atau aku mengambil anak ini dengan kedua tanganku—pada saat itu ia bersama anaknya, Ja’far—kemudian kami harus berkelana di dunia sehingga mati kehausan dan kelaparan.”

Lalu Ummu Salamah memberitahukan perkataan Abu Sufyan tersebut kepada Rasulullah,dengan kembali mengutarakan argumentasinya dan memohon rasa belas kasih. Akhirnya, hati beliau menjadi luluh, lalu mengizinkan keduanya masuk. Akhirnya, masuklah keduanya dan menyatakan keislaman serta bertobat di hadapan Rasulullah.

Ummu Salamah pun termasuk salah seorang Shahabiyah yang meriwayatkan hadis Rasul, karena beliau tidak hanya hidup dengan Rasulullah saja, tetapi bersamadengan orang-orang yang dekat dengan Rasulullah.Sejak hidup bersama suaminya yang pertama, Abu Salamah ra. Ummu Salamah ra. mendapat banyak ilmu. Apalagi setelah berada dalam naungan Rasulullah di bawah bimbingan nubuwwah, juga dari putri Rasulullah saw., Fathimah ra. Ummu Salamah menyampaikan apa yang ada pada dirinya hingga bertaburanlah riwayat dari dirinya. Tercatat deretan panjang nama-nama ulama besar dari generasi pendahulu yang mengambil ilmu dari dirinya. Ia termasuk fuqaha dari kalangan Shahabiyat.

Ummu Salamah tidak hanya dikenal karena kecantikan parasnya, ketinggian ilmu dan kecakapan lisannya. Sepanjanghidupnya ia telah menjadi istri yang baik bagi Abu Salamah dan Rasulullah saw. serta ibu yang baik bagi anak-anaknya (anak-anak lelakinya menjadi mujahid tangguh pada masa Khulafaur Rasyidin).Ia jugasenantiasa ikhlas beribadah kepada Allah SWT dan menjaga Sunnah suaminya tercinta.

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan ia melihat keguncangan situasi serta perpecahan kaum Muslim di seputar khalifah. Bahaya fitnah makin memuncak di langit kaum Muslim. Karena itu ia pergi menemui Utsman dan menasihati beliau supaya tetap berpegang teguh pada petunjuk Rasulullah saw. serta petunjuk Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab.

Ketika terjadi peristiwa pembunuhan Utsman, apa yang dikhawatirkan Ummu Salamah terjadi juga.Saat itu ia tengah membaca Al-Qur’an dan angin fitnah tengah bertiup kencang terhadap kaum Muslim. Pada saat itu Aisyah telah membulatkan tekad untuk keluar menuju Bashrah disertai Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin al-’Awwam dengan tujuan memobilisasi massa untuk melawan Ali bin Abi Thalib. Ummu Salamah segera mengirim surat yang memiliki nilai sastra indah kepada Aisyah ra.:

Dari Ummu Salamah, Istri Nabi saw. untuk Aisyah Ummul Mukminin ….

Sesungguhnya aku memuji Allah yang tidak ada tuhan selain Dia. Amma ba’du…

Engkau sungguh telah merobek pembatas antara Rasulullah saw. dan umatnya yang merupakan hijab yang telah ditetapkan keharamannya.

Sungguh, al-Quran telah memberi dirimu kemuliaan maka jangan engkau lepaskan. Allah telah menahan suaramu maka janganlah engkau keluarkan. Allah pun telah menegaskan bagi umat ini seandainya Rasulullah saw. mengetahui bahwa kaum wanita memiliki kewajiban jihad (berperang), niscaya beliau berpesan kepadamu untuk menjaganya.

Tidakkah engkau tahu bahwa beliau melarang engkau melampaui batas dalam agama, karena sesungguhnya tiang agama tidak bisa kokoh dengan campur tangan wanita apabila tiang itu telah miring, dan tidak bisa diperbaiki oleh wanita apabila telah hancur. Jihad wanita adalah tunduk kepada segala ketentuan Allah, mengasuh anak dan mencurahkan kasih sayangnya.


Demikianlah, sosok Ummu Salamah, salah seorang shahabiyah yang memiliki kepribadian Islam yang luar biasa. Ia mampu mensinergiskan keseluruhan peran dan fungsi yang telah Allah bebankan atas kaum perempuan, baik sebagai hamba Allah, istri dan ibu maupun sebagai anggota masyarakat. Terkumpul dalam dirinya sifat dan akhlak mulia serta kecerdasan yang cemerlang. Semuanya dijalankan dengan baik semata-mata karena ketundukkannya kepada aturan Allah dan Rasul-Nya. Seharusnya ia dijadikan sebagai salah satu teladan bagi kaum Muslimah.

Munculnya Ummu Salamah dan para Shahabiyah lainnya yang menjadi figur wanita yang mengagumkan bukanlah suatu kebetulan, melainkan karena dilandasi oleh suatu pemahaman Islam ideologis yang tegak di atas keyakinan yang kokoh, yakni ‘aqidah islamiyyah. Mereka sangat menyadari bahwa konsekuensi dari ‘aqidah islamiyyah adalah terikat dengan semua aturan yang terpancar dari akidah tersebut. Mereka lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dibandingkan dengan keluarganya, bukan karena suatu tradisi yang kebetulan pada saat itu, tetapi dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaan kepada keluarganya adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim dan Muslimah. Seharusnya mereka dijadikan sebagai teladan bagi kaum Muslimah. WalLahu a’lam bi ash-shawwab. [Najmah Saiidah]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*