The Guardian: Pemimpin Nasional Suriah Bagian Dari Lobi Amerika
Surat kabar Inggris The Guardian melaporkan bahwa para pemimpin terkemuka di Dewan Nasional Suriah (SNC) merupakan bagian dari lobi Amerika serta menerima dana dari Washington. Hal itu terjadi sejak lama sebelum pecahnya musim semi Arab.
Surat kabar itu menyebutkan bahwa mereka itu adalah Basma Qadmani, Ridwan Ziyadah dan Usama Munjid. Mereka ini memiliki hubungan erat dengan lobi Amerika dan pusat penelitian yang bekerja dengan para penentang rezim Suriah selama bertahun-tahun. Mereka adalah sekutu alami bagi neo-konservatif di Amerika Serikat, yang mendorong invasi terhadap Irak.
Basma Qadmani yang menduduki jabatan penting di Kantor Eksekutif Dewan Nasional, jug sebagai penanggung jawab urusan luar negerinya, pada tahun 2005 bekerja di Ford Foundation di Kairo. Ia menduduki jabatan sebagai direktur program untuk kerjasama antarpemerintah dan internasional. Pada bulan September tahun yang sama, ia menduduki jabatan sebagai direktur eksekutif dari Institut Reformasi Arab, yaitu program penelitian yang dijalankan oleh kelompok penekan Amerika yang paling kuat, yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh intelijen, keamanan dan politik.
Surat kabar itu menunjukkan bahwa Qadmani memiliki mandat diplomasi internasional, karena ia menduduki jabatan sebagai direktur riset di Akademi Diplomatik Internasional yang dipimpin oleh Jean-Claude Cousseran, mantan pemimpin intelijen Prancis.
Adapun Ridwan Ziyadah—menurut surat kabar itu—adalah anggota senior di Lembaga Amerika Serikat untuk Perdamaian (United States Institute of Peace). Lembaga ini didanai oleh Pemerintah Federal AS, dipimpin oleh Richard Solomon, mantan penasihat Henry Kissinger, serta memiliki hubungan erat dengan pusat-pusat pemikiran dan opini yang paling menonjol di Washington.
Adapun Usama Munjid, yang merupakan salah satu juru bicara paling menonjol untuk Dewan Nasional, pernah diundang pada tahun 2008 untuk makan siang dengan mantan Presiden AS George W. Bush. Washington memperkenalkan dia sebagai kepala hubungan masyarakat dalam gerakan “keadilan dan pembangunan untuk perubahan yang damai dan demokratis” di Suriah, yang menerima sekitar 6 juta dolar sejak tahun 2006 untuk membiayai kegiatannya di Suriah.
Perlu dicatat, Dewan Nasional Suriah (SNC) telah kehilangan banyak popularitasnya di dalam internal Suriah, dan banyak terjadi perbedaan antara anggotanya. Qadmani adalah salah satu tokoh yang menimbulkan perdebatan akibat dari sikap dan pernyataannya. Akibatnya, ejumlah aktivis, para pejuang revolusi Suriah dan Syaikh Adnan Ara’ur benar-benar menyerang dia dengan keras, karena perkataannya “Kita membutuhkan Israel” dalam salah satu konferensi yang dia ikuti (Islammemo.cc, 14/7/2012).
Kaum Muslim di Inggris Diserang Secara Fisik dan Dilecehkan karena Keimanan Mereka
Hasil survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga yang membuka jalur telepon khusus bagi aksi kekerasan yang dilakukan kelompok anti-Muslim di Inggris melukiskan suatu gambaran mengerikan bagi umat Islam yang tinggal di Inggris saat ini.
Kaum Muslim diserang secara fisik, dilecehkan atau diintimidasi karena keimanan mereka, kata sebuah laporan dari TELL MAMA (Lembaga Penilaian terhadap Serangan Anti-Muslim) atas para korban yang telah menyertakan anak-anak serta pensiunan di usia tahun 80-an. Bahkan Baroness Warsi, wakil ketua Partai Konservatif serta sosialita dan wartawan Jemima Khan telah dikenakan ancaman lewat online, juga dilaporkan ke polisi oleh TELL MAMA.
Organisasi yang didirikan dengan dukungan Pemerintah pada akhir Februari oleh organisasi organisai lintas agama, Faith Matters, telah mencatat lebih dari 140 kasus hingga saat ini. Sekitar 75% kasus melibatkan korban perempuan. Partai sayap kanan dan para anggota kelompok itu terkait dengan sepertiga (33%) dari seluruh insiden.
Lembaga yang menerima pengaduan telepon itu telah melukiskan suatu gambaran yang mengganggu atas pelecehan anti-Muslim: Insiden di tempat kerja, di jalan, di antara tetangga dan terutama lewat online, yang mungkin tidak selalu menjadi berita utama tetapi memiliki dampak buruk pada kehidupan masyarakat.
Fiyaz Mughal, Direktur Faith Matters, mengatakan, “Saya dan rekan-rekan terkejut dengan tingginya kebencian lewat online ini, terutama prasangka anti-Muslim dan kebencian rasial.
Mughal mengatakan bahwa mayoritas yang diserang secara fisik adalah wanita Muslim yang mengenakan jilbab maupun niqab. “Dalam satu kasus yang dilaporkan kepada kami, ada seorang wanita Somalia yang sedang berjalan yang dilempar kotoran anjing di kepalanya oleh seorang pria muda kulit putih, yang melihat dia sekilas setelah wanita itu memasuki sebuah toko. Dalam kasus lain, seorang wanita Muslim dan keluarganya telah berulang-ulang dilecehkan oleh tetangga kulit putih mereka, dalam serangkaian insiden yang mengarah pada serangan serius. “
Penemuan itu juga menyatakan bahwa tampaknya ada keterlibatan sayap kanan dalam sepertiga (33%) kasus-kasus itu yang tercatat sejauh ini. Seperempat lebih lanjut dari kasus-kasus itu juga melibatkan bacaan anti-Muslim. Ada juga panggilan telepon bernada kebencian yang memang sengaja direkam. Salah satu penelepon menelepon ke Helpline sebanyak 14 kali dan mengancam para staf berulang kali. (rz/sumber: www.hillingontimes.co.uk, 11 Juli, 2012)
Presiden: Muslim Harus Diusir dari Myanmar
Presiden Myanmar Thein Sein mengatakan, Muslim Rohingya harus diusir dari Myanmar. Ia juga mengatakan, sebaiknya Muslim Rohingya dikirim ke kamp pengungsi yang dikelola PBB.
Mantan Jenderal Junta tersebut mengatakan pada Kamis (12/7) kemarin, bahwa satu-satunya solusi untuk mengatasi konflik Muslim dan Buddha di Myanmar adalah dengan mengirim Muslim Rohingya ke luar Myanmar. Ia meminta Muslim Rohingya dikirim ke kamp pengungsi yang dikelola United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). “Kami akan mengusir mereka jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka. Ini adalah solusi terbaik untuk masalah ini,” ujar Sein.
Badan pengungsi PBB merasa dilecehkan dengan ide tersebut. PBB mengatakan, puluhan tahun diskriminasi telah membuat Muslim Rohingya tidak memiliki negara. Myanmar telah membatasi pergerakan mereka serta memotong hak atas tanah, pendidikan, dan pelayanan publik mereka.
Selama dua tahun terakhir, gelombang Muslim etnis ini telah berusaha melarikan diri dengan perahu. Mereka tak tahan menghadapi penindasan sistematis oleh pemerintah Myanmar.
Pemerintah Myanmar menolak mengakui keberadaan mereka di Myanmar. Mereka mengatakan penduduk Rohingya bukan asli Myanmar. Pemerintah juga mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai migran ilegal. Padahal mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi (Republika.co.id, 13/7/2012).