HTI

Afkar (Al Waie)

Penindasan Kaum Muslim Di Myanmar

Jumlah penduduk Myanmar lebih dari 50 juta orang.  Sekitar 20 persennya adalah kaum Muslim. Mereka terpusat di Ibukota Rangoon dan kota Mandalay di Propinsi Arakan. Mayoritas yaitu 70% penduduknya beragama Budha. Sisanya beragama Hindu, Kristen dan agama lainnya.  Akan tetapi, Myanmar (Burma) tidak mengakui sebagian besar kaum Muslim dan hanya mengakui sebagian kecil saja dari mereka, yaitu sekitar 4% dan yang sisanya dianggap orang asing. Burma berusaha mengusir mereka, tidak memberi mereka kewarganegaraan dan tidak mengakui apapun hak-hak yang menjadi milik mereka.  Oleh karena itu mereka menghadapi serangan dari orang-orang Budha dengan dukungan rezim hingga dalam bentuk pembunuhan dan pengusiran.

Para sejarahwan menyebutkan bahwa Islam masuk ke negeri itu tahun 877 M pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid. Ketika itu Khilafah menjadi negara terbesar di dunia selama beberapa abad.  Islam mulai menyebar di seluruh Burma ketika mereka melihat kebesaran, kesahihan dan keadilan Islam.  Kaum Muslim memerintah Propinsi Arakan lebih dari tiga setengah abad antara tahun 1430 hingga tahun 1784 M.  Pada tahun 1784 M kaum kafir berkoalisi menyerang propinsi tersebut dan orang-orang Budha pun mendudukinya. Mereka menghidupkan kerusakan di propinsi tersebut.  Mereka membunuh dan menumpahkan darah kaum Muslim, khususnya para ulama dan para dai. Orang-orang Budha juga merampok kekayaan kaum Muslim, menghancurkan bangunan-bangunan islami baik berupa masjid maupun sekolah.  Hal itu karena kedengkian mereka dan fanatisme mereka terhadap kejahiliahan budhisme yang mereka anut.

Dulu di wilayah tersebut terjadi persaingan dan saling berbagi penjajahan antara Inggris dan Prancis.  Orang-orang Inggris pada tahun 1824 M menduduki Burma dan menancapkan penjajahan mereka.  Orang-orang Prancis menduduki Laos yang bertetangga dengan Burma dan menancapkan penjajahan mereka.  Pada tahun 1937 Inggris memisahkan jajahan mereka yaitu Burma dari “pemerintahan India Inggris”.  Jadilah jajahan Inggris itu secara administratif terpisah dari pemerintah India Inggris, dengan nama “Pemerintahan Burma Inggris”.  Propinsi Arakan dijadikan berada di bawah pemerintahan ini di bawah kontrol orang-orang Budha.

Pada tahun 1942 orang-orang Budha melakukan pembantaian terhadap kaum Muslim di sana.  Akibatnya, sekitar 100 ribu orang Muslim tewas, dan ratusan ribu mengungsi ke luar negeri.  Pada tahun 1948 M Inggris memberi Burma kemerdekaan formalistik.  Satu tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1947 M Inggris menggelar konferensi untuk mempersiapkan kemerdekaan dan mengajak seluruh kelompok dan ras di negeri tersebut. Namun, Inggris menjauhkan kaum Muslim dari konferensi itu.  Pada konferensi itu Inggris menetapkan pasal yang menyatakan bahwa kepada tiap kelompok atau suku diberi hak merdeka setelah sepuluh tahun kemudian. Namun, pemerintahan Burma tidak mengimplementasikan hal itu. Penindasan terhadap kaum Muslim pun terus berlanjut.

Pada tahun 1962 terjadi kudeta militer di Burma di bawah pimpinan Jenderal Ne Win.  Ia membentuk Dewan Militer dengan sebutan Dewan Negara untuk mempersiapkan undang-undang dan sistem.  Ia memerintah negeri itu secara langsung hingga tahun 1988 M.  Dewan itu sendiri terus bertahan hingga tahun 1997 dan Ne Win tetap mengontrol dewan tersebut.

Pasca kudeta itu, kaum Muslim mengalami penindasan dari pemerintahan militer yang fanatik kepada Budha.  Pemerintahan militer itu melakukan pengusiran lebih dari 300 ribu Muslim ke Bangladesh. Pemerintah militer telah mengusir lebih dari setengah juta orang Muslim ke luar Burma pada tahun 1978 M.  Di antara mereka, lebih dari 40 ribu orang Muslim meninggal terdiri dari orang-orang tua, wanita dan anak-anak disebabkan kondisi yang keras mendera mereka.  Jumlah itu menurut statistik Badan Pengungsi (UNHCR) yang ada di bawah PBB.  Pada tahun 1988 M lebih dari 150 ribu kaum Muslim hijrah ke luar negeri.  Lebih dari setengah juta orang Muslim mengalami pengusiran  sebagai pembalasan dari pemerintahan militer karena dukungan kaum Muslim itu kepada partai oposisi yang meraih kemenangan mayoritas kursi di Dewan pada tahun 1990 M.

Pemerintah Myanmar menganggap kaum Muslim sebagai orang asing dan bukan warga negeri (Myanmar). Pemerintah Myanmar menghalangi anak-anak kaum Muslim mendapatkan pendidikan dan menikah di bawah usia tiga puluh tahun. Bahkan pemerintah Myanmar memaksa kaum Muslim untuk tidak menikah selama tiga tahun.  Hal itu untuk memperkecil jumlah kaum Muslim. Tindakan-tindakan paling bengis dilakukan oleh pemerintah terhadap kaum Muslim.

Militer terus memerintah Burma.  Inggris kadang-kadang mendukung mereka secara langsung dan kadang-kadang melalui agen Inggris.  Inggris menjadikan rezim Burma/Myanmar secara zahir dekat dari orang-orang komunis hingga mendapat dukungan Rusia dan Cina dan menutupi realita sebenarnya. Hal itu seperti banyak rezim di dunia Barat yang menutupi keantekannya kepada Amerika dan Inggris dengan mendekat ke orang-orang komunis, Rusia dan Cina. Sebelumnya, Amerika memprotes sikap India yang mendukung rezim militer Myanmar dan kerjasama erat India dengan pemerintah Myanmar. Kantor berita AFP pada tanggal 28 Mei 2012 M ketika memberitakan kunjungan Presiden India Manmohan Singh ke Burma pada tanggal tersebut dan menandatangani serangkaian perjanjian dengan Presiden Burma, AFP menyebutkan, “India dekat dengan Dewan Militer selama tahun 90-an abad lalu, apalagi pada bidang keamanan dan energi.”

Pada tanggal 3 Juni 2012 orang-orang Budha melakukan serangan terhadap sebuah bus yang mengangkut Muslim dan membunuh 9 orang dari mereka. Akibatnya, meletuslah insiden antara orang-orang Budha dan kaum Nuslim dalam bentuk pembunuhan, pembakaran rumah, dan pengusiran sampai meliputi sejumlah daerah hingga mulailah puluhan ribu kaum Muslim keluar dari rumah mereka.  Bangladesh menolak untuk membantu kaum Muslim yang tiba di Bangladesh. Bahkan Bangladesh mengembalikan mereka dan menutup perbatasan Bangladesh terhadap mereka.

Pada sekitar tanggal yang sama tahun lalu, kaum Muslim mengalami serangan-serangan serupa dan dipaksa lari meninggalkan negeri.  Setiap tahun selama puluhan tahun kaum Muslim mengalami hal serupa baik pembunuhan, migrasi, pengusiran dari rumah-rumah dan penghancuran rumah-rumah mereka oleh orang-orang Budha yang dengki dengan mendapat dukungan dari rezim di Burma. Barat terutama Amerika merestui rezim baru membebaskan pemimpin oposisi dan perubahan demokrasi tanpa sedikitpun menyebut apa yang menimpa kaum Muslim. Kedutaan besar Amerika di Burma mengeluarkan keterangan yang menyebutkan bahwa Kuasa Usaha Michael Thurston di Yangoon telah bertemu secara terpisah dengan organisasi-organisasi Islam lokal dan dengan Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan (Union Solidarity and Development Party – USDP) di Arakan.  Thurston mengatakan, “Yang paling penting sekarang bahwa semua pihak wajib untuk tenang.  Ada kebutuhan akan dialog yang lebih.  Dialog hanya mungkin terjadi ketika ada ketenangan.”

Ia juga mengatakan, “Kedutaan Amerika mendorong pemerintah Myanmar untuk melakukan penyelidikan dengan menghormati proses hukum dan kedaulatan hukum” (Associated Press Amerika, 14/6/2012). Artinya, Amerika mengatakan kepada masyarakat yang mengalami pembunuhan dan pengusiran bahwa kalian harus tenang, berpegang pada dialog dan mematuhi proses hukum!  Ini karena orang-orang yang terbunuh dan terusir adalah kaum Muslim. Adapun ketika para biksu Budha pada tanggal 20 Juli 2007 melakukan demonstrasi dan dibungkam oleh rezim militer di Burma, maka Amerika membangunkan dunia dan terus bergerak serta menjatuhkan sanksi-sanksi keras terhadap Burma yang kemudian diikuti oleh negara-negara Barat. Hal itu menunjukkan bahwa Amerika tidak peduli dengan apa yang menimpa kaum Muslim dan tidak mengutamakan hal itu. Amerika hanya mementingkan realisasi kepentingannya dan perluasan pengaruhnya. Ini secara umum merupakan sikap Barat semuanya yang memusuhi Islam dan kaum Muslim.

Ringkasnya, rezim di Burma yang dulu dikontrol oleh para jenderal berpakaian militer, dan saat ini dikontrol oleh para pensiunan jenderal dengan berpakaian sipil, tetap loyal kepada Inggris.  Inggris mendukung mereka baik secara rahasia maupun terang-terangan, secara langsung maupun tidak langsung melalui antek-antek Inggris di India. Inggris juga mendukung orang-orang Budha dalam membunuh kaum Muslim dan menginkuisisi mereka. Itu dilakukan Inggris bukan pada hari-hari ini saja, tetapi sejak pemerintahan islami berakhir di negeri itu.

Berdasarkan cara Inggris dalam kecerdasan politik, mereka membuat rezim militer di Burma dekat dengan orang-orang komunis, Rusia dan Cina. Dengan demikian rezim Burma mendapatkan dukungan mereka pada situasi ketika terjadi kampanye Amerika melawan rezim itu.

Adapun Amerika mendukung partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy – NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi yang dibuat oleh Amerika meraih hadiah nobel perdamaian pada tahun 1991 M.  Ayah Suu Kyi, yaitu Aung San, dulu menentang Inggris dan terbunuh pada tahun 1947 M.  Pemimpin oposisi itu menuduh Inggris membunuh ayahnya dan menilai ayahnya sebagai pahlawan kemerdekaan.

Meski terjadi pertarungan politik antara Amerika dan Inggris di Burma, keduanya sepakat dalam mendukung orang-orang Budha dalam membunuh kaum Muslim tanpa membuat Barat bergetar rasa kemanusiaannya. Padahal mereka mengklaim memiliki rasa kemanusiaan itu.  Barat hanya mengeluarkan pernyataan-pernyataan kosong. Sebaliknya, mereka memprotes keras jika para Biksu dibungkam atau siapa pun di antara oposan Budha dipenjarakan.

Cina mendukung rezim di sana untuk merealisasi kepentingan-kepentingan ekonomi dan strategisnya di situ tanpa meraih pengaruh di negeri tersebut.

Adapun para penguasa di negeri-negeri kaum Muslim, mereka mengikuti Amerika dan Barat sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.  Mereka diam saja, tetap tidak bergerak sedikitpun.  Bahkan hingga penguasa Bangladesh yang bertetangga dengan Burma sekalipun tidak mau menolong saudara-saudara mereka kaum Muslim yang menderita penyaringan dan penindasan bengis sejak ratusan tahun. Penguasa Bangladesh bukan hanya tidak menolong kaum Muslim. Mereka bahkan mencekik leher orang yang mengungsi ke Bangladesh dan menutup perbatasannya untuk kaum Muslim. Para penguasa itu tidak memenuhi perintah Allah SWT (lihat: QS al-Anfal [8]: 72)

Penguasa kaum Muslim itu justru memenuhi seruan Amerika dan negara-negara Barat lainnya. Penguasa Bangladesh pun mengirimkan tentara ke kawasan-kawasan konflik lainnya, sementara di atas kepala-kepala mereka dan pundak-pundak mereka terdapat panji-panji PBB!

Dari para penguasa itu jelas tidak bisa diharapkan kebaikan. Bahkan keburukan dari mereka lebih dulu datang.  Keamanan tidak akan kembali menjadi milik kaum Muslim di negeri tersebut kecuali jika mereka kembali pada Khilafah. Mereka telah bernaung di bawah hilafah sejak masa Khalifah Harun ar-Rasyid lebih dari tiga setengah abad lamanya. Jadi, Khilafah sajalah yang akan memberikan kepada mereka keamanan dan menyebarkan kebaikan di seluruh dunia.  Semoga Khilafah sudah dekat keberadaannya, atas izin Allah. (Disadur dari: “Jawab-Soal Amir Hizbut Tahrir, al-‘Alim al-Jalil Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah,” tanggal 06 Sya’ban 1433 H/26 Juni 2012 M. Sumber: http://hizb-ut-tahrir.info/arabic/index.php/HTAmeer/QAsingle/3289)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*