Tak dapat dipungkiri, secara material negara-negara Barat adalah negara-negara maju. Namun juga tak dapat dipungkiri, masyarakat di negara-negara Barat itu adalah masyarakat yang sakit secara psikologis maupun sosial. Bahkan dapat dikatakan, semua ragam penyakit psikologis dan sosial diidap mayoritas masyarakat Barat. Kriminalitas, seks bebas dan liar, tindakan bunuh diri, kekerasan dalam rumah tangga, alkohol dan narkoba hingga stres dan depresi adalah ragam penyakit akut yang telah lama diderita masyarakat Barat selama puluhan tahun hingga hari ini.
Mengapa semua itu bisa terjadi? Betulkah semua ini hanya anomali? Ataukah ada yang salah dari ideologi dan sistem Barat? Masihkah ada peluang bagi masyarakat Muslim untuk mencontoh model masyarakat Barat? Bagaimana pula Islam bisa mewujudkan masyarakat yang sehat? Beberapa pertanyaan itulah, antara lain, yang dijawab secara lugas oleh Dr. Nazreen Nawaz, Central Media Perwakilan, Hizbut Tahrir. Berikut petikan wawancara Redaksi dengan beliau.
Mengapa negeri-negeri Muslim tidak layak mengagumi dan menirukan masyarakat Barat?
Karena masyarakat kapitalis Barat sakit. Masyarakat Barat kapitalis, sekular dan liberal sedang tenggelam di bawah lautan masalah sosial dan moral. Semuanya disebabkan oleh sistem nilai dan hukum mereka. Di negara-negara kapitalis Barat, kejahatan telah mencapai derajat epidemi. Di AS, satu dari tiga orang Amerika pernah ditangkap karena kriminalitasnya di usia 23 tahun. Di Inggris, pemerintah tengah bergulat menghadapi besarnya jumlah kejahatan dengan senjata dan pisau. Tahun lalu, terhitung ratusan pemuda terlibat dalam tindak kekerasan di berbagai kota di Inggris; penjarahan, penghancuran properti serta pembakaran pemukiman dan lahan bisnis. Negara-negara Barat juga menghadapi pecandu alkohol dan penyalahguna narkoba dengan tingkat yang tidak dapat diterima. Di Inggris, 1 dari 13 orang dewasa menderita ketergantungan pada alkohol. Di AS menurut data dari Institut Kesehatan Nasional, 1 dari 7 penduduk dianggap “peminum bermasalah”.
Negara-negara Barat juga tengah menderita perilaku hilangnya rasa hormat, perilaku anti-sosial, dan kurangnya tanggung jawab terhadap orang lain. Budaya ini terutama menimpa kaum muda yang menampilkan perilaku kekasaran kepada orangtua, guru dan masyarakat pada umumnya. Pengabaian dan pelecehan terhadap orangtua lanjut usia dan anak-anak juga telah menjadi hal yang biasa. Satu dari empat penduduk dewasa menyatakan pernah mengalami penganiayaan di masa kecil. Sepertiga dari populasi lansia di Inggris hidup sendirian, termasuk setengah dari wanita di atas usia 65 tahun. Dari jutaan orangtua yang hidup sendiri, setengahnya tidak memiliki komunikasi dengan teman-teman atau keluarganya.
Ada juga negara-negara dengan kasus eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan yang merajalela. Di AS, satu orang wanita diperkosa setiap 2 menit, dipukuli setiap 15 detik, dan 3 wanita dibunuh oleh mitra mereka setiap harinya. Di Inggris satu orang wanita diperkosa atau menghadapi upaya pemerkosaan setiap 10 menit. Di seluruh Eropa 1 dari 4 wanita menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Hancurnya keutuhan keluarga dalam masyarakat sekular Barat juga terjadi akibat budaya pergaulan bebas. Hasilnya, ada jutaan ibu menjadi orangtua tunggal, banyak anak dilahirkan dari ayah yang berbeda-beda. Di Inggris 40% dari anak-anak yang lahir adalah anak luar nikah. Hampir 1 dari 2 pernikahan berakhir dengan perceraian. Sekitar 9 dari 10 anak-anak antara usia 13 dan 17 telah melakukan hubungan seksual luar nikah. Jelaslah bahwa kapitalis sekular, sistem liberal dan nilai-nilainya telah menabur kehancuran sosial dan moral dalam masyarakat mereka dan tak ada sedikit pun contoh untuk ditiru dunia Muslim.
Mengapa semua itu bisa terjadi?
Hal ini dapat langsung disambungkan ke sistem liberal kapitalis yang diimplementasi-kan. Kapitalisme yang menetapkan jaminan kesenangan maksimum sebagai tujuan hidup, menetapkan benar dan salah berdasarkan keinginan individu serta mengejar keuntungan pribadi dan kepentingan ekonomi sebagai pijakan dalam tindakan telah membangun pola pikir berbahaya: “Lakukan apa pun, kepada siapa pun, untuk tujuan apa pun.” Ini telah menciptakan lingkungan yang didominasi oleh sikap materialistik-konsumeristik. Semua ini telah memicu kejahatan hingga ke tingkat yang tidak dapat diterima dalam masyarakat. Ini telah menghasilkan individualisme yang merajalela karena perhatian utama individu adalah memuluskan kepentingan pribadi dengan biaya berapa pun, lebih dari menjaga mentalitas adanya tanggung jawab terhadap orang lain. Konsekuensinya adalah pengabaian anak-anak, orangtua lanjut usia, pengabaian hak-hak tetangga dan orang-orang yang memiliki posisi rentan dalam masyarakat. Kapitalisme yang menghargai dolar lebih tinggi daripada martabat wanita telah memberikan legalitas atas eksploitasi tubuh perempuan demi iklan, hiburan serta industri kecantikan dan seks. Ini adalah devaluasi (penurunan nilai) dan menganggap murah status perempuan dalam masyarakat. Hal ini telah memberikan kontribusi terhadap tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan.
Nilai-nilai liberal juga harus disalahkan atas terjadinya kekacauan sosial dan moral yang melanda masyarakat Barat. Kebebasan pribadi telah menghasilkan budaya gratify (ingin kepuasan maksimum), mengakibatkan terjadinya epidemi alkohol dan penyalahgunaan narkoba. Kebebasan seksual memberikan hak setiap individu untuk memiliki hubungan intim dengan siapa pun yang mereka sukai. Hal ini telah menyebabkan meningkatnya hubungan luar nikah, rusaknya kehidupan keluarga serta hilangnya hak-hak anak untuk dibesarkan dalam lingkungan yang penuh kasih dengan keberadaan ibu dan ayah. Kebebasan berekspresi telah memberikan izin bagi individu untuk menghina, memfitnah dan mengejek keyakinan agama Muslim dan lainnya seperti yang kita lihat dengan kartun Denmark yang menghina Rasulullah saw.; juga film menjijikkan AS baru-baru ini, “Innocence Muslim” yang juga memfitnah Nabi kita tercinta saw. Dalam kebebasan berekspresi, kelompok rasis sayap kanan diijinkan untuk eksis dan bahkan masuk ke pemerintah. Semua ini tidak hanya menghilangkan budaya hormat terhadap orang lain, tetapi juga menumbuhkan ketegangan dan kekerasan antara masyarakat, termasuk meningkatnya kadar rasisme dan Islamophobia. Akibatnya, telah terjadi serangan verbal dan fisik yang tak terhitung jumlahnya terhadap umat Islam di Barat.
Jelaslah, sistem kapitalis liberal telah gagal menciptakan masyarakat yang aman, harmonis, penuh respek dan bermoral tinggi.
Apakah ini hanya suatu penyimpangan atau anomali psikologis?
Beberapa ahli telah menyatakan bahwa penyakit psikologis adalah faktor penyebab di balik masalah-masalah yang melanda masyarakat Barat seperti kekerasan seksual terhadap anak, atau pembunuhan massal seperti penembakan baru-baru ini di kuil Sikh di negara bagian AS Wisconsin. Memang, beberapa pelaku kejahatan keji itu akibat sakit mental. Namun, banyaknya masalah-masalah serupa itu di masyarakat menegaskan satu poin bahwa masalah-masalah tersebut tidak semata-mata disebabkan oleh faktor psikologis, melainkan didorong oleh nilai-nilai yang berjalan di negara-negara ini. Amukan pistol di kuil Sikh beberapa waktu lalu yang dilakukan oleh seorang pria yang diduga ada hubungannya dengan supremasi orang kulit putih dan juga karena faktor ajaran agamanya. Anders Breivik, pria yang membunuh 77 orang di Norwegia pada tahun 2011 melakukan kejahatannya didorong oleh sentimen anti-Islam. Ajaran-ajaran semacam itu dan sentimen terhadap Islam tersebut diijinkan untuk ditampilkan dan dipromosikan dalam negara liberal Barat di bawah premis kebebasan berekspresi.
Bahkan terkait depresi dan bunuh diri, tingginya kejadian-kejadian depresi dan bunuh diri di negara-negara sekular menegaskan fakta bahwa masalah tersebut tidak hanya hasil dari penyakit psikologis, melainkan karena nilai-nilai buruk yang ada di masyarakat. Sebuah survei pada tahun 2011 oleh lembaga perempuan di Inggris Platform 51 telah menemukan bahwa hampir 1/3 dari wanita berusia di atas 18 telah mengkonsumsi obat anti-depresi. Ada lebih dari satu juta orang dilaporkan mencoba bunuh diri setiap tahun di Amerika Serikat, sementara di Inggris setiap dua jam ada 1 orang yang mengakhiri kehidupan mereka. Parahnya masalah yang disebabkan oleh Kapitalisme dan dominannya gaya hidup materialistik telah menghasilkan angka statistik yang mengejutkan. Selain itu, kekosongan spiritual yang dihasilkan dari faham sekular telah gagal memberikan jawaban yang jelas terhadap tujuan hidup atau arah yang jelas dalam cara hidup manusia. Hasilnya adalah kehidupan yang tanpa ketenangan, berbagai jalan menuju kecemasan, depresi atau bahkan bunuh diri. Oleh karena itu, yang layak dipersalahkan atas masalah masyarakat Barat adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan sistem hidupnya.
Apakah Barat mampu memecahkan masalah ini?
Negara-negara Barat yang terus menerapkan sistem liberal kapitalis tidak akan pernah mampu memecahkan masalah ini. Pasalnya, mereka gagal untuk memahami atau mengakui bahwa jurang masalah sosial dan moral yang menjatuhkan adalah ideologi mereka. Akibatnya, mereka hanya memperkenalkan berbagai hukum atau kebijakan baru dalam upaya untuk menekan jumlah kejahatan atau masalah sosial seperti meningkatkan hukuman penjara, menyediakan CCTV lebih banyak di jalan-jalan untuk menangkap penjahat, atau bahkan mengajarkan pendidikan seks untuk anak usia 5 tahun di tengah keputus asaan untuk mengurangi kehamilan di kalangan remaja putri akibat dari gaya hidup liberal perzinaan. Namun, ini hanyalah solusi tambal-sulam yang telah gagal untuk mengatasi akar penyebab masalah ini, yakni nilai-nilai liberal kapitalis.
Apa kontribusi Muslim di Barat untuk mengatasi masalah ini?
Banyak Muslim di Barat yang terlibat dalam diskusi dengan masyarakat luas di tingkat grass root, di kampus-kampus, lembaga dan media untuk meningkatkan kesadaran akan kegagalan cara hidup sekular kapitalis. Mereka juga berusaha menyajikan ideologi Islam sebagai model alternatif untuk memecahkan masalah politik, ekonomi, hukum, sosial dan moral umat manusia. Umat Islam juga berjuang untuk menghapus ide-ide sekular dan perilaku yang tidak sesuai Islam dari komunitas Muslim sendiri dan menanamkan nilai-nilai Islam untuk menyelesaikan masalah, yang sayangnya juga ada di kalangan umat Islam di Barat. Ada juga Muslim yang berkiprah sebagai pekerja sosial untuk pemuda, konselor sosial atau dokter dalam proyek pemulihan pecandu alkohol atau narkoba. Namun, meskipun inisiatif tersebut dapat membantu beberapa orang untuk mengatasi masalah mereka, mereka bekerja melawan arus kebangkrutan sosial sistemnya dan karenanya kiprah mereka, itu jelas tidak memberikan solusi nyata untuk krisis sosial ini.
Bagaimana Islam mengantisipasi dan mengatasi masalah ini?
Islam mendefinisikan dengan jelas tujuan hidup bukan untuk mendapatkan sebesar-besarnya kesenangan tetapi untuk menyembah Allah SWT dan untuk mendapatkan ridha-Nya (QS 51: 56).
Maka dari itu, perbuatan manusia tidak ditetapkan berdasarkan kepentingan pribadi atau keuntungan ekonomi, tetapi semata-mata berdasarkan perintah Allah. Prinsip inilah yang akan menghancurkan mentalitas materialistis yang dominan dan menumbuhkan pola pikir adanya pertanggung jawaban dalam setiap perbuatan kepada Zat Yang memiliki otoritas tertinggi. Hasilnya adalah kepribadian yang menjauhi individualisme; membenci rasisme dan nasionalisme; memperhatikan kebutuhan-kebutuhan keluarga mereka, orangtua dan tetangga; banyak membantu dan melindungi dhuafa, hormat terhadap orang lain; menghindari kegiatan kriminal atau tidak bermoral; menjalani hidup dengan rasa tanggung jawab; serta memperhatikan hak-hak orang lain dan masyarakat. Pasalnya, semua itu diperintahkan oleh Islam.
Islam menolak kebebasan. Islam menganggap kekacauan sosial adalah hasil perbuatan orang-orang menjalani hidup sesuai dengan keinginan/hawa nafsu mereka, sebagaimana Allah SWT jelaskan (QS al-Mu’minun: 71). Islam mendorong ketaatan kepada Sang Pencipta dan hukum-hukum-Nya, yang tercakup di dalamnya penolakan terhadap gaya hidup memuaskan nafsu dengan narkoba, alkohol dan hubungan di luar nikah. Islam juga memuji kesopanan dan kesucian. Islam memiliki seperangkat sistem sosial yang mengatur hubungan antara pria dan wanita untuk menjaga nilai-nilai mulia dalam masyarakat, yang mengantarkan pada penjagaan hubungan pernikahan, keutuhan keluarga dan hak-hak anak. Islam menolak prinsip korosif kapitalis yang menempatkan uang lebih tinggi daripada moral. Karena itu, Islam melarang eksploitasi dan devaluasi perempuan. Islam menetapkan bahwa perempuan adalah kehormatan yang wajib dijaga. Memberikan perlindungan kepada perempuan adalah kewajiban, dengan adanya hukuman yang berat bagi mereka yang menyakiti atau melanggar martabat perempuan.
Terakhir, berbeda dengan kepercayaan dan nilai-nilai hidup sekular yang cacat, Islam memberikan jawaban yang jelas tentang tujuan hidup manusia. Islam menolak filsafat sekular yang tidak rasional bahwa manusia (yang lemah dan terbatas dalam pengetahuan) dibandingkan dengan Al-Khaliq) berhak memutuskan bagaimana cara hidupnya atau bagaimana memecahkan masalah mereka (Lihat: QS 45:18).
Hasilnya, orang yang beriman menjalani hidup dengan ketenangan dalam hati mereka. Pengetahuan mereka menuntun melakukan tindakan yang benar dalam hidup dan mereka memecahkan masalah mereka dengan cara yang sehat.
Ketika keyakinan, nilai-nilai dan hukum sebagaimana di atas dilaksanakan pada level masyarakat sebagaimana terjadi dalam Negara Khilafah, warga merasakan kemaslahatan hakiki hidup di bawah sebuah tatanan sistem. Kejahatan, amoralitas, ketidakadilan, kemiskinan, perpecahan keluarga, pelecehan dan ketegangan antara orang-orang dari keyakinan yang berbeda bisa diminimalkan. Meluasnya depresi dan kecemasan bisa dicegah. Berbagai penderitaan yang terjadi dalam masyarakat kapitalis karena cacat nilai dan hukum buatan manusia bisa dihapuskan. Karena itu, sesungguhnya Islamlah obat mujarab untuk penyakit-penyakit dan kesehatan sosial yang buruk dari negara-negara Barat. Khilafahlah model/contoh sejati bagi dunia Muslim untuk menciptakan masyarakat progresif yang harmonis, aman, dan beradab. []