Ada hal yang menarik dan berbeda dengan aksi-aksi kaum Muslim sebelumnya, yaitu berkibarnya Bendera Islam, Panji Rasulullah saw., dalam aksi-aksi memprotes film murahan ‘The Innocent of Muslims’ yang menghina Rasulullah saw. Di Mesir, bendera Amerika di kedubesnya di Kairo disobek, digantikan dengan Panji La ilaha ilLalLah Muhammad Rasulullah. Hal yang sama terjadi di Yaman dan Tunisia. Kibaran panji tauhid yang berwarna hitam dan putih ini juga mendominasi aksi-aksi umat Islam di berbagai kawasan dunia mulai dari Timur Tengah, Asia termasuk Indonesia, Rusia, bahkan di jantung negara-negara kapitalis Barat.
Tidak seperti yang dituduhkan oleh Barat—lagi-lagi karena kedunguan mereka—bendera itu bukanlah bendera teroris, bukan pula simbol al-Qaida, ataupun Hizbut Tahrir. Bendera itu adalah al-Liwa dan ar-Rayah; bendera kaum Muslim; bendera yang dikibarkan oleh Rasulullah saw.; bendera Negara Khilafah yang insya Allah akan segera tegak.
Al-Liwa yang berwarna putih adalah al-‘alam (bendera) yang berukuran besar yang merupakan bendera Negara Khilafah. Ar-Rayah (yang berwarna hitam) adalah bendera yang berukuran lebih kecil, yang diserahkan oleh Khalifah atau wakilnya kepada pemimpin perang, serta komandan-komandan pasukan Islam lainnya. Ar-Rayah merupakan tanda yang menunjukan bahwa orang yang membawanya adalah pemimpin perang. Banyak riwayat (hadis) yang menyebutkan warna Al-Liwa dan Ar-Rayah, di antaranya: “Panji Peperangan (Ar-Rayah) Rasul saw. berwarna hitam, sedangkan benderanya (al-Liwa) berwarna putih.” (HR ath-Thabrani, al-Hakim dan Ibnu Majah).
Bendera yang bertuliskan La ilaha illalLah Muhammad Rasulullah adalah bendera yang merupakan simbol persatuan umat Islam atas dasar tauhid, yang menjadi bendera Negara Islam pada masa Rasulullah saw. dan para Sahabat. Bendera itu juga akan menjadi bendera Negara Khilafah yang mempersatukan umat Islam. Berkibarnya bendera ini dalam berbagai aksi menunjukkan keinginan umat Islam bersatu di bawah panji tauhid, bersatu di bawah Negara Khilafah.
Aksi penentangan ini sekaligus menunjukkan bahwa umat Islam ini adalah umat yang satu (umat[an] wahidah) yang masih memiliki keimanan dan syu’ur (perasaan) Islam yang tinggi. Mereka tidak rela Rasulullah saw. yang mulia dihinakan. Begitu mulianya, Allah SWT dan para malaikat pun bershalawat kepada beliau (Lihat: QS al-Ahzab [30]: 56).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, berkata Imam al-Bukhari, “Shalawat Allah kepada hamba-Nya adalah pujian-Nya kepada hamba-Nya (Rasulullah saw.) di sisi para malaikat, sedangkan shalawat para malaikat adalah doanya kepada beliau.”
Lantas bagaimana mungkin Rasulullah saw. yang dimuliakan oleh Allah SWT dan didoakan oleh para malaikat dibiarkan dihinakan oleh manusia-manusia keji seperti Sam Belice, Salman Rushdie, atau Geert Wilders? Siapapun manusia yang masih normal, pastilah marah kalau orangtua atau anaknya dilecehkan. Apalagi ini Rasulullah saw. Beliau adalah sosok mulia yang kecintaan kaum Muslim kepada beliau wajib lebih tinggi daripada kecintaan kepada orangtua, anak-anak, bahkan manusia secara keseluruhan.
Negara-negara Barat, Pemerintahan Barat, tentu punya hubungan dengan semua ini. Maka dari itu, kita menolak tegas pandangan Menlu Indonesia Marty Natalegawa di Jakarta (17/09/ 2012) yang menyatakan film penista Islam tidak mewakili apapun. Kalimat ini sama persis dan hanya mengekor perkataan sang tuan, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, yang mengatakan bahwa negaranya sama sekali tidak terlibat dalam pembuatan film murahan tersebut.
Negara Amerika jelas terlibat! Pasalnya, pembuatan film murahan yang menghina Rasulullah saw. ini dilindungi oleh negara Amerika Serikat, dilegalkan oleh undang-undang negara itu, atas nama kebebasan berpendapat. Hillary dengan tegas mengatakan, “Kami tidak bisa menghentikan setiap warga negara yang mengekspresikan pandangan mereka, sekalipun itu tidak disukai.” Artinya, penghinaan ini dilegalkan oleh konstitusi Amerika atas dasar kebebasan berpendapat!
Perlu dicatat, penghinaan Amerika dan negara-negara Barat terhadap Islam bukanlah yang pertama kali. Pada 2010 seorang pendeta Florida, Terry Jones, secara terbuka menyerukan pembakaran al-Quran pada ulang tahun kesembilan 9/11. Tentara AS pada Februari 2012 membakar secara sengaja di Penjara Bagram di Afganistan 315 salinan materi keagamaan, termasuk al-Quran. Penghinaan terhadap al-Quran juga dilakukan di penjara-penjara kejam oleh tentara-tentara Amerika di Guantanamo. Semua ini menunjukkan upaya penghinaan Islam adalah hal yang sistematis dan merupakan kebijakan negara ini!
Hanya saja, berhenti pada kemarahan dan kecaman atas Amerika—meskipun ini baik dan harus dilakukan—tidak akan pernah menghentikan penghinaan terhadap Rasulullah saw. Kebijakan negara haruslah dilawan dengan kebijakan negara. Penghinaan ini digerakkan oleh kekuatan global negara-negara imperialis. Umat Islam juga harus melawannya dengan kekuatan negara global.
Negara-negara Barat dan sekutunya adalah negara yang terbiasa menggunakan kekuatan senjata dan militer. Mereka hanya mengenal bahasa perang dalam menghadapi kaum Muslim. Umat Islam juga harus menjawabnya dengan kekuatan militer. Di sinilah relevansi kebutuhan umat Islam akan Khilafah Islam. Negara Adidaya Global yang menyatukan umat Islam di seluruh dunia ini akan menggerakkan ratusan juta tentara-tentara negeri Islam; mengarahkan moncong senjata, tank dan pesawat yang dimiliki untuk membela kemuliaan Islam dan Rasulullah saw.
Negara Khilafah akan dipimpin oleh penguasa yang benar-benar melindungi Islam dan umat Islam; seperti Rasulullah saw. yang pernah mengusir Yahudi Bani Qainuqa’ dari Madinah karena mereka telah mengeroyok hingga membunuh seorang laki-laki Muslim yang membela kehormatan seorang Muslimah. Ketegasan yang sama ditunjukkan oleh Rasulullah saw. ketika memerintahkan pengepungan selama 25 hari pemukiman Yahudi Bani Quraidzah yang telah berkhianat kepada beliau dalam Perang Ahzab. Rasulullah saw. pun menghukum mati seluruh laki-laki Yahudi pengkhianat ini.
Bahkan ketegasan Khalifah masih tampak meskipun kondisi negara dalam keadaan lemah. Ini sebagaimana pernah ditunjukkan oleh Khalifah Abdul Hamid II terhadap Prancis dan Inggris yang hendak mementaskan drama karya Voltaire, yang menghina Nabi Muhammad saw. Ketegasan sang Khalifah, yang mengancam akan mengobarkan jihad melawan Inggris dan Prancis itulah yang akhirnya menghentikan rencana jahat itu sehingga kehormatan Nabi Muhammad saw. tetap terjaga. [Farid Wadjdi]