Bulan-bulan haji telah berlangsung. Jutaan kaum Muslim dari seluruh dunia berbondong-bondong melaksanakan ibadah haji dengan penuh sukacita. Anehnya, meski semuanya datang dengan pengharapan yang sama, yakni menjadi haji yang mabrur, tetap saja sebagian besar jamaah haji tidak memahami betul hikmah melaksanakan Rukun Islam yang kelima itu. Salah satu hikmah yang bisa kita ambil adalah mengingat kembali peristiwa saat Allah SWT meminta Khalilullah Nabi Ibrahim as. untuk menyembelih Nabi Ismail as., anak kandungnya sendiri. Ini adalahsebagai bentuk pembuktian ketaatan nabi yang mendapat gelar ulul ‘azmi tersebut kepada Allah SWT.
SubhanalLah! Tatkala melihat betapa Nabiyullah Ibrahim as. betul-betul melaksanakan perintah-Nya, meski perintah tersebut datangnya dalam mimpi, maka Allah SWT mengganti jasad Nabi Ismail as. dengan seekor domba. Inilah yang melatarbelakangi mengapa umat Muslim yang mampu, saat perayaan Idul Adha, diperintahkan untuk berkurban. Lalu apa hikmah yang bisa kita petik dan lakukan dari peristiwa ini?
Pertama: ikhlas dalam melaksanakan ketaatan. Kita tahu, memiliki anak adalah kebanggaan para orangtua. Begitu sayangnya, para orangtua akan berupaya mati-matian menjaga keselamatan buah hatinya. Menyembelih anak sendiri sungguh sangatlah sulit dilakukan walaupun hal tersebut atas perintah Allah SWT. Hanya orang yang benar-benar ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT yang mampu melaksanakannya. Nabi Ibrahim as adalah contoh kongkretnya. Berbeda halnya dengan kita, kadang berkurban pun masih sempat-sempatnya ingin pamer ketaatan kepada manusia. Na’udzubilLah.
Kedua: optimal. Namanya juga membuktikan ketaatan kepada Allah SWT, tak mungkin hanya setengah-setengah atau alakadarnya. Banyak sekali firman Allah SWT yang menyinggung masalah pengorbanan dalam pembuktian ketaatan. Misalnya Allah SWT berfirman (yang artinya): Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS at-Taubah [9]: 24).
Betul. Begitulah seharusnya pembuktian ketaatan tersebut, yakni berkorban apa saja termasuk mengorbankan nyawa sendiri di jalan Allah SWT.
Ketiga: totalitas. Ketaatan seseorang kepada Allah SWT akan membuat dirinya senantiasa melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan segala yang Dia larang. Tidak bisa hanya melaksanakan sebagian perintah, namun abai dalam melaksanakan perintah yang lain; atau meninggalkan separuh bagian larangan, namun gemar melakukan larangan yang lainnya. Nah, salah satu bentuk ketaatan kita adalah melaksanakan dakwah Islam dengan tujuan melanjutkan kembali kehidupan Islam.
Oleh karena itu, saya mengajak sahabat sekalian sebagai sesama aktifis dakwah Islam untuk betul-betul melaksanakan dakwah melanjutkan kehidupan Islam ini atas dasar dorongan akidah dengan penuh keikhlasan, optimal dan total. Saatnya berjuang mengembalikan kejayaan Islam dibawah naungan Khilafah yang dijanjikan Allah SWT.
WalLahu a’lam bi ash-shawab. [Jun Kirigara; Aktivis Gema Pembebasan Bandung]