Zionis Yahudi penjajah kembali menunjukkan kebiadabannya. Pada pertengahan November kemarin, dalam hitungan 48 jam, Israel melakukan 400 kali serangan udara. 22 muslim Palestina (insya Allah) syahid. Lebih dari 200 orang terluka. Pada hari kelima serangan biadab ini jumlah korban yang terbunuh bertambah menjadi 69 orang, yang terluka 660 orang. Jumlah korban ini kemungkinan terus bertambah, kecuali ada aksi nyata untuk menghentikan penjajah Yahudi ini. Banyak di antara korban adalah anak-anak. Serangan penjajah Yahudi ini menyebabkan syahidnya komandan al-Qassam, Ahmad Jabari. Pejuang Palestina dengan senjata apa adanya, yang tidak seimbang, melakukan perlawanan nyata terhadap pasukan Zionis.
Pertanyaannya mengapa pembunuhan masal terhadap umat Islam Gaza ini terus berulang? Sebelumnya pada tahun 2009 lebih 1.500 orang tewas dalam serangan massif terhadap Gaza dalam tempo seminggu. Pasukan Zionis Yahudi bukanlah pasukan yang pemberani. Lalu mengapa mereka terus dengan sombong menyerang umat Islam.
Kepengecutan para penguasa negeri Islamlah faktor penyebabnya. Mereka tahu persis, apapun yang mereka lakukan terhadap umat Islam di Gaza—membunuh ribuan orang atau lebih, tidak peduli anak-anak atau ibu-ibu, dengan senjata kimia dan bom yang dahsyat—para penguasa negeri Islam tidak akan melakukan tindakan kongkret yang membahayakan mereka.
Mereka tahu para pemimpin negeri Islam hanya sibuk beretorika membela Palestina; atau melakukan tindakan yang tidak membahayakan eksistensi mereka, seperti memberikan bantuan pangan dan obat-obatan; atau berpura-pura mengecam dan berselisih pendapat di depan umum dan media dengan Zionis Yahudi.
Itulah yang dilakukan Presiden Mesir Mursi dengan mengirim perdana menterinya ke Gaza. Dalam kunjungan singkat ke Jalur Gaza Perdana Menteri Mesir, Hisham Qandil, menyerukan kepada Israel untuk menghentikan serangan udara ke wilayah itu. Hisham Qandil mengadakan kunjungan singkat selama sekitar tiga jam guna menunjukkan solidaritas terhadap rakyat Palestina pada Jumat, 16 November. Israel tentu tidak peduli dengan kedatangan Qandil. Israel tetap menyerang Gaza.
Lihat pula yang dilakukan Presiden Turki Abdullah Gul pada hari Jumat (16/11) yang sebatas retorika menyatakan keprihatinannya. Demikian pula Presiden Iran, Ahmad Dinejad, yang juga hanya sibuk beretorika menyerang Israel.
Tidak ada yang ditakuti oleh penjajah Zionis ini kecuali dikirim jutaan tentera dari negeri-negeri Islam membela dan membebaskan Gaza dan Palestina secara keseluruhan yang dicengkeram oleh penjajah Yahudi. Pengiriman tentara yang melakukan jihad fi sabilillah memerangi tentara Yahudi yang pengecut itulah yang akan mengancam eksistensi penjajah ini. Pengiriman tentara ini yang merupakan aksi nyata yang harus dilakukan oleh penguasa yang memiliki tentara, bukan retorika.
Mengapa para penguasa ini diam? Sebabnya, hampir semua penguasa negeri-negeri Islam itu adalah antek-antek Amerika. Amerika sendiri telah menggariskan dengan tegas kebijakannya terhadap Israel: melindungi penjajah ini dengan cara apapaun. Semua kebijakan para pemimpin Amerika mereka sama: melindungi eksistensi penjajah zionis Yahudi ini. Antek-antek Amerika ini sampai kapan pun, kecuali mereka kembali berpegang teguh pada Islam dan memiliki keberanian, tidak akan melewati garis kebijakan sang tuan.
Alih-alih mengirimkan pasukan tentara, para penguasa itu, langsung atau tidak langsung, berada pada posisi untuk menjaga eksistensi zionis. Hingga saat ini Turki masih menjalin hubungan diplomatik dengan Israel meskipun elit-elit Turki sering membangun wacana anti Israel di media.
Presiden Mursi, meskipun berasal dari Ikhwanul Muslimun yang dalam sejarahnya tegas terhadap Yahudi, tetap menjalin hubungan diplomatik dengan penjajah zionis ini. Bahkan Mursi pernah mengirim surat diplomasi yang bernada bersahabatan dengan menyebut Shimon Peres sebagai ‘azîzî wa shadîq al-‘azhîm (tuanku dan temanku yang mulia)” dan menutupnya dengan tanda tangannya di bawah kalimat “shadîqikum al-wafî (teman baikmu)”.
Surat yang menggegerkan ini diakui asli oleh Juru Bicara Presiden Mesir, Yassir Ali. Surat ini juga membuat Ahmad al-Hamrawi, salah seorang pemimpin senior Ikhwanul Muslimun di Alexandria, mengundurkan diri dari jamaah pada sore tanggal 22/10 sebagai bentuk protes terhadap surat ini dan menyatakannya sebagai bentuk penghianatan kepada agama dan negara.
Berkaitan dengan serangan Gaza ini kita perlu memperhatikan seruan Hizbut Tahrir yang menegaskan antara lain:
Sesungguhnya kenyataan yang dirasakan oleh setiap yang berakal dan jujur bahwa rezim-rezim boneka Amerika dan Barat itu ada hanya untuk melindungi entitas Yahudi dan untuk melakukan konspirasi terhadap rakyat, seperti yang terjadi di Qatar baru-baru ini, melalui pembentukan koalisi internal revolusi yang dengan jelas dibuat oleh Amerika dan Eropa untuk dijadikan alternatif bagi rezim penjahat Assad dalam mempertahankan kepentingan Barat dan entitas Yahudi. Jadi, bagaimana mungkin rezim-rezim yang melakukan konspirasi terhadap rakyatnya sendiri ini akan mengirim tentaranya untuk membebaskan Palestina, menolong warga Gaza atau kaum Muslim lainnya yang sedang meminta tolong.
Reaksi seharusnya terhadap agresi Yahudi yang tiada henti ini adalah dengan mengirim tentara untuk menolong rakyat Palestina, melenyapkan entitas penjahat Yahudi, serta mengembalikan Palestina dan rakyatnya ke dalam pangkuan negara Islam. Sementara itu, bagi para pemimpin militer, setelah mereka menyadari pengkhianatan para politisi penguasa terhadap mereka dan umat Islam, maka mereka harus melengserkan para penguasa itu, dan membaiat seorang imam (khalifah) yang akan memimpin mereka berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, serta yang akan memimpin mereka di medan jihad untuk membebaskan Palestina dan semua negeri-negeri Islam yang tengah diduduki. Untuk itulah, Hizbut Tahrir beraktivitas di tengah-tengah kalian dan bersama-sama kalian, maka tolonglah Hizbut Tahrir agar Islam dan kaum Muslim meraih kembali kemuliaannya, sebaliknya kekufuran dan orang-orang kafir menjadi terhina, insya Allah.
Sekali lagi Hizbut Tahrir menegaskan bahasa yang dikenal dan dimengerti oleh penjajah Yahudi ini adalah peperangan, bukan retorika, diplomasi atau harapan perdamaian tak berujung. Di sinilah pentingnya Khilafah Islam yang terus menerus diserukan oleh Hizbut Tahrir untuk mempersatukan Dunia Islam dan menggerakkan jutaan tentara negeri Islam. Khilafah inilah yang akan menggantikan rezim-rezim antek Barat yang bersikap pengecut. Khilafah bersama tentaranya inilah yang dengan nyata bisa membungkam dan mengusir penjajah Zionis ini dari bumi Palestina yang dirahmati Allah SWT! [Farid Wadjdi]