Sepanjang 2012, kondisi Dunia Islam masih sangat memprihatinkan. Di negeri sendiri, mereka dijegal untuk bisa menerapkan syariah Islam. Di kawasan di mana Muslim minoritas, mereka dihinakan oleh mayoritas kafir. Amerika Serikat memiliki peran yang besar dalam pergolakan di berbagai belahan Dunia Islam.
Arab Spring
Revolusi Arab (Arab Spring) dimulai pada bulan Januari 2011. Pergolakan ini berawal dari Tunisia, meluas ke Mesir hingga akhirnya melanda sebagian besar dunia Muslim. Perubahan rezim hanya terjadi di Libya, sementara di Mesir dan Tunisia, para penguasanya mungkin berganti. Namun, rezim lama sebenarnya masih tetap berkuasa. Penyebabnya adalah campur tangan kekuatan asing terutama Amerika Serikat (AS).
Pergolakan di Arab tentu saja sangat mengkhawatirkan AS. Karena itu, AS dan sekutunya berusaha untuk mengontrol perubahan di Arab dengan membajaknya. Melalui penguasa baru yang tidak lain adalah antek AS, berbagai kebijakan AS untuk membajak perubahan hingga sejalan dengan kepentingan AS bisa direalisasikan. Visi perubahan AS untuk Arab Spring—berupa sekularisme berbalut Islam—dengan menggiring perubahan ke arah demokratisasi (negara demokrasi sekular) bisa diwujudkan.
Visi ini cukup sukses, paling tidak hingga saat ini, dalam menyesatkan sebagian umat Islam yang tidak sadar menganggap ide-ide demokrasi dan sekular itu sejalan dengan Islam.
AS Gagal di Suriah
Namun, strategi AS ini tidak berjalan di Suriah. Hingga saat ini AS belum mendapatkan pengganti yang mapan untuk rezim Assad. Apalagi pasukan perlawanan rakyat Suriah di lapangan didominasi kelompok Mujahidin yang menyerukan penegakan syariah dan Khilafah di Suriah, dan menolak sistem demokrasi yang ditawarkan AS.
Sekutu terdekat AS, Israel, takut bukan main setelah melihat gabungan kelompok Mujahidin Suriah yang berperang langsung melawan rezim bengis Assad, sekaligu menolak Koalisi Nasional untuk Revolusi Suriah dan Pasukan Oposisi, aliansi baru yang dibentuk pada pertemuan di Qatar pada 11 November 2012 lalu. Berbagai upaya telah dicoba oleh AS Serikat untuk membajak perlawanan rakyat Suriah agar tetap dalam kerangka kepentingan AS. Namun, semua upaya AS telah gagal.
Mesir Tetap Sekular
Majelis Konstituante Mesir mempertahankan pokok-pokok hukum Islam sebatas sebagai sumber utama hukum. Hal ini tampak dalam pasal 2 RUU Mesir yang menyatakan: Islam adalah agama negara, bahasa Arab merupakan bahasa resmi negara dan prinsip-prinsip syariah Islam menjadi sumber utama pembuatan hukum.
Majelis Konstituante berarti mempertahan-kan posisi hukum Islam sama seperti rezim diktator Husni Mubarak. Penggunaan prinsip-prinsip syariah Islam (bukan secara tegas menyatakan syariah Islam) dan menjadikannya sebagai sumber hukum utama (bukan satu-satunya sumber hukum) menunjukkan bahwa Mesir bukanlah Negara Islam.
Penegasan Mesir bukan Negara Islam tampak dalam draft RUU ini yang mengokohkan Mesir sebagai negara republik dengan sistem demokratis. Dalam pasal pertama ditegaskan: Republik Arab Mesir adalah negara berdaulat yang independen, bersatu dan tidak bisa dipecahbelah, dan merupakan negara dengan sistem demokrasi.
Palestina Tetap Menderita
Zionis Yahudi penjajah kembali menunjukkan kebiadabannya. Setelah membombardir Gaza, sejak Senin (11/11/2012), delapan hari kemudian Israel pun menghentikan serangannya, Selasa (20/11/2012). Serangan ke Gaza ini dihentikan setelah menghancurkan lebih dari 60 masjid, dan menewaskan ratusan korban penduduk sipil di sana. Lebih dari seribu orang yang terluka. Serangan Israel ini adalah yang kesekian kalinya setelah serangan pada 2009 di mana ketika itu lebih 1.500 orang tewas dalam serangan massif dalam tempo seminggu.
Keberanian Israel menyerang Gaza ini karena mereka tahu persis, apapun yang mereka lakukan terhadap umat Islam di Gaza, para penguasa negeri Islam tidak akan melakukan tindakan kongkret yang membahayakan mereka. Mereka tahu para pemimpin negeri Islam hanya sibuk beretorika membela Palestina; atau melakukan tindakan yang tidak membahayakan eksistensi mereka, seperti memberikan bantuan pangan dan obat-obatan.
Diamnya para penguasa Muslim itu terjadi karena hampir semua penguasa negeri-negeri Islam itu adalah antek-antek AS. AS sendiri telah menggariskan dengan tegas kebijakannya terhadap Israel: melindungi penjajah ini dengan cara apapun. Maka dari itu, tidak ada yang ditakuti oleh negara Zionis ini jutaan tentara yang dikirim dari negeri-negeri Islam untuk menyerang mereka. Inilah satu-satunya bahasa yang dikenal dan dimengerti oleh penjajah Yahudi ini.
Adapun peningkatan status Palestina dari ‘entitas’ menjadi ‘negara anggota PBB’ tidak akan membawa perubahan yang nyata bagi Palestina. Status baru ini tidak lebih dari sekadar penyesatan politik yang akan memperpanjang penderitaan rakyat Palestina.
Pangkal persoalan di Palestina sesungguhnya adalah keberadaan ‘entitas’ zionis Yahudi yang telah menjajah Palestina, mengusir, dan melakukan pembunuhan masal terhadap umat Islam di sana. Segala bentuk solusi yang tidak mengarah kepada persoalan pokok ini yaitu mengusir keberadaan penjajah di sana, bukanlah solusi yang sejati.
Derita Muslim Rohingnya
Muslim Rohingya kembali menjadi sasaran kezaliman rezim Budha Myanmar. Menurut Kaladan Press Network dalam kerusuhan terakhir (21/10/12) antara Rohingya dan Rakhine di Arakan State lebih dari 360 Muslim rohingya dibunuh dan 3500 rumah hancur. Lebih dari 20 ribu orang menyelamatkan diri keluar dari Myanmar.
Pembantaian ini bukanlah yang pertama kali. Pada kerusuhan Juni yang lalu puluhan ribu kaum Muslim terpaksa keluar mengungsi dari rumah mereka.
Arakan, wilayah yang menjadi mayoritas Muslim Rohingya tinggal, sudah ada bahkan sebelum Negara Burma lahir setelah diberi kemerdekaan oleh Inggris pada tahun 1948. Kaum Muslim di sana telah berabad-abad tinggal sebagai Kesultanan Islam yang merdeka. Para sejarahwan menyebutkan bahwa Islam masuk ke negeri itu tahun 877 M pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid.
Pembantaian yang berulang yang terjadi di Arakan menunjukkan betapa butuhnya kita akan sistem Khilafah yang akan melindungi kaum Muslim di seluruh dunia dan membebaskan negeri-negeri Islam yang tertindas. Kita tak bisa lagi berharap kepada penguasa Muslim yang ada.
AS Tetaplah Penjajah
Terpilihnya kembali Obama menjadi presiden AS untuk priode yang kedua menimbulkan reaksi yang beragam. Ada yang menyambut positif, terutama dari sekutu AS. Namun, tidak demikian dengan korban pesawat tanpa awak (Drone) di Pakistan dan Afganistan. Mereka sangat membenci Obama.
Politik luar negeri AS terhadap Dunia Islam memang tidak akan pernah berubah. AS tetaplah penjajah, siapapun presidennya. Di bawah kepemimpinan Obama, AS tetap melanjutkan penjajahan ekonominya di Dunia Islam termasuk Indonesia. AS menggunakan tekanan politik untuk tetap bisa merampok kekayaan alam Indonesia dengan memperpanjang kontrak Freeport di Papua dan Chevron di Siak Riau yang berakhir November 2012.
Untuk memperkuat cengkeraman penjajahannya di Indonesia, di bawah Obama, AS juga membangun kembali gedung Kedubesnya di Jakarta menjadi sepuluh tingkat seluas 3,6 hektar, yang mampu menampung ribuan orang. []