HTI

Refleksi (Al Waie)

Pendidikan: Pendidikan Gagal Remaja Makin ‘Nakal’

Jumlah remaja di seluruh Indonesia tercatat lebih dari 70 juta jiwa atau 13 kali lipat dari jumlah penduduk Singapura.  Jumlah penduduk usia muda yang relatif besar merupakan unsur prestise suatu bangsa, modal besar untuk kemajuan dan kebangkitan.  Tentu dengan catatan, apabila mereka mempunyai kepribadian dan kualitas hidup yang baik. Sayangnya, sepanjang tahun 2012 kabar dari dunia remaja yang mengisi headline media massa justru didominasi oleh berita miring dan negatif. Kasus kenakalan remaja dengan berbagai bentuk tak henti-hentinya menjadi trending topik, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Berbagai tindakan remaja yang menyimpang itu sudah melampaui batas dan sudah menjurus pada tindakan kejahatan atau kriminalitas. Maraknya tawuran yang menimbulkan banyak korban, maraknya pornografi dengan pelaku utama remaja, merebaknya seks bebas dan pelacuran di bawah umur ditambah dengan aborsi sebagai dampak ikutannya hingga ratusan ribu kasus di seluruh Indonesia, pemakaian narkoba yang meningkat pesat di kalangan remaja dan sebagainya, jelas tidak bisa dianggap sebagai sebuah kenakalan biasa. Semua itu layak disebut sebagai tindakan kejahatan atau kriminalitas.

Salah satu “kenakalan” remaja yang paling menonjol di tahun 2012 adalah maraknya geng motor. Kebrutalan geng motor telah membuat tidak sedikit warga yang menjadi korban, baik hanya sekadar luka atau bahkan sampai kehilangan nyawa.

Kejadian lain yang membuat miris hati, pada hari Kamis (26/04/2012) di Jakarta usai menjalani ujian nasional (UN), sejumlah pelajar terlibat tawuran massal. Mereka saling serang dengan menggunakan bambu, ikat pinggang berkepala besi, dan senjata tajam lainnya. Tawuran juga terjadi di Cipinang Muara, Duren Sawit. Warga mengejar para pelajar yang hendak tawuran hingga ke arah permukiman.

Kenakalan remaja kembali menjadi salah satu pusat perhatian masyarakat pasca terjadinya tawuran pada tanggal 24 September 2012 antara pelajar SMAN 70 dengan SMAN 6 yang menewaskan Alawi Yusianto, siswa kelas X SMA 6. Tawuran pelajar seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perilaku pelajar. Data KPAI menunjukkan pada tahun 2012, sebanyak 103 pelajar menjadi korban tawuran antarpelajar di wilayah Jabodetabek. Dari jumlah tersebut 17 orang meninggal dunia, 39 orang mengalami luka berat serta 48 orang mengalami luka ringan. Jumlah kasus tawuran ini meningkat dari 96 kasus pada tahun 2011 menjadi 103 kasus pada tahun 2012. (Kompas.com/27/09/2012).

Penyalahgunaan narkoba juga marak. Prevalensi penyalahgunaan narkoba dalam penelitian BNN dan Puslitkes UI, pada 2005 terdapat 1,75 persen pengguna narkoba dari jumlah penduduk di Indonesia. Prevalensi itu naik menjadi 1,99 persen dari jumlah penduduk pada 2008. Tiga tahun kemudian, angka sudah mencapai 2,2 persen. Pada 2012, diproyeksikan angka sudah mencapai 2,8 persen atau setara dengan 5,8 juta penduduk (Kompas.com, 31/10/2012). Sebanyak 50 – 60 persen pengguna narkoba di Indonesia adalah kalangan pelajar dan mahasiswa.

Akses internet yang sangat terbuka bagi para remaja menjadi sarana bagi mereka untuk mengakses media-media porno. Fenomena ini bukan saja hanya di kota-kota besar, namun juga sudah merambah ke daerah-daerah yang jauh dari perkotaan. Kegiatan menonton adegan-adegan porno membuat mereka penasaran dan tertantang untuk melakukannya. Walhasil, banyak kasus pornoaksi dan pornografi yang melibatkan remaja sebagai pelaku utamanya.

Di Depok Jawa Barat, misalnya, berdasarkan data Polres setempat, data kejahatan asusila yang dilakukan anak-anak di bawah umur paling banyak dibandingkan angka kejahatan lainnya, yang juga dilakukan anak-anak. Kadang-kadang sehari ada dua kasus. Rata-rata 10 kasus perbulan, termasuk di tingkat Polsek. Rata-rata karena pergaulan bebas, usianya SMP bahkan ada yang SD.

Seorang siswi kelas 6 SD di Depok, R (12) berhubungan intim dengan pacarnya, SY, yang berusia 21 tahun (Okezone.com, 25/5/2012).

Buah Pendidikan Sekular

Kondisi ini merupakan buah yang harus dipetik dari penerapan sistem pendidikan di negeri ini. Sistem pendidikan sekular kapitalis telah mengabaikan aspek pembentukan kepribadian dan karakter siswa. Sekolah sebagai institusi pendidikan alih-alih mencetak remaja yang berkualitas yang memiliki kepribadian yang kuat, namun justru menghasilkan remaja yang menciptakan banyak masalah. Kondisi ini dapat tergambar dari kasus dari laporan kecurangan UN 2012 yang diterima oleh Posko Pengaduan UN. Dari 1.500 laporan, 775 merupakan laporan kebocoran ataupun kecurangan saat ujian.

Faktor lainnya yang turut menghancurkan dunia pendidikan di Indonesia adalah maraknya korupsi di dunia pendidikan mulai pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, termasuk yang terjadi di sekolah-sekolah.  Secara nominal pada tahun 2012 ini anggaran pendidikan meningkat menjadi   Rp 286,56 triliun atau sekitar 20,20 persen dari total APBN Rp 1.418,49 triliun (tahun 2011 anggaran pendidikan Rp 248,98 triliun atau 20,25 persen dari total APBN Rp 1.229,56 triliun). Lalu berapa persen anggaran yang betul-betul termanfaatkan untuk meningkatkan pendidikan?

Lihatlah, masih banyak gedung-gedung sekolah yang sudah tidak layak dipergunakan sebagai tempat belajar karena tinggal menunggu roboh. Tentu selain tidak nyaman untuk belajar, juga dikhawatirkan bakal roboh. Padahal untuk menciptakan generasi yang cerdas dan berkepribadian Islam, selain kurikulum yang diajarkan juga fasilitas sekolah yang harus cukup baik.

Sebenarnya potret pendidikan remaja Indonesia tidaklah semuanya hitam, tidak sedikit prestasi yang dipersembahkan oleh generasi muda tersebut. Mereka sukses di berbagai perlombaan internasional. Potensi itu akan semakin berkembang jika perhatian Pemerintah terhadap dunia pendidikan itu lebih baik lagi, sementara sistem pendidikan yang ada sejatinya tidak lagi dilandasi prinsip kapitalisme sekular, tetapi didasarkan pada sistem pendidikan Islam. []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*