Permasalahan umat Islam terus datang. Kaum Muslim di berbagai belahan dunia mengalami krisis multidimensional. Lantas bagaimana solusi Islam terhadap persoalan ini?
Peraturan: Pangkal Persoalan
Apa persoalan atau sebab utama terjadinya berbagai kondisi buruk yang menimpa umat Islam itu? Pertanyaan ini penting diajukan untuk dapat memahami apa sebenarnya akar persoalan yang tengah dihadapi oleh kaum Muslim. Secara syar’i, Rasulullah saw. menyampaikan bahwa persoalan paling vital dalam kehidupan keumatan adalah persoalan hukum perundang-undangan. Nabi Muhammad saw.bersabda:
لَتَنْتَقِضُنَّ عُرَى اْلإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا اِنْتَقَضَتْ عُرْوَةُ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلَيْهَا فَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا: اَلْحُكْمُ وَآخَرُهُنَّ: اَلصَّلاَةُ
Sungguh buhul-buhul Islam akan lepas buhul demi buhul. Ketika lepas satu buhul, masyarakat berpegang pada buhul berikutnya. Buhul pertama yang akan lepas adalah hukum (pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat (HR Ibnu Hibban. Menurut Syuaib Arnut isnad-nya kuat).
Dalam hadis ini disebutkan bahwa hukum (pemerintahan) merupakan buhul pertama yang akan lepas dari umat Islam. Hal ini menunjukkan betapa urgen kedudukan hukum/pemerintahan.
Vitalnya kedudukan hukum dalam ini ditegaskan pula oleh Rasulullah saw. di dalam sabdanya:
إِقَامَةُ حَدٍّ مِنْ حُدُوْدِ اللهِ خَيْرٌمِنْ مَطَرِ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً فِيْ بِلاَدِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ
Penegakkan hukum Allah lebih baik daripada hujan empat puluh hari di negeri Allah ‘Azza wa Jalla (HR Ibnu Hibban, dengan sanad hasan).
Syarah hadis ini menyebutkan bahwa hudûduLlâh artinya adalah ahkâmu syar’ihi (hukum-hukum syariah-Nya). Penegakkan hukum syariah Islam itu demikian penting karena dapat mencegah manusia melakukan kemaksiatan, dosa, dan merupakan sebab terbukanya pintu-pintu langit dengan hujan. Sebaliknya, berdiam diri dari penerapan hukum syariah dan mengabaikannya menjadikan mereka berada dalam kemaksiatan. Hal ini merupakan sebab mereka disiksa dan kehancuran makhluk (Kitab Al-Ahadîts Mudzîlah bi Ahkâmi Syu’aib al-Arnuth ‘Alayhâ, XV/111).
Semakin jelas bahwa hukum yang buruk merupakan pangkal karut-marut kondisi umat. Ketika dalam ekonomi, sosial, politik dan budaya diterapkan hukum bukan Islam maka manusia akan mengalami krisis bahkan kehancuran. Itulah yang kini terjadi. Ekonomi diserahkan kepada asing disebabkan undang-undangnya sekular liberal. Begitu juga dalam persoalan lainnya.
Terkait masalah ini Allah SWT menegaskan bahwa yang harus diikuti adalah hukum Allah, bukan hukum Jahiliah buatan manusia (Lihat: QS al-Maidah[5]:50).
Abu Ubaidah an-Naji meriwayatkan dari al-Hasan bahwa Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang menghukumi bukan dengan hukum Allah, maka itu hukum Jahiliah (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qurân al-‘Azhîm, III/131).
Jelaslah, secara syar’i penyebabnya adalah tidak adanya penerapan syariah Islam. Karena itu, solusi mendasarnya adalah penerapan syariah Islam. Konsekuensinya, sekularisme dan segala derivasinya seperti demokrasi harus ditinggalkan. Bila tidak, sama dengan memelihara krisis.
Khilafah: Penerap Syariah, Penebar Kesejahteraan
Syariah sebagai sistem hukum dalam Islam akan terlihat hasilnya secara sempurna bila diterapkan secara kaffah, sementara penerapan syariah memerlukan penjaganya. Imam al-Ghazali berkata, “Agama itu adalah pondasi, sementara imam adalah penjaga. Apa saja yang tidak punya pondasi akan roboh dan apa saja yang tidak punya penjaga akan hilang.”
Pada sisi lain, penerapan syariah Islam secara kaffah hanya dapat dilakukan oleh Khilafah. Misalnya, untuk menghilangkan kasus pencurian di tengah masyarakat perlu diterapkan beberapa hukum seperti: (1) pendidikan untuk menanamkan akidah, hukum keharaman mencuri/memakan harta dengan batil, sikap tidak materialistik; (2) memberi keahlian melalui sekolah gratis; (3) pemerintah menyediakan lapangan kerja; (4) bagi mereka yang tidak dapat bekerja seperti jompo atau sakit harus diberlakukan hukum nafkah terhadap ahli waris; (5) penerapan hukum jaminan kebutuhan pokok sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya; (6) pendidikan, kesehatan, dan keamanan gratis; (7) bila karena terpaksa di musim paceklik bisa diterapkan hukum dispensasi mengambil makanan pada saat paceklik; (8) penerapan hukum zakat sebagai lorong penyelamatan bagi fakir miskin, dan (9) bila semua itu sudah dilakukan tetapi tetap seseorang mencuri maka berarti dia benar-benar bermasalah sehingga diterapkanlah hukum potong tangan sesuai hukum syariah atas dirinya. Apabila semua hukum tersebut diterapkan secara kaffah maka insya Allah pencurian akan tercegah. Begitu juga dalam persoalan lainnya.
Pertanyaannya adalah siapa yang akan menerapkan semua hukum tadi? Sistem mana yang akan menerapkan semuanya? Sistem sekular dengan demokrasinya tidak mungkin menerapkan hukum-hukum syariah Islam itu. Sistem ini bahkan menolaknya. Satu-satunya sistem yang dapat menerapkan Islam secara kaffah hanya sistem Islam, yakni Khilafah. Itulah yang disebut oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِىٌّ خَلَفَهُ نَبِىٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدِ وَسَتَكُونُ خُلَفَاء فَتَكْثُرُ
Bani Israil diurusi oleh para nabi. Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain menggantikan posisinya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudah aku dan yang akan ada adalah para khalifah yang banyak (HR al-Bukhari, Muslim dan Baihaqi).
Secara syar’i, Khilafah akan menjadi benteng bagi umat Islam. Khilafah akan menjaga darah, harta dan kehormatan kaum Muslim. Hal ini sesuai dengan sabda Junjungan umat Islam Muhammad saw., “Sesungguhnya Imam/Khalifah itu adalah benteng.” (HR Muslim, al-Baihaqi, Abu Dawud dan ad-Daruquthni). Bahkan Khilafah akan membawa kesejahteraan. Beliau menegaskan:
يَكُوْنُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِيْ خَلِيْفَةٌ يَحْثُوْ الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا
Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara berlimpah dan tidak terhitung banyaknya (HR Muslim).
Berdasarkan paparan di atas terlihat bahwa solusi global bagi permasalahan umat Islam adalah: campakkan sekularisme dengan segala macam turunannya seperti demokrasi; lalu terapkan syariah dalam sistem Khilafah di atas reruntuhannya.
Tantangan
Namun, tentu ada tantangan. Tantangan penerapan Islam di tengah-tengah kehidupan itu ada dua: internal dan eksternal. Tantangan internal berupa: (1) umat yang mayoritas belum memahami Islam; (2) belum adanya kesatuan yang solid antara kelompok-kelompok yang menginginkan tegaknya syariah Islam dan Khilafah; (3) adanya internal umat Islam sendiri yang menentang Islam akibat ketidaktahuan atau stigma.
Tantangan ini perlu diatasi dengan cara terus melakukan pembinaan (tatsqîf) baik intensif dalam halqah maupun kolektif dalam seminar, daurah dan bentuk lainnya.
Adapun tantangan eksternal dapat dikategorikan menjadi dua: dari dalam negeri dan luar negeri. Tantangan eksternal dalam negeri dapat berasal dari: (1) pengaruh asing yang ada di dalam negeri, antara lain budaya asing; (2) orang-orang yang terkena peracunan Barat; (3) penguasa yang tidak menghendaki Islam diterapkan. Tantangan ini perlu diatasi dengan cara membongkar rencana asing melalui kaki tangannya yang ada di dalam negeri (kasyful khuthath).
Tantangan eksternal berasal dari negara-negara penjajah. Untuk menghentikan Islam politik/Islam struktural AS melakukan beberapa hal:
a. Serangan pemikiran. Banyak sekali pemikiran-pemikiran kafir Barat yang dicekokkan ke dalam tubuh kaum Muslim seperti HAM, demokrasi dan sebagainya. Dengan serangan pemikiran seperti ini diharapkan umat Islam memiliki cara berpikir persis seperti mereka yang akhirnya tidak dapat lagi dibedakan antara Muslim dengan kafir. Umat terus membebek kepada negara-negara Barat pimpinan AS. Untuk itu pergolakan pemikiran tidak boleh berhenti.
b. Serangan untuk memperebutkan rakyat. Negara-negara Barat berupaya terus untuk memisahkan Islam dari umatnya. Umat Islam terus digiring untuk berada di pihak mereka. Caranya: (1) Dipropagandakanlah bahwa peradaban Barat itu peradaban yang luhur, maju, hebat, modern, serba luar biasa dan serba segala-galanya. Sebaliknya, Islam digambarkan sebagai kerendahan, tradisional, kemunduran, kuno dan hidup dalam Islam laksana hidup di jaman batu. Orang yang berjanggut dengan celana cingkrang, misalnya, dikategorikan sebagai ciri teroris. (2) Jauhkan umat dari para pengemban Islam. Dimunculkanlah isu terorisme untuk mendiskreditkan Islam. Tengok saja, setiap ada tindak kekerasan mesti pandangan langsung ditujukan kepada pihak Islam. Sebaliknya, kemungkinan bahwa teorisme dilakukan oleh pihak asing ditutup rapat-rapat. Masih ingat dalam benak umat Islam, saat George Bush berkata: “This Crusade, this war on terrorism, is going to take a along time. (Perang Salib, perang melawan terorisme, akan memakan waktu yang lama),” katanya. (BBC, 16/9/2001). Wakil Menhan AS urusan intelijen, Letjen William Boykin, juga pernah mengatakan, “The U.S. battle with Islamic terrorists as a clash with the devil (Perang melawan teroris Islam sama dengan perang melawan setan).” (VOA, 22/10/2003). Apa yang terjadi di Pakistan dan terakhir di Suriah merupakan contoh.
c. Serangan menipu masyarakat lewat penguasa. Melalui berbagai cara, AS dan negara kafir menjadikan penguasa negeri-negeri Muslim sebagai kaki tangannya. Utang luar negeri, Penanaman Modal Asing, organisasi internasional (PBB, WTO, dsb) merupakan sebagian teknik untuk menjeratnya. Diharapkan dengan ketundukan rakyat kepada penguasanya, sementara penguasa tunduk kepada Barat, maka berarti pula rakyat Muslim ditundukkan oleh AS dan negara kafir sekutunya. Hal ini bisa diatasi dengan cara membongkar rencana jahat penjajah asing serta melakukan perjuangan politik melalui upaya untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan negara kafir penjajah.
d. Serangan fisik/senjata. Ketiga jenis serangan tadi dipercaya sulit mencapai keberhasilan. Umat Islam tidak lagi serta-merta menerima apapun pemikiran yang berasal dari Barat. Umat juga tidak pro-Amerika. Penguasa pun semakin dikritisi oleh umat Islam. Akhirnya, AS menempuh jenis serangan terakhir, yaitu serangan fisik/senjata. Peristiwa di Irak dan Afganistan merupakan bukti nyata. Terakhir, langkah ini akan dilakukan di Suriah. Dalihnya, Suriah akan menggunakan senjata kimia. Bila ini benar-benar terjadi, jawabannya hanya satu: jihad!
Bagaimana dengan kemiskinan, kebodohan, pengangguran dan krisis lainnya? Semua ini sebenarnya merupakan akibat dari kerusakan sistem dan perundang-undangan. Masalah ini harus diatasi dengan cara mendudukkannya sesuai dengan realitasnya. Masalah-masalah tersebut diselesaikan sambil jalan, sesuai dengan kemampuan, namun fokus perubahan adalah menerapkan syariah secara kaffah dalam sistem Khilafah. Dulu, Rasulullah fokus pada dakwah. Apabila ada sahabatnya miskin, diatasi sesuai dengan kemampuan. Setelah beliau berhasil berkuasa di Madinah, barulah beliau menyelesaikan persoalan kemiskinan, dsb dengan tindakan yang sistematik.
Optimis
Sekalipun tantangan tidak kecil, tetap harus optimis. Tidak boleh putus asa terhadap rahmat Allah. Tidak ada kemenangan turun dari langit, dibawa begitu saja oleh para malaikat-Nya. Perjuangan dan kerja keras penuh kesungguhan tak boleh berhenti di tengah jalan. Apalagi kemenangan hanya tinggal menunggu waktu saja seperti yang dikabarkan dalam al-Quran surat an-Nur [24] ayat 55. Jadi, secara syar’i optimis merupakan suatu kemestian. Apalagi kemenangan itu pasti datang. Sesuatu yang pasti datang itu dekat. Rasulullah saw. dalam khutbahnya sering mengatakan:
كُلُّ مَا هُوَ آتٍ قَرِيْبٌ لاَ بُعْدَ لِمَا هُوَ آتٍ
Semua yang pasti datang adalah dekat. Tidak ada istilah jauh untuk apa yang pasti datang (HR Baihaqi).
Di sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa potensi dakwah cukup besar: ajaran Islam yang genuine; perkembangan Islam yang terus meningkat; dan kebobrokan negara besar Kapitalisme semakin tampak. Bahkan perjuangan penegakkan syariah dan Khilafah terjadi di hampir semua negara, dari Spanyol hingga Australia. Semua ini semakin memupuk sikap optimisme.
Optimisme pun terdorong oleh makin bermunculannya dukungan bagi perjuangan syariah dan Khilafah. Tokoh dalam berbagai kesempatan menunjukkan dukungannya. Banyak ulama yang makin yakin akan kebenaran syariah dan Khilafah. Pengusaha mendukung. Pelajar dan mahasiswa pun makin menunjukkan keinginannya hidup dalam Khilafah yang menerapkan syariah.
WalLahu a’lam bi ash-shawab. [Dr. Muhammad Rahmat Kurnia]