HTI

Galeri Opini (Al Waie)

Muslimah Bicara tentang Konferensi Perempuan

Konferensi Perempuan Internasional yang dilaksanakan di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta  Sabtu 22 Desember 2012  dihadiri oleh sekitar 1500 tokoh Muslimah dari berbagai belahan negara di dunia, mulai dari negara-negara di Asia, tentunya Indonesia, Malaysia, kemudian Afrika, Palestina, Inggris dan Australia. Di Indonesia sendiri, tokoh Muslimah yang  memadati konferensi ini berasal dari berbagai daerah: Jawa, Kalimantan, Sumatera, Bali hingga Papua.

Semangat kebangkitan sangat terasa dalam perhelatan yang digagas Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia  bersama Central Media Office HT ini. Tema “Khilafah Melindungi Perempuan dari Kemiskinan dan Eksploitasi” dianggap sangat pas dan solutif terhadap kondisi perempuan saat ini. Berikut ini kutipan komentar para tokoh Muslimah peserta konferensi dari Nusantara.

Badriyah Munawwarah S.Ag (Wakil Ketua Bidang Dakwah dari Wanita Islam/WI Daerah Solo):

Tema yang diangkat di acara ini sangat cocok dengan kondisi saat ini (era Kapitalisme), saat perempuan merasa sengsara, terhina dan dieksploitasi karena sistem ini. Harapan setelah acara ini adalah akan terbentuk kesadaran di tengah-tengah umat bahwa satu-satunya solusi adalah syariah dan Khilafah yang akan menghapuskan kemiskinan dan eksploitasi.

Peran perempuan tidak berbeda dengan laki-laki, yaitu untuk mengubah pemikiran umat. Dari seorang perempuan Muslimah seharusnya akan dihasilkan anak-anak yang shalih dan shalihah yang sama-sama berjuang menerapkan syariah dan Khilafah.

Ibu Hj. Irena Handono (Kristolog dan Mubalighah):

Ini adalah acara besar dan dengan pertolongan Allah bisa sukses, wadah konkrit bagi Hizbut Tahrir untuk menyadarkan umat. Umat belum tentu kenal dekat atau tahu persis dengan potensi mereka yang luar biasa. Sekarang bagaimana cara kita menyadarkan dan menggaungkan opini ini.

Masyarakat kita sudah banyak meninggalkan sirah Rasulullah saw. Mereka pun tak tahu sejarah Khilafah. Padahal hilangnya Khilafah belum satu abad. Ide Barat masuk ke masyarakat. Sejarah Islam banyak ditutupi dan tidak dijabarkan. Islam digambarkan sebagai nilai-nilai lokal, sedangkan demokrasi mendunia.

Penerapan Khilafah di Indonesia mungkin bila Allah SWT berkenan, WalLahu alam.

Dr. Nikmatuzzahrah (Kaprodi Teladan Nasional 2011, Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR, Anggota Senat Akademik UNAIR):

Tema yang diangkat dalam acara KPI sangat bagus karena temanya terkait dengan permasalahan perempuan yang ada di Indonesia. Selain itu, di acara ini juga dibahas mengenai permasalahan eksploitasi wanita dan kemiskinan yang merupakan permasalahan riil yang ada di seluruh dunia.

Setelah acara KPI ini semoga banyak Muslimah yang sadar akan permasalahan yang ada di sekitarnya dan mau mencari solusi tuntas dari masalah ini. Dalam konferensi ini telah dibahas secara jelas bagaimana konsep Islam mampu untuk mengentaskan kemiskinan, mengentaskan ekploitasi wanita dan memberikan kemuliaan bagi perempuan. Dengan semakin banyak wanita yang sadar, seharusnya pemerintah dan sistem bisa menggerakkan dan memuliakan perempuan.

Fakta yang ada menunjukan bahwa perempuan saat ini tidak sadar. Secara tidak langsung mereka berpersepsi bahwa wanita yang sukses itu adalah ketika perempuan bekerja. Padahal sebenarnya tidaklah demikian.  Kesuksesan seorang Muslimah adalah kesuksesan ketika mereka menjadi istri yang shalihah, ibu bagi anak-anaknya dan ibu generasi. Harapan saya, perempuan sadar bahwa   mereka harus keluar dari konsep Barat yang ada dalam benak mereka saat ini. Muslimah seharusnya sadar bagaimana sistem Kapitalisme akan semakin mengekang mereka ketika mereka bekerja di luar rumah bahkan tak jarang mereka mengalami eksploitasi.

Wanita Muslimah seharusnya sadar  dengan kondisi ini. Dengan kesadaran tersebut, diharapkan sistem Kapitalisme akan hilang dan sistem Islam akan tegak kembali.

Konsep partisipasi penuh saat ini adalah suatu hal yang menjebak. Pasalnya, partisipasi penuh diartikan sebagai wanita harus bekerja penuh keluar rumah untuk menghasilkan uang. Wanita Muslimah harus sadar dan tidak terjebak dengan arus sekularisme dan Kapitalisme yang diemban oleh Barat. Muslimah juga seharusnya sadar untuk kembali ke fitrah kewanitaannya.

Mudah-mudahan acara KPI ini bisa bermanfaat, berkah dan membawa kemuliaan Islam yang dijanjikan.

Nunung Isnaini D (Staf dan Pengajar UIN):

Tema yang diangkat dalam acara ini bisa menggugah masyarakat untuk sadar dengan isu ini. Saya termotivasi untuk datang ke acara KPI supaya mendapatkan solusi terkait permasalahan ini yang bisa disebarkan kepada masyarakat.

Penyebab utama masalah perempuan disebabkan karena Pemerintah abai akan hak dan kewajiban Muslimah.  Saya bekerja juga karena tuntutan dan keterpaksaan.  Secara naluriah, sebagai seorang Muslimah saya ingin menjalankan peran utama sebagai ummu wa rabah bayt. Namun, sistem yang diterapkan saat ini menjadikan kondisinya dilematis. Menjadi wanita karir tidak menjamin terpenuhinya kebahagiaan seorang wanita, karena pada faktanya di lingkungan kerja juga terdapat banyak hal yang memberatkan seorang Muslimah.

Farah Arfi (Mahasiswa Sastra Cina/FIB UI 2011; Aktivis BEM FIB, FORMASI dan FRM UI):

Konferensi ini tepat dan sesuai momentum karena tanggal 10 Desember Hari HAM, sehingga tema sesuai. Saat ini, banyak hak manusia yang belum terpenuhi dan banyak yang dieksploitasi, sedangkan kondisi perempuan juga harus menopang krisis ekonomi negara. Seorang intelektual juga seharusnya sadar dengan hal ini.

Di kampus, faktanya saat ini mahasiswa juga mulai memiliki ambisi untuk bersaing dengan laki-laki untuk menduduki suatu jabatan, Padahal mahasiswi berperan strategis bukan harus menjadi pemimpin saja karena malah banyak yang akhirnya menggadaikan idealismenya.

Setelah mengikuti acara KPI, pemikiran saya menjadi tercerahkan. Solusi yang ditawarkan merupakan solusi tuntas, yaitu solusi dari sistemnya. Sedangkan solusi yang ditawarkan saat ini, misal oleh LSM-LSM hanya solusi pragmatis. Saya sangat setuju  dan mendukung dengan perjuangan MHTI untuk mengubah pemikiran masyarakat. Sebab, yang membuat perempuan tertindas adalah akibat sistem yang diterapkan saat ini.

Dra. Hj. Hamidah Tanjung (Pengurus Persatuan dan Gabungan Pengajian Se-Kota Medan; Aktif di Muslimah Al-Washliyah Wilayah I Sumatera Utara):

Kami jauh-jauh datang dari Medan karena sudah mengetahui bahwa Muslimah HTI akan mengadakan acara di Jakarta, yang sifatnya internasional. Kami merasa tersentuh sekali bisa diundang untuk hadir oleh Muslimah HTI. Sebelum hadir dalam acara ini, kami di Medan sudah merasakan bahwa kami akan ikut ke manapun Hizbut Tahrir berada dan bergerak. Kami akan selalu ada di belakangnya. Itulah yang mendorong kami karena kami sudah tahu sekali tujuan Hizbut Tahrir sehingga hati kami tidak bisa dipisahkan lagi. Karena itu kami ingin hadir dan menyaksikan bagaimana acara yang dilaksanakan pada hari ini.

Syamsiah (Peserta dari Malaysia):

Beliau menceritakan bahwa kondisi perempuan di negaranya ternyata dalam kondisi harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (sandang, papan dan pangan).  Walaupun pertumbuhan ekonomi Malaysia secara nasional baik, pemenuhan hak ekonomi perindividu tidak merata sehingga pada akhirnya memaksa wanita untuk bekerja.  Bahkan ternyata, selain karena tuntutan kebutuhan sandang, papan dan pangan, perempuan pun terpaksa bekerja karena pendidikan mahal. Misalnya, di Malaysia menggunakan system student loan.

Beliau jauh-jauh datang ke acara ini dengan semangat ingin memberikan dukungan kepada MHTI untuk terus memperjuangkan Khilafah karena opini ini belum terlalu umum di Malaysia. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*