Kaum Muslim saat ini, walaupun telah memeluk Islam, dikuasai pemikiran, perasaan dan peraturan yang tidak islami. Mereka semata-mata menjadikan manfaat sebagai standar dalam kehidupannya. Karena itu tidak aneh jika pada saat mereka meyakini Islam, mereka juga menyerukan slogan-slogan demokrasi, kebebasan, kedaulatan rakyat, sosialisme dan sebagainya yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
Saat ini tidak ada satu pun negeri-negeri Islam yang menerapkan sistem dan perundang-undangan Islam secara kaffah. Wajar jika kaum Muslim di seluruh penjuru dunia ditimpa berbagai persoalan dalam seluruh aspek kehidupan. Krisis multidimensi yang semakin parah melanda kaum Muslim di seluruh penjuru dunia ini telah menginspirasi kemunculan berbagai upaya perubahan untuk mengembalikan Islam ke tengah-tengah kehidupan masyarakat, termasuk di Indonesia. Kesadaran sudah mulai muncul di kalangan kaum Muslim tertentu, bahwa biang keladi dari berbagai krisis yang terjadi tersebut disebabkan karena penerapan sistem kapitalis sekular di tengah-tengah kaum Muslim dan akibat jauhnya mereka dari nilai-nilai dan hukum-hukum Islam. Mereka juga memahami bahwa penerapan syariah Islam dalam naungan Khilafah adalah solusi tunggal permasalahan umat. Syariah Islam merupakan pilihan syar’i sekaligus rasional untuk diterapkan dalam rangka mengubah kezaliman menjadi keadilan di tengah-tengah umat manusia, menyingkirkan kejahiliyahan dan menggantinya dengan cahaya Islam. Fakta membuktikan, penerapan Islam tidak hanya membawa kesejahteraan bagi kaum Muslim, tetapi orang-orang non-Muslim pun dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam. Karena itu mewujudkan ‘masyarakat Islam’ yang tegak berdasarkan aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya menjadi tujuan utama yang diharapkan dan diperjuangkan oleh kaum Muslim saat ini.
Untuk merealisasikan syariah Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini, maka haruslah ada pengembanan dakwah untuk mengubah realitas masyarakat yang rusak menjadi masyarakat Islam. Ini merupakan kewajiban kaum Muslimah, karena ia juga merupakan bagian dari kaum Muslim secara keseluruhan. Ia tidak dapat memisahkan diri dari kehidupan masyarakat sebagai sebuah masyarakat yang berdiri sendiri (Lihat: QS at-Taubah [9]: 71). Sebagai bagian dari masyarakat, perempuan sebagaimana laki-laki bertanggungjawab terhadap corak kehidupan serta sehat-sakitnya masyarakat. Apalagi perempuan adalah ibu, pendidik yang pertama dan utama. Di tangannyalah terbentuk generasi handal harapan umat. Di tangannyalah tergenggam masa depan umat. Perempuan adalah tiang negara, yang menentukan tegak atau runtuhnya sebuah negara.
Karena itu merupakan suatu hal yang alami jika Islam sangat mendorong kaum Muslimah untuk senantiasa tanggap terhadap segala sesuatu yang ada di sekelilingnya (sadar politik), selain terus membekali kaum perempuan dengan pemahaman Islam yang benar. Senantiasa tersimpan dalam benak kita, bahwa Rasulullah menyediakan waktu dan tempat tersendiri untuk kajian kaum perempuan atau mengutus orang-orang tertentu untuk mengajari para perempuan bersama mahram-nya. Sangatlah jelas bahwa Islam mencerdaskan kaum perempuan, karena ia adalah juga bagian dari warga negara sebagaimana kaum laki-laki, keduanya bertanggung jawab untuk membawa umatnya kepada keadaan yang lebih baik.
Kiprah Perempuan Pada Masa Kejayaan Islam
Fakta menunjukkan bahwa secara kuantitas, perempuan merupakan separuh masyarakat. Perannya tentu tak bisa diabaikan. Bahkan sejarah peradaban manapun tak bisa dilepaskan dari peran perempuan. Peran kodratinya sebagai seorang individu, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga serta sebagai anggota masyarakat memiliki nilai politis dan strategis dalam membentuk, mewarnai dan melestarikan sebuah generasi. Wajar jika maju-mundurnya sebuah masyarakat selalu disandarkan pada sosok perempuan. Perempuan memang tiang negara.
Sejarah peradaban Islam pun menunjukkan hal demikian. Peran para shahabiyat radiyallahu ‘anhunna sangat besar dalam mengubah masyarakat Jahiliah yang sarat dengan kerusakan menjadi masyarakat Islam yang agung, digdaya dan sejahtera. Siapa yang tidak kenal Ibunda Khadijah ra. Selain sebagai istri dan ibu teladan, beliau adalah partner terbaik sekaligus pendukung utama dakwah Rasulullah saw. Ada juga Sumayyah ra. Sosok pribadi yang kuat, istri dan ibu yang rela menjadi martir dakwah sekaligus menjadi teladan terbaik dalam keteguhan memperjuangkan kebenaran. Ada sosok Asma Binti Abu Bakar ra., perempuan ‘pemilik dua ikat pinggang (dzatun nithaqain)’. Ia adalah seorang muhajirah yang cerdas dan pemberani, mengorbankan jiwa, raga dan hartanya hanya untuk Islam. Ia berperan penting bagi keberhasilan hijrah Nabi saw. Ia juga seorang istri dan ibu yang melahirkan generasi mumpuni sekelas Abdullah bin Zubair ra. Ada Khaulah Binti Tsa’labah ra. sosok perempuan tangguh berkesadaran politik tinggi yang selalu siap mengawal para pemimpin dalam menegakkan hukum Allah melalui keberaniannya melakukan koreksi. Ada Asma Binti Kaab ra. Satu di antara dua perempuan cerdas yang turut dalam peristiwa monumental berupa Pembaiatan Nabi saw. di Aqabah dan selalu tampil sebagai representasi kaumnya. Ada Nusaibah Binti Kaab ra., perempuan perkasa yang bersama suami dan anak-anaknya berulang-ulang turut berperang dan menjadi perisai Nabi saw. saat jihad fi sabilillah.
Tak terhitung lagi sosok-sosok perempuan lain yang berjasa besar dalam perubahan mewujudkan masyarakat Islam dan memelihara eksistensinya hingga umat Islam bisa tampil sebagai sosok masyarakat terbaik (khayru ummah) selama belasan abad. Tampilnya kekuasaan Islam (Khilafah) yang menebar rahmat di dua pertiga belahan dunia selama belasan abad itu juga membuktikan prestasi terbaik para ibu yang tak lain adalah kaum perempuan. Saat itu kaum perempuan berhasil menjadi arsitek terbaik bagi lahirnya generasi mumpuni, generasi mujahid dan mujtahid penegak peradaban mulia dengan kemajuan yang luar biasa di segala bidang.
Saat ini, ketika gambaran umat terbaik hilang dari kehidupan ini, maka di pundak kitalah terletak tanggung jawab yang besar untuk mengembalikan umat kepada posisi yang sesungguhnya, yaitu sebagai umat terbaik–khayru ummah.
Peran Muslimah dalam Perjuangan Penegakkan Khilafah
Terwujudnya kembali kehidupan Islam memang merupakan keniscayaan. Apalagi Allah SWT telah memberikan kabar gembira (bisyarah) akan datangnya kembali kehidupan Islam itu dengan tegaknya Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah untuk kedua kalinya. Oleh karena itu, setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, seharusnya siap berkontribusi maksimal untuk mewujudkan kabar gembira tadi dalam waktu secepatnya. Apalagi mengemban dakwah yang ditujukan untuk penegakkan Khilafah sejatinya adalah kewajiban bagi Muslim dan Muslimah. Muslimah diwajibkan melakukan aktivitas dakwah sebagaimana yang dilakukan oleh laki-laki. Yang membedakannya hanyalah obyek dakwahnya. Muslimah menyampaikan dakwah kepada para Muslimah lainnya agar dapat memahami Islam secara kaffah. Sebagai separuh masyarakat, kaum perempuan tentu memiliki kesempatan besar untuk berperan menjadi agen perubahan, baik dalam posisinya sebagai ibu pencetak generasi pemimpin, maupun dalam posisinya sebagai guru bagi sesama kaum perempuan, yang siap mengajak kaumnya turut memproses perubahan dengan menjadi pejuang penegak syariah dan Khilafah sebagaimana dirinya.
Karena itu banyak hal yang dapat diperankan oleh kaum Muslimah dalam mewujudkan kemuliaan umat, dengan tetap melaksanakan kewajiban utamanya sebagai umm[un] wa rabbah bait (ibu dan pengelola rumah tangga):
1. Menjadikan dakwah sebagai poros kehidupannya. Artinya, dimanapun, kapanpun, seluruh aktivitasnya harus didedikasikan untuk kepentingan dakwah; yakni kepentingan mengembalikan kemuliaan umat. Aktivitas dakwah tidak boleh dijadikan sebagai aktivitas sampingan atau sekadar rutinitas belaka; hanya sekadar untuk menggugurkan kewajiban, tetapi menjadi aktivitas yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan serius, serta diarahkan untuk membangkitkan umat dengan Islam.
2. Melakukan pembinaan terhadap kaum perempuan agar mampu menjalankan peran utama dan strategisnya dengan baik, sebagai pencetak generasi berkualitas prima, yang siap berjuang untuk Islam. Mengembalikan peran ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Memahamkan bahwa keluarga Muslim merupakan basis pertahanan terakhir umat yang harus segera diselamatkan. Pasalnya, di dalam keluarga inilah tempat persemaian generasi pemimpin bangsa; generasi yang siap membawa umat ini kembali menuju kemuliaannya, generasi pemimpin peradaban umat manusia di dunia. Pencerdasan terhadap kaum Muslimah ini dilakukan dengan dakwah pemikiran sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., dengan cara membangkitkan dan membangun pemikiran yang berlandaskan pada akidah. Selanjutnya pemikiran ini dijadikan sebagai landasan dalam berbuat dan bertingkah laku. Kesadaran inilah yang akan mendorong manusia untuk senantiasa menyesuaikan seluruh perbuatannya dengan aturan-aturan Allah SWT. Dakwah pemikiran ini memiliki kekuatan besar untuk mendorong manusia melakukan perubahan secara total dan mendasar dari kehidupan Jahiliah yang jauh dari ajaran Islam menjadi kehidupan islami yang penuh dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.
3. Membangun kesadaran politik umat (wa’yu siyasi), yaitu kesadaran umat tentang bagaimana memelihara urusannya dengan syariah. Dengan itu akan muncul Muslimah yang pandai mendidik anak, melahirkan generasi islami, dan berjuang di tengah masyarakat.
4. Amar makruf nahi mungkar. Aktivitas ini merupakan kewajiban bagi laki-laki maupun perempuan (Lihat: QS al-Imran [3]: 104; QS at-Taubah [9]: 71.
5. Menasihati dan mengoreksi penguasa. Jika penguasa menetapkan suatu aturan yang melanggar syariah atau merampas hak rakyat, maka wajib kau Muslim dan Muslimah untuk menasihati penguasa. Pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, ketika beliau menetapkan jumlah mahar tertentu bagi perempuan, maka Khaulah binti Hakim bin Tsa’labah memprotes beliau. Kemudian beliau menyadari kekeliruannya dan segera mencabut keputusannya seraya berkata, “Perempuan ini benar dan Umar salah.”
6. Membela, menjaga, dan mendukung upaya penegakkan syariah dan Khilafah serta para pejuangnya.
7. Menjadikan diri dan keluarga sebagai teladan umat, baik dalam masalah akidah, ibadah, muamalah, maupun perjuangan Islam.
Telah jelaslah bagi kita bahwa hanya Islam satu-satunya yang akan membawa kaum Muslim kepada kemuliaan, sebagai satu tubuh yang tidak akan tergoyahkan. Karena itu, ketika kondisi umat saat ini tengah terpuruk, tidak memiliki gambaran yang jelas tentang Islam, maka jalan satu-satunya adalah dengan menyampaikan Islam secara kaffah kepada umat, dimanapun dan kapanpun, secara bersama-sama dan berkesinambungan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Hanya kepada Allah SWT semata kita memohon agar kita diberi kesanggupan untuk menegakkan kembali kepemimpinan Islam yang mengikuti metode kenabian. Semoga Allah SWT memberikan karunia kepada kita semua agar kita mampu memberlakukan kembali hukum-hukum Islam dalam waktu dekat ini. Amiin. [Najmah Saiidah]