HTI

Jejak Syariah

Masjid Al-Mujahidin Cibarusah: Basis Perjuangan Melawan Penjajah

Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal lebih jauh Masjid al-Mujahidin yang terletak di Cibarusah Bekasi ini. Masjid ini tepatnya berada di Kampung Babakan Cibarusah (biasa disebut KBC) masuk dalam Desa Cibarusah Kota, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Masjid ini adalah masjid yang penuh dengan sejarah perjuangan heroik umat Islam dalam kontribusinya mengusir penjajah.

Masjid tua ini menjadi saksi umat Islam turutan di dalam melawan dan mengusir penjajah di Nusantara. Pada masa perjuangan kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang Masjid al-Mujahidin ini menjadi markas serta kamp pelatihan pasukan Laskar Hizbullah, pasukan perang bentukan Masyumi tahun 1944 M.

Setelah Hizbullah terbentuk para tokoh Islam segera mengkampanyekan kepada seluruh umat Islam di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan daerah daerah lain di Indonesia. Pada pertengahan Desember 1944, perwakilan federasi Islam telah mengadakan perjalanan keliling Jawa untuk mengadakan inspeksi terhadap sukarelawan Hizbullah di semua karesidenan.

Untuk mengumpulkan para pemuda Islam yang akan dididik dalam kemiliteran, tokoh tokoh Islam tidak menemui kesulitan. Sebab, para pemuda Islam telah memiliki kesadaran yang cukup tinggi dalam membela Tanah Airnya dari cengkeraman penjajah. Banyak santri yang dengan kesadarannya sendiri serta restu para kiai bersedia menjadi anggota laskar Hizbullah. Kemudian itu juga didukung oleh adanya kerjasama serta saling pengertian antara tokoh tokoh di pusat dengan para pemimpin pesantren.

Masyumi sendiri adalah tempat bergabungnya organisasi-organisasi Islam ketika itu, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), PUI, PUII dan yang lain. Di Masjid al-Mujahidin inilah para pemuda-pemuda umat Islam dilatih dan digembleng bukan hanya ilmu-ilmu kemiliteran, namun juga tsaqafah Islam untuk menjadi tentara-tentara tangguh pengusir penjajah. Masjid ini pun menjadi pusat penggemblengan Laskar Hizbullah untuk kemudian ditempatkan di berbagai lokasi di Pulau Jawa dan Madura.

Latihan diselenggarakan selama 3 bulan dipimpin oleh para Sydanco Peta, yang terdiri dari Abdullah Sajad, Zaini Nuri, Abd. Rachman, Kamal Idris dan lain-lainya. Yang bertindak sebagai komandan latihan adalah seorang opsir Jepang, Kapten Yanagawa.

Selain dilatih kemiliteran, para pemuda Islam itu juga diberi bekal pendidikan kerohanian. KH Zarkasy (Gontor Ponorogo) KH Mustofa Kamil (Jawa Barat), KH Mawardi (Solo), KH Mursyid (Kediri) adalah para ulama yang memberikan pembinaan kerohanian.

Di antara ulama yang paling banyak memberikan ceramah ialah KH Mustofa Kamil dari Singaparna (Jawa Barat) serta KH Abdul Halim dari Majalengka, Pemimpin Umum PUI, yang kadang-kadang juga memberikan pelajaran teknik membuat alat peledak.

Latihan itu dibuka pada 28 Pebruari 1945, dihadiri oleh Gunseikan, para perwira bala tentara Dai Nippon, Pimpinan Pusat Masyumi, Pangreh Praja dan lain-lain. Para anggota barisan Hizbullah mengikuti upacara dengan berseragam biru dengan kopiah hitam putih dan bersimbul bulan sabit dan bintang. Acara dimulai dengan pemeriksaan barisan oleh Gunseikan yang kemudian dilanjutkan dengan pidato sambutan Gunseikan.

Zainul Arifin sebagai ketua Markas Tertinggi Hizbullah dan Wachid Hasyim sebagai ketua muda Masyumi juga ikut menyampaikan sambutan. Kedua tokoh Islam itu mengingatkan kepada pemuda Islam  peserta pendidikan akan pentingnya diselenggarakan latihan kemiliteran  untuk membela agama Islam dan cita-cita perjuangan bangsa.

Pemilihan Cibarusah sebagai tempat latihan semi miter Laskar Hizbullah karena dinilai tempat tersebut sangat strategis. Di antaranya adalah karena masih banyak hutan dan terletak tidak jauh dari pusat kekuasaan Jepang di Jakarta. Laskar Hizbullah dibentuk atas usulan 10 ulama besar di Jawa, untuk mengimbangi Laskar PETA (Pembela Tanah Air), tentara nasionalis bentukan Jepang tahun 1942. Meskipun antara PETA dan Hizbullah berbeda, kurikulum militernya disusun oleh orang yang sama, yaitu Kapten Yamazaki.

Pada masa itu, Masjid Al-Mujahidin KBC bukan hanya sebagai tempat ibadah saja, tetapi juga pusat komando dalam mengatur strategi. Dari Masjid ini KH Zainul Arifin, yang merupakan seorang tokoh muda yang ketika itu menjabat sebagai konsul NU di Jakarta, mengobarkan semangat anak muda khususnya kaum santri pesantren untuk menjadi garda terdepan perjuangan melawan penjajah. Dalam rapat Masyumi Banten 15 Januari 1945, KH Zainul Arifin menyampaikan pidato yang kutipannya begitu terkenal berbunyi, “Hanya dengan adanya pemuda-pemuda yang berani berjuang, keluhuran bangsa dapat tercapai.”

Pembinaan Hizbullah dipercayakan kepada Masyumi, sedangkan latihannya dilaksanakan oleh Kapten Yamazaki. Pusat latihan Hizbullah dikelola oleh Markas Tertinggi Hizbullah yang dipimpin oleh KH Zainul Arifin, Konsul NU di Jakarta. Anggotanya meliputi Abdul Mukti, Konsul Muhammadiyah Madiun, Ahmad Fathoni, Muhammad Syahid, Amir Fattah, Prawoto Mangkusasmito, dan KH Mukhtar. Adapun penanggung jawab politik adalah KH A. Wahid Hasyim, didampingi KH Abdul Wahab Hasbullah, Ki Bagus Hadikusumo, KH Masykur, Mr. Mohammad Roem, dan Anwar Tjokroaminoto.

Latihan semi-militer Hizbullah diselenggarakan masing-masing selama dua bulan di Cibarusah, Bogor (sejak 1950 Cibarusah dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Bekasi). Pada angkatan pertama latihan, diikuti 150 pemuda yang dikirim dari tiap keresidenan di seluruh Jawa dan Madura. Masing-masing keresidenan sebanyak lima pemuda. Jumlah anggota Hizbullah diperkirakan mencapai 50 ribu orang. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*