Tak pernah terbayangkan ada celah bagi orangtua, kerabat ataupun tetangga untuk melakukan kejahatan seksual terhadap anak, di dalam keluarga dan masyarakat yang di dalamnya diterapkan syariah Islam.
Islam menetapkan agar orangtua melindungi anak-anak dan menjauhkan mereka dari segala marabahaya baik fisik, psikis maupun pemikiran. Islam menetapkan bahwa masyarakat dan negara juga punya andil besar untuk melindungi anak dari segala tindak kejahatan. Dengan naluri melestarikan keturunan yang Allah SWT anugerahkan pada setiap hamba-Nya, maka orangtua, kerabat tetangga, anggota masyarakat dan juga pemimpin akan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar untuk menyayangi dan melindungi anak-anak.
Melihat maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak yang terjadi sekarang, jelas bahwa kondisi kehidupan sosial keluarga dan masyarakat sudah di luar kenormalan. Naluri fitri untuk melindungi anak-anak terancam punah seiring dengan lemahnya fungsi keluarga, kontrol masyarakat dan penegakan hukum oleh negara. Penyelesaian masalah ini bukan hanya dengan mengganjar pelaku dengan seberat-beratnya, namun memerlukan perubahan 180 derajat pada tatanan kehidupan sosial masyarakat.
Faktor Penyebab Maraknya Kejahatan Seksual Terhadap Anak
Peristiwa pemerkosaan anak yang dilakukan ayah kandung, kakak, paman, guru dan tetangga korban dipicu oleh berbagai kondisi. Akibat mabuk, nonton video porno, istri yang tidak ingin melayani suami, atau istri pergi jauh meninggalkan keluarga, dan kondisi rumah yang tidak layak, adalah di antara pendorong bagi pelaku untuk melakukan perilaku bejat ini. Di sisi lain rangsangan seksual di masyarakat kian hari makin bertambah. Materi-materi pornografi dan pornoaksi baik film, majalah dan media porno lainnya begitu mudah diperoleh. Begitu juga dengan banyaknya perempuan termasuk anak-anak yang mengumbar aurat dan sensualitas mereka dengan pakaian seronok seperti rok mini, baju ketat, celana pendek, dan sebagainya. Tentu semua ini menimbulkan hasrat seksual pada mereka yang lemah iman.
Di masyarakat sekular dalam sistem demokrasi seperti saat ini, orang yang imannya lemah banyak jumlahnya. Memang, nilai-nilai sekular demokrasi berhasil menjauhkan nilai-nilai iman dan takwa dari manusia. Padahal nilai keimanan dan ketakwaan adalah palang pertama pencegah penyimpangan pada seseorang. Lemahnya amar makruf nahi mungkar pada masyarakat menimbulkan ketidakpedulian satu sama lain. Fakta-fakta perangsang hasrat seksual dibiarkan merajalela tanpa ada kontrol masyarakat. Justru dengan nilai kebebasan dan HAM masyarakat jadi terpasung untuk menghilangkan kemungkaran. Begitupun dengan sikap negara yang membiarkan pornografi dan pornoaksi tersebar di masyarakat, serta penerapan sistem hukum yang mandul, menjadikan para pelaku kejahatan tidak merasa jera. Hal ini semakin melemahkan perlindungan terhadap anak-anak.
Oleh sebab itu penyebab utama kasus kejahatan seksual pada anak adalah penerapan sistem kehidupan yang rusak. Sistem demokrasi yang mendewakan kebebasan melahirkan kerusakan di semua sendi kehidupan. Jadi, tiada cara lain selain dengan mengganti sistem demokrasi dengan Islam yang mempunyai paradigma melindungi dan menjaga anak. Adapun paradigma menakut-nakuti pelaku dengan hukuman positif/aturan semata, tanpa disertai ketakwaan, bukanlah solusi yang benar.
Jaring-jaring Perlindungan Anak
1. Islam mewajibkan orangtua melindungi anak- anak.
Sebagai pihak pertama yang bertanggung jawab terhadap eksistensi anak, Islam mewajibkan orangtua merawat, mengasuh, mendidik, membina dan melindungi anak-anak mereka. Tindakan lalai orangtua dari kewajiban tersebut terhitung dosa dan tidak akan luput dari pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT pada Hari Akhir kelak. Pelaksanaan kewajiban ini merupakan jaminan terhadap penjagaan jiwa anak (hifhzun-nafs) yang diwajibkan Allah SWT. Tanpa ini, anak-anak akan terlantar dan binasa.
Penjagaan dan pengasuhan anak tidak boleh diberikan kepada orang yang mempunyai sifat fasik. Oleh karena itu, orangtua dituntut mempunyai ketakwaan dan akhlak yang baik. Mereka harus menjadi teladan dalam kehidupan anak. Orangtua dan kerabat yang mengasuh anak mempunyai sifat-sifat buruk dapat menyebabkan anak tumbuh dengan sifat-sifat yang buruk tersebut. Ini akan membinasakan anak kelak. Mengajarkan sikap buruk dan pemikiran yang salah saja dilarang, apatah lagi menjadikan anak sebagai korban nafsu bejat. Sungguh, ketakwaan para pengasuh anak menjadi jaminan pertama bagi perlindungan anak.
2. Islam menjaga anak perempuan di dalam rumah.
Kehidupan keluarga di dalam rumah telah diatur sedemikian rupa agar anak terjaga dari hal-hal buruk. Islam menetapkan keharusan permintaan izin bagi siapa saja yang ingin mendatangi rumah orang lain. Salah satunya adalah agar perempuan dan anak perempuan mempunyai waktu untuk menutup aurat mereka dari laki-laki asing yang akan masuk. Banyak kejahatan seksual yang dilakukan kerabat dan tetangga korban karena pelaku tidak paham tentang hukum meminta izin ini. Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ أَدْخَلَ عَيْنَهُ فِيْ بَيْتٍ مِنْ غَيْرِ إِذْنِ أَهْلِهِ فَقَدْ دَمَّرَهُ
Siapa saja yang mengarahkan pandangannya (mengintip) ke dalam rumah orang lain tanpa seizin penghuninya, berarti ia telah benar-benar menghancurkannya.
Imam Abu Dawud meriwayatkan: Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw., “Apakah aku harus meminta izin kepada Ibuku?” Beliau menjawab, “Ya.” Pria itu lalu melanjutkan, “Sesungguhnya Ibuku tidak memiliki pembantu selain aku, apakah setiap kali aku masuk (rumah) harus meminta izin?” Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu senang melihat Ibumu dalam keadaan telanjang?” Pria itu pun berkata, “Tidak.” Lalu beliau pun bersabda, “Karena itu, mintalah izin kepadanya.”
Begitupula dengan pengaturan kamar tidur. Islam menetapkan agar kamar tidur anak laki-laki dan perempuan terpisah, begitu pun antara kamar orangtua dan anak tidak bercampur. Ini dimaksudkan agar aurat mereka terjaga.
3. Islam menjaga anak perempuan di luar rumah.
Islam mewajibkan anak perempuan untuk menutup aurat ketika keluar rumah (Lihat: QS an-Nur [24]: 31). Aturan ini mengunci pengumbaran aurat dan sensualitas yang dapat mengundang hasrat seksual di tengah masyarakat. Islam menganjurkan untuk membiasakan anak perempuan menutup auratnya sedari kecil hingga saat dia balig sudah siap. Islam tidak membolehkan anak perempuan pergi bersama laki-laki yang bukan orangtua atau mahram-nya. Islam melarang hubungan laki-laki dan perempuan di luar pernikahan seperti halnya pacaran. Islam mengajarkan pada kaum laki-laki bahwa perempuan bukanlah obyek pelampiasan seksual, apalagi anak perempuan.
4. Islam memerintahkan takwa.
Takwa membuat seorang Muslim akan sungguh-sungguh melaksanakan perintah Allah meskipun berat. Ia juga akan berusaha keras meninggalkan perbuatan keji dan mungkar meski syahwatnya bergejolak. Takwa merupakan pencegah diri secara internal yang paling ampuh. Takwa mewujudkan sifat luhur yang sempurna pada manusia.
5. Islam menghukum pelaku kejahatan.
Dalam Islam, pelaku perkosaan akan diganjar hukuman layaknya pezina. Bila belum menikah maka akan dikenakan seratus kali cambukan (QS an-Nur [24]: 2). Bila telah menikah maka akan dirajam hingga mati. Imam an-Nasa’i meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa Nabi saw. pernah mencambuk seorang pria yang berzina. Kemudian beliau mendapat kabar bahwa pria itu telah menikah (muhshan). Beliau lalu memerintahkan untuk merajam dia hingga mati.
Bagi si penerima sanksi, sanksi itu akan bisa menjadi penebus atas dosanya di akhirat. Sanksi yang tegas dan keras ini sekaligus juga efektif menimbulkan efek jera dan mencegah orang melakukan perzinaan.
Pembunuh anak akan di-qishas, yakni balas dibunuh atau membayar diyat sebanyak 100 ekor unta. Setiap anggota tubuh anak memiliki nilai diyat sama dengan orang dewasa. Bagi yang melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan dikenai 1/3 dari 100 ekor unta, selain hukuman zina.
Penutup
Hukum Islam demikian istimewa. Ia mencegah terjadinya pelecehan dan kejahatan seksual terhadap anak dan juga menyelesaikannya. Hukum Islam menekankan pada aspek preventif, dan tidak mengedepankan solusi kuratif. Sifat ini tidak akan didapati pada agama dan ideologi lain. Celah terjadinya cacat perilaku pada manusia ditutupi dengan kesadaran terikat pada hukum syariah serta penegakan sanksi bagi si pelaku.
Karena itu mari kita mengembalikan segala macam persoalan pada syariah Islam yang secara paripurna diterapkan oleh institusi Negara Islam, yakni Khilafah Islamiyah. WalLahu a’lam bi ash-shawab. [Ir. Ratu Erma R. (DPP MHTI)]