HTI

Dunia Islam (Al Waie)

Suriah Setelah Dua Tahun

Tepat dua tahun lalu pada Maret 2011, sejumlah pemuda berusia di bawah 15 tahun ditangkap di Dar’a, Suriah, karena menulis di dinding kota, “rakyat ingin menggulingkan rezim.”

Pemberontakan Dar’a kemudian meletus yang terjadi serentak di seluruh negeri. Banyak orang turun ke jalan setelah salat Jumat sebagai ‘Hari Kemarahan’. Revolusi Arab akhirnya tiba di Suriah. Rezim Assad  lalu meresponnya secara brutal. Pada peringatan tahun kedua Revolusi Suriah, 1 juta orang telah mengungsi,  lebih dari 70.000 orang tercatat meninggal dunia. Pertempuran di Suriah terus berlanjut pada saat Amerika Serikat dan Inggris mengumumkan mempersenjatai pasukan oposisi secara selektif. Para pejuang Islam telah menguasai ibukota propinsi al-Raqqa.

Meskipun rakyat Suriah telah dianiaya selema beberapa dekade, mereka tetap bersatu dan mencampakkan ketakutan mereka terhadap rezim dan mulai melakukan upaya menjatuhkan rezim. Dalam menghadapi kekuatan konvensional itu, dengan lebih banyak senjata dan kemampuan, mereka tersusun dalam unit-unit pejuang dan berhadapan melawan rezim di seluruh negeri. Karena pemberontakan terjadi di seluruh negeri, rezim Assad memutuskan untuk melawan mereka di seluruh tempat secara bersamaan. Hal ini menyebabkan menipisnya kekuatan pasukan rezim. Kondisi ini memungkinkan pasukan pejuang untuk bisa memotong jalur suplai rezim, menguasai wilayah di sekitar kota-kota utama, dan memungkinkan mereka meluncurkan serangan-serangan berkelanjutan ke kota-kota besar dan target-target lain. Strategi yang dilakukan baru-baru ini menyebabkan dikuasainya sebagian utama kota-kota Aleppo, al-Raqqa,  dan yang lebih penting jatuhnya pangkalan udara kedua terbesar negara, Taftanaz. Hingga sekarang, pasukan Assad terkepung di bagian utara negara itu dan telah menyerahkan wilayah Timur Negara itu.

Strategi yang dilakukan Bashar Assad adalah dengan bertumpu pada kekuatan besar untuk mengalahkan para pejuang. Wilayah Bab Amr di Homs telah menyaksikan tiga pengepungan terburuk yang dilakukan pasukan rezim dalam dua tahun yang bisa dibandingkan dengan pengepungan di Fallujah, Irak. Strategi ini dilakukan dengan membawa konvoi-konvoi besar tank dan kendaraan-kendaraan lapis baja pengangkut personel (APC) untuk melakukan misinya di seluruh negeri.

Namun, taktik gerilya para pejuang menyebabkan pasukan Assad kehilangan banyak jalur pasokan militer dan memaksa mereka  untuk memasok pasukannya dari udara. Rezim telah mengandalkan kekuatan militer dan pangkalan-pangkalan udara untuk melakukan misi menghentikan para pejuang. Hal ini memaksa mereka kehilangan banyak wilayah penting karena operasi-operasi militer memprioritaskan sumberdaya yang terbatas. Hal ini berakibat jatuhnya seluruh pedesaan ke tangan para pejuang di saat pasukan rezim mempertahankan garis-garis pasokan yang melemah di utara negeri. Hingga saat ini, pasukan rezim telah mundur kembali dan bertahan di wilayah pantai dan ibukota, Damaskus, yang tampaknya akan merupakan akhir dari permainan.

Posisi masyarakat internasional terus berubah karena perkembangan yang terjadi di negara itu. Pada awalnya, AS dan Inggris masih memberikan waktu kepada Assad karena dipandang seorang reformis. Hal ini pada akhirnya memberikan jalan bagi terbentuknya sekelompok orang buangan berpaham sekular yang membentuk Dewan Nasional Suriah (SNC). Kegagalan mereka untuk mendapatkan pengaruh di lapangan membuat Hillary Clinton mengumumkan pembentukan kelompok loyalis baru dalam Koalisi Nasional Suriah itu. Banyaknya kelompok pejuang Islam yang menguasai sebagian besar Aleppo membuat Barat mulai khawatir. Barat mulai mempersenjatai secara selektif unit-unit tertentu dan berharap bisa melemahkan pasukan oposisi lain yang tidak disukai Barat.

The New York Times melaporkan, “Distribusi senjata terutama diberikan untuk kelompok-kelompok bersenjata yang dipandang berpaham nasionalis dan sekular, dan tampaknya dimaksudkan untuk mengepung kelompok-kelompok jihad yang perannya telah membuat khawatir kekuatan-kekuatan Barat dan regional.”

Bagaimana posisi Barat saat ini digambarkan Menlu Inggris, William Hague, dalam pidatonya di Parlemen, “Kami semakin khawatir tentang tindakan rezim untuk menggunakan senjata kimia. Kami telah memperingatkan rezim Assad bahwa penggunaan senjata kimia akan menyebabkan respon serius dari masyarakat internasional.”

Hingga saat itu, dia tidak berusaha mengakhiri pemberontakan walaupun hal itu diperlukan.

Pada peringatan tahun kedua pemberontakan, pasukan pejuang telah mampu menguasai wilayah-wilayah yang luas di utara dan timur negara itu dan dapat mengatur serangan-serangan berkelanjutan ke Damaskus. Jalan-jalan utama di sekitar Damaskus telah bergantian jatuh ke tangan pasukan pejuang dan pasukan rezim beberapa kali pada tahun 2013.

Pembicaraan skenario nasib Suriah pasca Assad didominasi oleh Washington dan London, yang sekarang mempersenjatai unit-unit sekular terpilih untuk memastikan bahwa mereka muncul sebagai pemenang setelah jatuhnya Assad. Yang membuat khawatir mereka adalah keberhasilan unit-unit pejuang yang berpandangan Islam yang tidak hanya telah menguasai banyak wilayah, namun juga telah menjalankan pemerintahan. Inilah yang menjadi alasan mengapa Jabhah al-Nusrah telah menjadi unit pejuang paling sukses yang mampu mengendalikan dan mengamankan jalur-jalur pasokan untuk menyediakan kebutuhan dasar atas barang dan jasa di wilayah-wilayah di bawah kendalinya. Mereka telah berhasil mengamankan infrastruktur penting negara seperti bendungan-bendungan hidroelektrik, pabrik-pabrik gandum dan ladang-ladang minyak.

Babak akhir permainan di Suriah berjalan dengan baik. Bashar Assad telah kehilangan banyak wilayah. Satu-satunya pertanyaan yang tersisa adalah di mana dia berencana terakhir berdiri. Pertanyaan yang paling penting bagi kelompok-kelompok pejuang berkaitan dengan bentuk negara pada masa depan: Apakah akan menjadi Negara Islam atau negara sekular? Bagaimana integritas wilayah Suriah? Apakah kelompok-kelompok Alawi dan Kurdi dapat memperoleh wilayah mereka sendiri yang independen. Bagaimana kemandirian Suriah yang sesungguhnya? Apakah Suriah akan mampu melepaskan diri dari pengaruh asing dalam semua aspek politik, ekonomi dan militer?

Pengorbanan yang dilakukan dalam revolusi ini sangatlah besar. Taruhannya tinggi bagi rakyat Suriah dan seluruh wilayah dan dengan demikian harus menjadi hasil yang baik dari revolusi ini. [rz]

Siapakah Oposisi Suriah?

Pihak oposisi terdiri dari banyak unit dari berbagai spektrum yang luas dengan latar belakang berbeda yang ingin membentuk pemerintahan Islam di satu sisi dan yang menginginkan pemerintahan sekular di sisi lain.

Kelompok-kelompok Islam telah memainkan peran utama dalam penguasaan wilayah utara Suriah. Dua kelompok pejuang yang mendapat perhatian paling banyak, baik lokal maupun internasional dan bisa dibilang paling sukses adalah Brigade Jabhah al-Nusrah dan Brigade al-Faruq. Keduanya telah menunjukkan efisiensi yang taktis dan kecakapan militer dalam operasi mereka melawan pasukan rezim. Jabhah al-Nusrah telah mampu mengendalikan dan mengamankan jalur-jalur pasokan dan melakukan tata kelola yang menyediakan kebutuhan dasar atas barang dan jasa. Mereka telah berhasil mengamankan infrastruktur penting negara seperti bendungan-bendungan hidroelektrik, pabrik-pabrik gandum dan lading-ladang minyak. Kelompok ini terlibat dalam Jihad (perjuangan material) dan terdiri dari banyak individu yang berjuang melawan pasukan AS di Irak.

Brigade al-Faruq secara resmi dibentuk di Homs pada pertengahan tahun 2011 dan berhadapan dengan rezim ketika mereka melakukan pengepungan  atas Homs selama berbulan-bulan. Sejak itu mereka telah memperluas operasinya ke selatan menuju Dar’a hingga sejauh perbatasan utara Suriah-Turki. Apa yang membuat balayon al-Faruq mendapat perhatian global adalah insiden pada Januari 2012 ketika mereka menangkap tujuh agen Iran yang merupakan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Iran yang bekerjasama dengan pasukan keamanan Suriah.

Di sisi lain, dari kelompok-kelompok Islam terdapat kelompok-kelompok dan individu-individu sekular yang terasing. AS, Prancis, Inggris, Turki dan Qatar sangat cepat mendukung Dewan Nasional Suriah (Syrian National Council-SNC). Dewan ini segera diakui sebagai perwakilan resmi oposisi Suriah. Pada bulan November 2012, AS mengganti SNC dengan Koalisi Nasional Suriah (Syrian National Coalitiion-SNC). Koalisi Nasional Suriah (SNC) diciptakan untuk menggantikan SNC (Dewan Nasional Suriah) yang gagal mendapatkan pengaruh dari para penjuang di garis depan pertempuran.

Di antara dua faksi ini terdapat Tentara Pembebasan Suriah (FSA). FSA terdiri dari para pembelot dari para personel militer Angkatan Bersenjata Suriah dan para relawan. Pemimpin entitas ini adalah pembelot pertama dari tentara Suriah,  yakni Kolonel Riad Assad. FSA lebih berfungsi sebagai organisasi payung dari sebuah rantai komando militer tradisional. FSA tidak selalu mengeluarkan perintah langsung ke unit-unit yang berjuang di bawah panji-panjinya. Banyak unit yang tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari organisasi yang tidak jelas.

Selain dari kelompok-kelompok itu,  ada sejumlah anggota Komite Koordinasi Lokal (LCCs) dan Dewan Administrasi dengan berbagai tingkat pengaruh. Ada pula sejumlah kelompok yang membentuk sistim oposisi Suriah yang akan diimplementasikan pasca jatuhnya Bashar Assad  yang belum dibahas atau disepakati di awal.

Tanpa adanya peta jalan, kekuatan-kekuatan eksternal dapat memanipulasi pasca jatuhnya Assad untuk tujuan-tujuan mereka sendiri. Faksi-faksi oposisi Islam yang paling berpengaruh belum mengajukan konstitusi atau suatu kerangka kerja bagi negara. Padahal melakukan hal itu akan membuat transisi pasca Assad Suriah menjadi proses yang berjalan lebih mulus. [Adnan Khan; (Hizbut Tahrir Inggris)]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*