Berbeda dengan pergolakan Arab lainnya, Revolusi Suriah adalah revolusi Islam (tsaurah islamiyah). Rakyat dan seluruh pejuang Suriah telah mengikrarkan revolusi ini adalah semata-mata demi Allah SWT. “Hiya lilLah..hiya lilLah!” bergema dalam perjuangan suci ini. Mereka pun hanya menggantungkan keberhasilan perjuangan ini kepada Allah SWT. “Ma Lana ghayraka ya Allah (Kami tidak mempunyai siapa-siapa ya Allah, kecuali Engkau; tidak ada tempat kami bergantung kecuali Engkau ya Allah),” bukanlah slogan keputusasaan saat banyak penguasa negeri-negeri Islam yang tidak peduli terhadap nasib mereka. Itu merupakan bentuk keoptimisan yang bulat bahwa perjuangan mereka akan dibantu Allah SWT, karena mereka hanya bersandar semata-mata kepada Allah SWT.
Rakyat Suriah berikrar: tidak membutuhkan Obama, Erdogan, Mursi, Prancis, Inggris , PBB, dan pihak-pihak lain yang memang tidak akan benar-benar peduli terhadap mereka. SubhanalLah, mereka hanya menggantungkan diri kepada Allah SWT. Bukankah ini kunci kemenangan yang nyata?
Revolusi Islam juga tampak dari nama-nama kataib (brigade-brigade) tempur yang mereka bentuk untuk menumbangkan rezim Bashar Assad yang keji. Terdapat Brigade Al-Faruq, Abu Ubaydah, Ansharu ash-Shabaat, Musthafa, Harakah at-Tawhid, Jabhah Nushrah, Anshar al-Khilafah dll. Para Mujahidin senantiasa memulai serangannya pada waktu-waktu yang penuh berkah semisal setelah selesai shalat Jumat, setelah selesai shalat tarawih, setelah selesai shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Mereka selalu memulai pertempuran dengan berdoa mendekatkan diri kepada Allah SWT, menghiasi medan pertempuran dengan berzikir dan membaca al-Quran.
Para Mujahidin dengan tegas menolak visi perubahan Amerika yang ditawarkan kepada mereka. Mereka menolak demokrasi meskipun dibalut dengan istilah-istilah Islam seperti ad-Dawlah al-Madaniyah (Negara Madani), al-Islam al-Mu’tadil (Islam Moderat). Ada kesadaran yang kuat bahwa semua ide-ide itu merupakan sistem kufur yang harus ditolak. Menerima visi perubahan ala Amerika berarti membuat mereka akan jatuh pada lubang busuk yang sama, yaitu sistem sekularisme. Bagaimana mungkin mereka menjalankan sistem sekulerisme yang selama ini telah membuat mereka menderita? Rakyat Suriah tentu tidak ingin masuk dalam jeratan yang sama.
Tidak mengherankan kalau Amerika begitu sulitnya mencari pengganti Assad. Barat telah membentuk Dewan Nasional Suriah (Syrian National Council-SNC). Dewan ini segera diakui sebagai perwakilan resmi oposisi Suriah. Pada bulan November 2012, AS mengganti SNC dengan Koalisi Nasional Suriah (Syrian National Coalition-SNC), karena lembaga sebelumnya gagal mendapatkan hati masyarakat. Namun, lembaga oposisi baru yang dipimpin oleh Muadz al-Khatib ini pun gagal menyaingi pengaruh para Mujahidin yang tulus berjuang di lapangan.
Rakyat tahu, lembaga-lembaga opisisi ini merupakan kepanjangan tangan Amerika dan sekutu Baratnya. Itu tampak nyata secara telanjang ketika Menlu Amerika yang baru, John Kerry, meminta Koalisi Nasional Suriah duduk bersama dengan rezim Assad. Sangat menyedihkan, bagaimana mungkin Muadz al-Khatib mau duduk bersama dengan rezim brutal yang telah menyebabkan lebih dari 70 ribu umat Muslim Suriah terbunuh dan satu juta menjadi pengungsi dengan kehidupan yang sangat menyedihkan? Bagaimana mungkin Muadz al-Khatib mau berkompromi dengan pembunuh anak-anak, orang tua, dan keluarga mereka; berkompromi dengan pemerkosa wanita-wanita Suriah yang mulia?
Insya Allah, rakyat Suriah akan tetap pada visi ideologi Islam mereka, yaitu berjuang bukan sekadar menumbangkan rezim Assad yang keji, tetapi juga membentuk Khilafah Islamiyah di Suriah. Sebab, hanya dengan Khilafah, Suriah dan negeri Islam lainnya akan mendapatkan kebaikan, terlepas dari para diktator yang kejam, terbebas dari sistem Kapitalisme sekular yang membawa derita panjang, serta terjauhkan dari campur tangan licik dan kejam negara-negara Barat di Dunia Islam yang membawa petaka.
Kemenangan para Mujahidin sudah di depan mata. Sebagaimana dilansir oleh www.worldtribune.com (13/3), komunitas intelijen AS menilai bahwa rezim Presiden Bashar Assad telah kehilangan aset militer dan keamanan di tengah peperangan yang terjadi. Hal ini disampaikan oleh James Clapper, Direktur Intelijen Nasional, yang memberikan kesaksian di depan Komite Intelijen Senat pada tanggal 12 Maret.
Kemenangan revolusi Islam ini bukan hanya sekadar hitung-hitungan manusia, tetapi merupakan janji dari Allah SWT dan Rasul-Nya, insya Allah. Allah SWT dan Rasulullah saw. telah menjamin kemuliaan untuk Syam dan penduduknya. Rasulullah saw. bersabda, “Kalian harus tetap di Syam, karena Syam merupakan negeri pilihan Allah, yang ditempati oleh makhluk pilihan-Nya…Sesungguhnya Allah telah memberikan jaminan kepadaku untuk Syam dan penduduknya.” (Dikeluarkan oleh al-’Ala’ al-Hindi dalam Kanz al-’Ummal).
Penduduk Syam juga merupakan keturunan para Sahabat hebat seperti Khalid bin Walid, Abu Ubaidah al-Jarrah dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Inilah yang menginspirasi dengan sangat hebat para pejuang Syam. Kata-kata Khalid bin Walid yang terpatri di dinding kota Homs telah membuat mereka memiliki kesabaran, pengorbanan dan keberanian yang tinggi dalam berjuang. Kata-kata Khalid bin Walid terpatri juga dalam sanubari mereka, “Tidak ada satu perbuatan yang paling aku harapkan, setelah kalimah La ilaha illa-Llah, ketimbang suatu malam saat aku bermalam dengan memakai perisai, di bawah cahaya bulan di langit dan guyuran hujan hingga subuh, sampai kami menyerang [dan mengalahkan] kaum Kafir).” (Al-Asqalani, al-Ishabah, II/219).
Tentu bukan suatu kebetulan kalau Rasulullah saw. memuliakan bumi dan penduduk Syam dengan darah para Mujahidin, sebagaimana sabda beliau, “Allah benar-benar membangkitkan 70,000 orang (syuhada’ dan shalihin) dari sebuah kota di Syam, yang disebut Homs; mereka tidak dihisab dan tidak diazab. Tempat kembangkitan mereka antara Zait dan Hait di al-Barats (wilayah dekat Homs).”
Insya Allah, Bumi Syam akan kembali menjadi ibukota Khilafah Islamiyah, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Pangkal dan tempat Darul Islam (Khilafah) adalah Syam (Suriah, Libanon, Yordania dan Palestina).” (HR ath-Thabrani dengan rijal yang terpercaya).
Insya Allah, dari Bumi Syam, Khilafah akan membebaskan negeri-negeri Islam lainnya yang tertinda dan menyatukan negeri-negeri Islam yang terpecah. Demikian sebagaimana janji para Mujahidin ketika berikrar, “Wahai Rohingya, tunggulah, kami akan menolong Anda. Wahai Gaza, kami akan membebaskan Anda. Wahai Masjid al-Aqsha, kami akan menyelamatkanmu!” Allah Akbar! [Farid Wadjdi]