HTI

Dari Redaksi (Al Waie)

Capaian Muktamar Khilafah 2013

Everything was perfect. No single thing I saw, except always perfect. I did not find it in other places (Saad Jagranvi, Head of Central Contact Committee (Ketua Lajnah Kontak) Pusat, HT Pakistan)

Ada satu pertanyaan yang selalu berulang pasca Muktamar Khilafah (MK), 2 Juni 2013, di Gelora Bung Karno kemarin yang berlangsung begitu dahsyat-luar biasa: apa sih yang didapat dari acara itu, juga acara serupa di 30 kota besar lainnya?

Ini pertanyaan wajar. Dengan energi yang sangat besar, baik dari sisi waktu (tak kurang dari 6 bulan lamanya waktu diperlukan untuk persiapan), tenaga dan pikiran (melibatkan ratusan bahkan ribuan syabab), juga dana (pastinya di angka miliaran rupiah dibelanjakan untuk beraneka keperluan), kira-kira capaian apa yang didapat? Bila acara itu memakan energi yang sangat besar, apakah capaian yang didapat sebanding dengan besarnya semua curahan energi itu?

Bila kita cermati, sedikitnya ada empat capaian yang kita peroleh dari penyelenggaraan Muktamar Khilafah (MK) baru lalu. Yang utama tentu saja adalah pengaruh terhadap peningkatan kesadaran umat, khususnya mereka yang hadir pada acara muktamar di berbagai kota di Indonesia itu, tentang arti pentingnya Khilafah bagi terwujudnya kembali ‘izzul Islam wal Muslimin. Semua orang yang kita temui atau  kita wawancarai usai acara serempak menyatakan hal senada, bahwa tegaknya kembali Khilafah sangatlah penting. Oleh karena itu, penting pula untuk terus berjuang hingga cita-cita mulia itu terwujud.

Peningkatan kesadaran umat terjadi cukup signifikan. Hal itu terlihat dari membludaknya peserta setiap acara MK di berbagai daerah, juga gegap-gempitanya respon peserta yang hadir di sepanjang acara. Di Jakarta, Gelora Bung Karno seakan hendak runtuh tatkala secara serempak lebih dari 100 ribu peserta yang hadir meneriakkan takbir dan yel-yel “khilafah, khilafah, khilafah” berulang-ulang. Keringat bercucuran bersama deraian air mata. Itu semua menunjukkan bahwa mereka satu hati dan pikiran dengan semua ide atau gagasan yang dicetuskan HTI dalam MK.

Kedua, tumbuhnya kepercayaan umat terhadap Hizbut Tahrir. Di tengah krisis kepercayaan terhadap partai politik, termasuk partai politik Islam, akibat berbagai kasus korupsi, Hizbut Tahrir ingin menunjukkan diri (dalam arti positif) sebagai kelompok yang masih bisa diharapkan untuk membawa umat pada terwujudnya cita-cita.

Kepercayaan serta dukungan itu sungguh nyata. Coba pikir, mungkinkah kita mampu menggerakkan umat, yang sebagiannya berasal dari daerah yang cukup jauh, bahkan ada yang harus menempuh perjalanan darat lebih dari 24 jam, untuk hadir dalam acara MK, apalagi mereka harus memberli tiket, mengongkosi sendiri biaya transport dan bekal, bila dalam diri mereka tidak ada kepercayaan kepada HT? Kepercayaan umat itu sangat penting karena akan melahirkan dukungan.

Ketiga, melalui muktamar ini, berbagai pihak, baik di pusat maupun di berbagai daerah, bisa melihat, bahwa Hizbut Tahrir terbukti mampu menyelenggarakan acara besar dengan aman, megah, meriah dan terkendali. Ini akan menepis kekhawatiran atau tudingan sementara pihak yang menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah kelompok radikal yang akan membuat onar negeri ini. Kekhawatiran dan tudingan miring seperti itu kadang tidak cukup dibantah dengan lisan, tetapi juga harus dengan tindakan. Penyelenggaraan muktamar yang sukses, insya Allah akan menepis semua itu. Bila hal ini bisa terus kita jaga dan kita tingkatkan, pada gilirannya siapapun yang berpikir sehat dan obyektif tidak akan bisa menilai secara negatif kehadiran HT, bahkan akhirnya akan merasa bahwa HT diperlukan untuk membawa negara ini ke arah yang lebih baik.

Keempat, penyelenggaraan muktamar yang luar biasa itu juga makin meningkatkan kepercayaan diri Hizbut Tahrir secara internal akan kemampuan manajemen dan kepemimpinan, khususnya dalam mengorganisasi sebuah acara dengan massa yang sangat besar dengan sukses. Mungkin tampak ada nada agak berlebihan ketika Saad Jagranvi, Head of Central Contact Committee (Ketua Lajnah Kontak Pusat), HT Pakistan, menyatakan tentang “kesempurnaan” penyelenggaraan Muktamar Khilafah di GBK kemarin. “Everything was perfect. No single thing I saw, except always perfect. I did not find it in other places,” Kalaulah ada satu kekurangan,” katanya, “adalah saya berbicara lebih dua menit dari waktu yang disediakan,” sambil tertawa. Artinya, kekurangan itu tetap saja bukan datang dari panitia, tetapi dari dirinya.

Memang begitulah kesan dari semua tamu pembicara yang hadir dalam MK di GBK kemarin. Tak kurang Utsman Bakhash, Director of Central Media Office HT Pusat, yang sepanjang acara duduk di sebelah saya, juga mengatakan kesan yang kurang lebih sama. Katanya, “Saya sudah mendengar reputasi HT Indonesia, saya sudah mendengar cerita tentang besarnya Konferensi Khilafah 2007, juga Muktamar Ulama Nasional (MUN). Namun, apa yang saya lihat hari ini sungguh di luar dugaan saya sama sekali.”

“Ini luar biasa!” katanya lagi berulang-ulang. Utsman mengikuti acara dengan penuh bersemangat. Beliau tak berhenti menangis di sepanjang acara doa dan acara salam-salaman dengan tamu lain dan anggota DPP.

Eloknya, bila selama ini kepercayaan diri ini lebih banyak tumbuh di Pusat oleh karena memang kegiatan-kegiatan besar seperti KKI, MUN dan sebagainya itu dilaksanakan di Pusat, MK kali ini juga memberikan kesempatan untuk tumbuhnya kepercayaan diri itu di berbagai daerah. Lihatlah apa yang terjadi pada Muktamar Khilafah di Surabaya, Medan, Pekanbaru, Makassar, Kendari, Banjarmasin, Samarinda, Jogjakarta, Lampung, Semarang, dan lainnya. Semua berlangsung sukses. Peserta di beberapa kota bahkan membludak hingga tempat yang disediakan tidak mencukupi. Di Surabaya, peserta sampai memenuhi area rerumputan. Usaha segelintir orang yang hatinya penuh kebencian untuk menghalangi suksesnya acara MK di sana gagal total. Banyak orang bilang, belum pernah ada acara sebesar ini sebelumnya.

Di beberapa kota seperti di Ambon, Sorong, Papua, Manado, Gorontalo, Kupang dan lainnya, tampak peserta memang hanya berjumlah ratusan. Namun, itu tetap tidak bisa mengurangi kesuksesan MK. Kita tentu tidak boleh membandingkan jumlah peserta di kota-kota itu dengan kota besar yang disebut di atas, karena kondisinya memang berbeda. Yang pasti, meski hanya diikuti oleh ratusan peserta, buat ukuran kegiatan HT atau bahkan kegiatan keIslaman di kota itu, jumlah itu juga sudah tergolong istimewa.

Kepercayaan diri ini penting untuk terus ditingkatkan guna meyakinkan seluruh kader dakwah, bahwa kita bisa menggerakkan dan memimpin umat karena kita punya kemampuan baik kemampuan ide dan gagasan; kemampuan kepemimpinan, manajemen dan organisasi; kemampuan kerjasama; serta kemampuan melakukan tindakan dan langkah politik. Ke depan, kepercayaan diri ini akan makin diperlukan dalam menghadapi setiap tantangan, hambatan, rintangan dan cobaan dalam pergolakan perjuangan yang mungkin akan lebih keras dan dahsyat.

++++

Semua capaian itu tentu saja berkat kerjasama semua pihak, kesungguhan dalam berusaha, serta keikhlasan dalam beramal. Yang pasti berkat rahmat, berkah dan pertolongan Allah SWT. Akhirnya, penting untuk diingat, bahwa sebesar apapun capaian MK, tetaplah ia bagai sebuah momen stop-over dalam roadmap perjalanan dakwah. Selepas ini, kita harus kembali menekuni keseluruhan amal dakwah yang telah ditetapkan agar nantinya perubahan besar dunia menuju Khilafah benar-benar terjadi. Tak lama lagi. Insya Allah. [M. Ismail Yusanto]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*