Kita mesti berubah! Namun, tidak hanya sekadar berubah. Perubahan harus terarah. Perubahan yang salah arah pasti akan mendatangkan nestapa. Hanya perubahan yang benar yang akan membawa kita pada kebaikan, keadilan, kedamaian, kesejahteraan dan keridhaan Allah SWT.
Sebagian orang berpandangan bahwa baik-buruknya masyarakat semata-mata bergantung pada pemimpin. Mereka berupaya untuk merebut kekuasaan atau mengganti rezim yang tengah berkuasa. Cara itu tidak melahirkan perubahan apa pun selain sekadar perubahan orang. Sistem perundang-undangan tetaplah seperti semula sehingga masyarakat tetap hidup dalam penderitaan, kezaliman dan kenistaan. Pertanyaannya, kemana perubahan ini semestinya harus diarahkan?
Persoalan Utama
Untuk mengetahui arah perubahan yang benar, kita harus memahami persoalan utama kita. Allah SWT mewajibkan kita mengamalkan seluruh hukum Islam dan menerapkannya di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Simaklah firman Allah SWT:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah (QS al-Hasyr [59]:7).
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka berdasarkan apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (QS al-Maidah [5]:49-50).
Kata ‘mâ’ dalam kedua ayat tersebut dan ayat senada lainnya berbentuk umum. Artinya, kewajiban melaksanakan hukum syariah Islam itu berlaku untuk semua bidang. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa hukum syariah Islam tidaklah diterapkan secara kaffah. Masyarakat di negeri-negeri Islam tetap dikuasai oleh pemikiran, perasaan dan peraturan yang tidak islami serta memunculkan banyak sekali kontradiksi. Pada saat mereka meyakini bahwa Mukmin itu bersaudara, mereka justru berpegang teguh pada nasionalisme, fanatisme mazhab dan golongan yang mengakibatkan perpecahan umat. Ketika mereka melihat bahwa negara-negara kafir penjajah adalah musuh, justru mereka menjadikan negara-negara tersebut sebagai sahabat dan tempat meminta pertolongan serta mencari solusi atas berbagai persoalan di negeri-negeri Muslim. Mereka mengikrarkan beriman dengan Islam, tetapi justru mereka menyerukan paham-paham seperti demokrasi, kapitalisme atau sosialisme yang tidak bersumber dari Islam. Mereka meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. adalah nabi dan rasul terakhir, tetapi mereka diam saja ketika Rasulullah Muhammad saw. dihina dan dilecehkan.
Kaum Muslim di berbagai belahan dunia hidup dalam masyarakat yang tidak islami. Negeri-negeri Muslim tidak menerapkan syariah Islam. Keamanannya pun bukan di tangan umat Islam.
Berdasarkan hal ini, mengembalikan hukum syariah Islam untuk diterapkan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara merupakan persoalan utama kaum Muslim saat ini.
Singkatnya, persoalan utama (qadhiyah mashîriyah) kaum Muslim di dunia saat ini adalah mengembalikan hukum Allah SWT melalui jalan menegakkan Khilafah dan mengangkat khalifah atas dasar al-Quran dan as-Sunnah. Untuk apa? Untuk meruntuhkan sistem kufur dan menggantinya dengan hukum Islam; mengubah negeri-negeri Islam menjadi Dâr al-Islam, yakni negeri yang menerapkan syariah Islam dan keamanannya berada di tangan kaum Muslim; menngubah masyarakat di negeri-negeri Muslim menjadi masyarakat islami; serta mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Oleh sebab itu, arah perubahan yang kita tuju adalah melanjutkan kehidupan Islam (isti’nâfu hayâh al-islâmiyyah). Melanjutkan kehidupan Islam maknanya adalah mengembalikan kaum Muslim untuk mengamalkan seluruh ajaran Islam: akidah, ibadah, akhlak, muamalah islami; sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan dan politik luar negeri islami.
Melanjutkan kehidupan Islam juga berarti mengubah negeri-negeri Islam menjadi Dâr al-Islâm serta mengubah masyarakat di negeri-negeri Muslim menjadi masyarakat islami. Misi ini tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan tegaknya Khilafah dan mengangkat seorang khalifah bagi seluruh kaum Muslim yang dibaiat atas dasar ketaatan pada al-Quran dan as-Sunnah.
Empat Prinsip Perubahan
Oleh karena itu, perubahan yang kita tuju harus mencakup empat perubahan besar dan mendasar. Pertama: perubahan prinsip kedaulatan di tangan rakyat menjadi kedaulatan di tangan syariah (as-siyâdah li asy-syar’i). Artinya, yang berhak menetapkan hukum benar-salah, halal dan haram, terpuji-tercela, dan dosa-pahala adalah syariah Tegasnya, ubah seluruh sistem hukum Jahiliah menjadi hukum syariah karena yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT (Lihat: QS Yusuf [12]:40).
Kedua: perubahan kekuasaan di tangan pemilik modal menjadi kekuasaan di tangan umat (as-sulthân li al-ummah). Artinya, pemimpin hanyalah orang yang dipilih oleh umat untuk menerapkan syariah.
Ketiga: menyatukan kaum Muslim dengan mengangkat hanya satu orang khalifah untuk seluruh dunia. Dengan demikian umat Islam benar-benar menjadi umat yang satu (ummah wâhidah).
Keempat: menjadikan hak adopsi (tabanni) hukum berada di tangan Khalifah. Dalam perkara-perkara individual, hukum diserahkan pada hasil ijtihad para mujtahid. Perbedaan pendapat dijamin. Adapun dalam masalah sistem (sosial, politik, ekonomi) Khalifah mengambil salah satu pendapat terkuat di antara pendapat para mujtahid yang telah digali dari sumber-sumber hukum Islam. Hukum Islam yang diadopsi oleh Khalifah inilah yang berlaku di tengah masyarakat.
Inilah empat arah perubahan hakiki yang kita tuju, yang juga adalah empat pilar Khilafah. Oleh karena itu, arah perubahan yang kita inginkan sejatinya adalah penegakkan kembali Khilafah.
Khilafah: Janji Allah SWT
Ingatlah, tegaknya kembali Khilafah merupakan janji Allah yang akan menjadi kenyataan. Rasulullah saw. bersabda:
يَكُوْنُ فِيْ آَخِرِ أُمَّتِيْ خَلِيْفَةٌ يَحْثُوا الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا [رواه مسلم]
Pada akhir umatku akan ada khalifah yang menebarkan harta melimpah, yang tidak terhitung jumlahnya (HR Muslim).
Aktivitas melanjutkan kehidupan Islam sebagaimana dijelaskan di atas tidaklah mungkin dilakukan secara individual (‘amal fardi), tetapi harus secara bersama-sama (‘amal jamâ’i) dalam sebuah kutlah (kelompok) politik karena arah perubahan yang kita tuju adalah perubahan politis. Melalui ‘amal jamâ’i, kita memperkokoh soliditas perjuangan umat; bertarung melawan kekufuran, sistem dan pemikirannya. Melalui ‘amal jamâ’i juga kita harus mengubah pemikiran bukan Islam yang ada di tengah umat menjadi pemikiran Islam. Dengan begitu pemikiran Islam menjadi opini umum di tengah masyarakat dengan pemahaman mendalam yang mendorong mereka untuk menerapkannya. Melalui ‘amal jamâ’i, kita juga harus mengubah perasaan yang tidak islami di tengah umat menjadi perasaan islami hingga masyarakat ridha atas apa yang diridhai Allah dan benci terhadap apapun yang dibenci oleh Allah. Tanpa mengenal lelah, kita harus mengubah semua bentuk interaksi di tengah masyarakat menjadi interaksi yang sesuai dengan syariah Islam. Pendek kata, kita harus terus menanamkan Islam ke dalam tubuh umat dan terus bergerak menuntut perubahan di tengah masyarakat hingga Khilafah tegak. Bina umat, berjuang bersama umat dan tegakkan Khilafah! Itulah jalan yang harus ditempuh.
Boleh saja ada orang yang mengatakan bahwa jalan demikian ini sulit dan lama. Boleh saja ada yang berpendapat seperti itu. Namun, ingatlah bahwa inilah jalan satu-satunya yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw. sebagai jalan yang akan membawa pada kemenangan Islam. Tidak ada jalan lain. Memang, jalan ini jalan yang panjang dan berliku, penuh onak dan duri. Namun, kita sudah berada di ujung jalan keberhasilan. Insya Allah, berdasarkan fakta-fakta yang ada di berbagai negeri Muslim, tegaknya Khilafah kiranya tinggal menunggu waktu saja! Oleh karena itu, camkanlah: “Layar telah terkembang. Pantang biduk pulang ke pantai. Pergilah dan teruslah kalian berjuang! Jangan kembali pulang, hingga kemenangan itu datang!” []