Sejak sosialisasi rencana penyelenggaraan Muktamar Khilafah 2013 di 31 kota, semua syabah berusaha sungguh-sungguh untuk terus memahamkan masyarakat tentang kewajiban syariah dan Khilafah serta mendorong mereka untuk hadir menjadi saksi sejarah perjuangan sebelum Khilafah benar-benar tegak. Berbagai daurah, diskusi, training, sanlat, kajian Islam terus digelar. Bahkan semakin mendekati pelaksanaan Muktamar Khilafah (MK) para syabah menyapu bersih kantong-kantong massa majelis taklim, sekolah, perkantoran dan kampus-kampus. Ada juga yang door to door mendatangi rumah warga untuk mengajak hadir dalam hajatan besar kaum Muslim ini.
Respon masyarakat pun beragam. Ada yang dengan senang hati menyambut bahkan mengajak keluarga, saudara, atau massa/jamaahnya. Ada juga yang menanggapinya dengan dingin. Tak jarang juga yang meresponnya dengan antipati, mencela dan memusuhi. Ada syabah yang menyaksikan sendiri, selebaran dan pamflet ajakan menuju MK dirobek-robek di depan mata, lalu dimunculkan stigma negatif bahwa Hizbut Tahrir menyesatkan, dan acara MK ini adalah acara dalam rangka maksiat. Masya Allah! Tak ada makian yang mampu keluar dari mulut syabah tersebut. Yang ada hanya aliran air mata di pipi menahan diri sambil beristigfar. “Mereka begitu karena mereka belum paham,” hanya kalimat itulah yang terngiang dan menguatkan diri.
Tak hanya mempersiapkan kehadiran peserta, masalah dana pun menjadi perhatian besar para syabah. Semua sadar, agenda akbar ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Berbagai usaha yang menghasilkan dana pun dilakoni. Mengumpulkan barang-barang layak pakai untuk dijual di perkampungan masih efektif untuk menghasilkan dana. Ibu-ibu pun menjadi wirausaha dadakan; menjual ini-itu yang bisa mendatangkan laba demi mensukseskan MK. Di salah satu tempat di Bogor bahkan dikenal ada “Keripik MK”. Keripik singkong yang dijual para syabah ini keuntungannya bisa mendanai minimal 3 bis peserta MK ke Jakarta. SubhanalLah. Ada juga syabah yang rela mengorbankan barang-barang berharga seperti cincin kawinnya untuk dijual demi bisa berkontribusi dalam mensukseskan MK. Semua dilakukan karena kesadaran pentingnya acara MK ini.
Belum Sempat Hadir MK
Ada kabar sedih menjelang Muktamar Khilafah 2 Juni 2013 di Jakarta. Salah seorang sahabat terbaik kami, Diana Mardiati, penanggung jawab MHTI di daerah Gunung Putri Bogor, dipanggil Allah SWT beberapa hari setelah melahirkan putri ke tiganya, seminggu sebelum puncak MK di Ibukota berlangsung. Tak ada yang menyangka, orang yang paling bersemangat mengurusi dakwah dan mempersiapkan kehadiran massa MK dari wilayahnya itu, justru tidak sempat menyaksikan muktamar yang sudah dinanti-nanti. Semoga Allah SWT mengampuni dan menempatkan dirinya dalam barisan para syahidah pejuang Allah.
Di Jember ada seorag ibu tua berusia 80 tahun, yang sudah rutin mengikuti pegajian umum MHTI. Beliau pun wafat sebelum berangkat ke MK di Surabaya. Padahal beliau sangat antusias untuk hadir di MK Surabaya sehingga beliau turut berinfak dan membuatkan makanan. Semua beliau siapkan untuk peserta di daerahnya yang akan berangkat MK ke Surabaya. Namun, Allah lebih dulu menjemputnya sebelum sempat hadir di MK. AlLahummagfirlaha warhamha…
Penuh Inspirasi
Di Papua, meski sehari sebelum berlangsungnya MK diguyur hujan deras, hal itu tidak menyurutkan kehadiran peserta yang datang dengan antusias tinggi. Sengatan sinar matahari yang sangat terik pada saat MK di Medan maupun Surabaya juga tidak menyurutkan peserta untuk mendengarkan pidato dan orasi politik para tokoh pengusung penegakan syariah dan Khilafah.
Di Makassar, yang biasanya berhawa panas, saat MK Allah SWT memberikan suasana mendung dan menenteramkan. Puluhan ribu kaum Muslim telah hadir untuk menggelorakan perjuangan syariah dan Khilafah, menggambar-kan betapa rindunya umat Islam akan indahnya hidup di bawah naungan syariah Islam.
Saat penyelenggaraan puncak MK di Jakarta, lebih dari 600 bis dari Bogor bergerak memecah kesunyian dini hari membawa peserta MK menuju Gelora Bung Karno. Lebih dari 400 bis juga bergerak dari Bandung dan sekitarnya sejak tengah malam. Dari Banten, lebih dari 200 bis bergerak membawa peserta yang memadati GBK bersama puluhan ribu kaum Musim dari seluruh penjuru Jakarta dan luar Jawa. Semuanya berbondong-bondong menuju satu titik di Senayan untuk bersama-sama menyatukan semangat.
Panitia MK yang sudah dipersiapkan dengan sigap dan cepat melayani para peserta. Di Menado dan Papua, jumlah syabah-nya tidak seberapa, namun siap melayani peserta yang hadir berbondong-bondong. Senyum hangat terus menghiasi bibir para panitia. Meski lelah dan letih, semua panitia MK di 31 kota tetap sabar melayani setiap kebutuhan dan pertanyaan para peserta. Dengan sabar para panitia mengarahkan peserta Muktamar Khilafah 2013 ke tempat duduk yang telah disediakan. Meski kaki terus digunakan berdiri, mulut terus berbicara melayani, tangan senantiasa menyambut kedatangan, pegal terasa. Namun, karena mengharap ridha Allah dan nashrulLah, dengan segala keterbatasan, mereka tetap memberikan yang tebaik.
Pekikan takbir dan seruan penegakkan syariah Islam kerap menggema di setiap tempat pelasanaan MK. Panji-panji kebesaran Islam (Bendera al-Liwa dan ar-Raya) berkibar menyemarakkan kerinduan akan syariah Islam. Sejumlah orang dengan latar belakang suku yang berbeda, ragam profesi mulai dari pelajar, mahasiswa, dosen, pegawai swasta, pegawai negeri, buruh, karyawan swasta, pengusaha hingga pensiunan, santri, tokoh masyarakat dan mubalighah, larut dalam seluruh kegiatan MK.
Di antara peserta, ada yang sudah uzur, namun tetap “memaksakan” diri untuk ikut memberikan andil bagi perjuangan Islam. Bahkan ada beberapa di antaranya yang rela bersusah-payah dengan kursi rodanya untuk hadir pada acara MK. Ibu Rini, seorang perempuan berusia 50 tahun dari kafilah Bogor Utara, dengan semangat mengikuti MK 2013 di GBK. Meskipun memakai kursi roda akibat penyakit stroke yang menyerangnya, ia tetap bersikeras untuk menghadiri kegiatan tersebut. Padahal Ibu Rini sudah diberitahu bahwa fasilitas di GBK terutama tangga untuk naik ke tribun cukup tinggi. Namun, ketertarikan beliau untuk mengetahui lebih mendalam dan turut berpartisipasi dalam perubahan dunia menuju Khilafahlah yang mendorongnya tetap bersemangat.
Begitu juga Ibu Ida (80 tahun), salah satu peserta rombongan Muslimah dari Tanah Baru Bogor yang sangat semangat mengikuti Muktamar Khilafah 2013 di GBK Jakarta. Di usianya yang tidak muda lagi, semangatnya memberikan inspirasi kepada kaum Muslim bahwa perjuangan ini tidak hanya diisi oleh mereka yang masih muda. Semangat akidah Islamlah yang mendorongnya untuk mengambil bagian dalam acara MK. “Dengan syariah Islam kita akan selamat dunia-akhirat”, itulah kutipan harapan Ibu Ida yang di sampaikan kepada seluruh kaum Muslim yang merindukan tegaknya Khilafah Islamiah.
Sejumlah anak mulai dari usia balita hingga menjelang remaja pun tak ketinggalan turut memadati lokasi acara MK bersama para ibunya. Beberapa wanita hamil juga terlihat bersemangat mengayun-ayunkan al-Liwa dan ar-Raya sebagai bentuk dukungannya terhadap kembalinya kejayaan Islam.
Di tengah deru degup jantung yang merindukan kembalinya Khilafah, terdapat seorang peserta MK asal Lamongan Jawa Timur, Ibu Fadhillah (57 tahun). Ia telah mengikuti acara MK di Surabaya, namun tetap bersemangat menghadiri puncak MK di GBK Jakarta. Ibu yang penuh kesederhanaan ini begitu rindu akan tegaknya Khilafah. Usut punya usut, ternyata ibu ini sangat berharap bisa bertemu kembali dengan putranya. Setahun yang lalu anak lelakinya lulus SMU dan melanjutkan sekolah ke Mesir. Saat gencar berita perjuangan mujahidin di Suriah dalam menegakkan Khilafah, anak lelakinya itu memberikan kabar bahwa kini ia turut berjihad di Suriah. Sang Ibu pun merasakan ruh perjuangan anaknya. Tiada henti ia berdoa agar Khilafah cepat berdiri. Ia punya keyakinan bahwa kalau Khilafah tegak, anaknya akan pulang kembali ke pangkuannya. Karena itu segala aktivitas yang mendukung tegaknya Khilafah ia jalani, termasuk jauh-jauh dari desanya menuju Surabaya kemudian ke Jakarta untuk berkontribusi dalam penegakkan Khilafah.
Perjuangan dan Pegorbanan
Perjuangan tentu tak luput dari ujian dan tantangan. Di Medan, sepulang dari muktamar, satu angkot kafilah dari Serdang Bedagai mengalami kecelakaan. Saat melewati perlintasan kereta api, supir angkot panik karena para ibu berteriak histeris disebabkan kereta api yang sudah mendekat. Angkot pun terperosok. Satu orang mengalami patah tulang, dua orang luka berat, dan lainnya luka ringan. AlhamdulilLah, jamaah ibu-ibu ini sangat tulus ikhlas, menerima kejadian ini sebagai qadha Allah dan bagian dari perjuangan.
Puji-syukur kepada Allah Yang telah memberikan kesuksesan pada semua peyelenggaraan MK se-Indonesia. Saat pembacaan doa di akhir acara muktamar, banyak dari peserta yang tidak kuat menitikkan air mata karena kesedihan yang dirasakan, betapa beratnya hidup di bawah tekanan Kapitalisme ini. Seluruh peserta sama-sama berharap bahwa Allah akan memenangkan Islam dan mengembalikan kembali ‘izzah-Nya ke dunia ini. Semoga semua yang telah dikorbankan, bisa menjadi wasilah bagi tegaknya Khilafah Islamiyah. WalLahu a’lam. [Ina]