Pengantar:
Sebagian kalangan mempertanyakan apa pentingnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyelenggarakan rangkaian acara besar “Muktamar Khilafah” (MK) di 31 kota besar di Indonesia, yang puncaknya di Jakarta, 2 Juni 2013 lalu? Sebagian menganggap dana besar miliaran rupiah itu bisa digunakan untuk aksi yang lebih nyata dan lebih bermanfaat. Sebagian lagi menganggap bahwa tak mungkin Khilafah tegak hanya dengan menyelenggarakan muktamar, konferensi, atau apapun namanya. Sebagian lainnya lagi menganggap gagasan Khilafah yang terus-menerus disuarakan oleh HT(I) tidak membumi.
Berbagai anggapan itu tentu keliru sekaligus menunjukkan kekurangpahaman terhadap visi dan misi perjuangan HT. Lalu apa sebetulnya visi dan misi perjuangan HT yang identik dengan perjuangan penegakkan kembali Khilafah ini? Apa pula aspek penting dari kegiatan MK di berbagai daerah dan puncaknya di Gedung Stadion Gelora Bung Karno yang dihadiri lebih dari 110 ribu perserta? Jawabannya dipaparkan oleh Juru Bicara HTI, HM Ismail Yusanto, dalam wawancara Redaksi dengan beliau berikut ini.
Apa arti penting dari Muktamar Khilafah (MK) lalu?
Kita tahu, pada bulan Rajab 92 tahun lalu, tertoreh tinta hitam dalam lembaran sejarah umat Islam di seluruh dunia. Pada bulan Rajab itu, tepatnya pada tanggal 28 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M, Khilafah Islamiyah yang ketika itu berpusat di Turki diruntuhkan oleh Mustafa Kamal atas dukungan Inggris.
Sejak keruntuhan payung Dunia Islam itu, umat Islam kehilangan institusi pelaksana syariah, pelindung dan pemersatu umat. Wilayah Dunia Islam yang semula sangat luas kemudian dikerat-kerat oleh negara kafir penjajah menjadi negara kecil-kecil yang berdiri atas dasar nasionalisme. Harkat-martabat umat dilecehkan, darah umat ditumpahkan dan pemikiran umat disimpangkan. Pendek kata, tanpa Khilafah, umat mengalami keterpurukan yang luar biasa, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Benarlah, ketika para ulama menyebut tiadanya Khilafah itu sebagai ummul jarâim atau pangkal timbulnya aneka penderitaan, keburukan dan kejahatan.
Menyadari arti pentingnya Khilafah dan betapa vitalnya bagi terwujudnya kembali izzul Islam wal muslimin, maka umat Islam di seluruh dunia, termasuk Hizbut Tahrir, sesungguhnya tidak pernah tinggal diam, terus berjuang keras untuk tegaknya kembali payung Dunia Islam itu.
Menegakkan Khilafah merupakan kewajiban besar bagi seluruh umat Islam. Para ulama menyebut sebagai min a’zham al-wajibat –termasuk kewajiban yang paling agung-. Oleh karena itu, wajib pula bagi kita semua untuk mengerahkan segenap daya dan upaya guna mewujudkan cita-cita mulia ini. Inilah al-qadhiyyah al-muslimin al-mashîriyyah atau persoalan utama umat Islam di seluruh dunia yang sesungguhnya.
Nah, Muktamar Khilafah (MK) dengan tema Perubahan Besar Dunia Menuju Khilafah, yang diselenggarakan oleh HTI di sepanjang bulan Mei – Juni ini, di 31 kota di seluruh Indonesia dari Banda Aceh hingga Papua, dan puncaknya pada 2 Juni lalu di Gelora Bung Karno, tak lain adalah sebagai medium untuk mengokohkan visi dan misi perjuangan umat untuk tegaknya kembali kehidupan Islam itu.
Visi dan misi ini penting untuk terus ditegaskan, dikokohkan dan digelorakan, apalagi di tengah arus perubahan besar dunia. Lihatlah apa yang tengah terjadi di Timur Tengah, juga di kawasan Asia Tengah, Asia Selatan, juga Eropa dan Amerika Serikat (AS). Setelah keruntuhan Sosialisme-komunisme, kini Kapitalisme semakin gontai akibat terus didera krisis multidimensi yang seolah tak bertepi. Pada saat yang sama, gelombang perubahan terjadi pula di berbagai negeri Muslim. Di sana, umat Islam bangkit melakukan perlawanan terhadap rezim yang menindas. Hasilnya, satu-persatu rezim-rezim diktator itu tumbang dari kursi kekuasaannya.
Melalui Muktamar Khilafah itu kita ingin mengingatkan, bahwa memang perubahan adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi, perubahan tanpa arah yang benar tidak akan memberi kebaikan hakiki, seperti yang selama ini terjadi, termasuk di negeri ini.
Jadi, melalui muktamar itu, kita ingin menegaskan, bahwa bila tidak ada yang tetap di dunia ini kecuali perubahan, maka perubahan yang akan benar-benar menghasilkan kebaikan yang hakiki itu tak lain adalah perubahan menuju tegaknya al-haq, perubahan menuju tegaknya Islam, yakni perubahan menuju tegaknya kembali syariah dan Khilafah.
Catatan dari MK di berbagai daerah dan Jakarta terkait peserta, panitia dan jalannya acara?
Saya hadir muktamar di Semarang, Banjarmasin, Ambon dan Makassar. Alhamdulillah, acara muktamar di kota tempat saya hadir, juga di semua kota lain berjalan dengan sangat lancar, tertib, aman, meriah, gagah dan penuh gelora perjuangan. Pendek kata, Muktamar Khilafah telah berlangsung sangat sukses, baik dari sisi opini, peserta, penyelenggaraan maupun pendanaan. Dari sisi peserta, target kehadiran peserta boleh disebut di semua kota terpenuhi. Bahkan di beberapa kota seperti Surabaya, Pekanbaru, Medan dan tentu saja Jakarta, peserta melewati target, meluber hingga keluar dari tempat yang telah disediakan. Di Jakarta hadir lebih dari 110 ribu peserta dari 100 ribu yang ditargetkan.
Dari sisi opini, melalu orasi yang disampaikan dengan penuh semangat, ditambah dengan aneka sajian teatrikal yang menggugah, saya kira telah tertancap dalam diri seluruh peserta tentang Khilafah dan kepentingannya untuk ditegakkan kembali. Penyebaran opini ini tidak hanya di tengah peserta di tempat acara, tetapi juga di tengah masyarakat luas karena ternyata media massa cetak dan elektronik di daerah sangat antusias meliput acara ini. Bahkan ada koran di Banjarmasin, satu hari sebelum dan sesudah acara menulis di satu halaman penuh acara MK yang diselenggarakan di halaman Masjid Sabilal Muhtadin. Di Jakarta, acara MK diliput oleh media massa cetak maupun elektronik. Ada beberapa TV yang menyiarkan secara live, meski hanya beberapa menit. TVRI melakukan siaran tunda pada 6 Juni pagi dengan durasi sekitar 1,5 jam. Itu artinya, acara MK ini memang bernilai berita, dan pers tak ragu untuk menyebarluaskannya.
Ada tantangan dan hambatan? Bagaimana mengatasinya?
Penyelenggaraan MK di 31 kota di seluruh Indonesia itu praktis tidak mengalami tantangan dan hambatan yang berarti. Memang, ada satu-dua orang yang mencoba menghadang kehadiran peserta dan menyerukan supaya umat memboikat acara ini, tetapi usaha itu gagal total.
Menjelang, selama dan setelah acara, yang kita dapatkan bukan hambatan, tetapi justru dukungan dari semua elemen umat baik di pusat maupun daerah. Perijinan dari pihak kepolisian di pusat dan daerah juga tidak sedikitpun menghadapi halangan. Di beberapa daerah, malah Kapolda atau Kapolres menjamin secara langsung keamanan acara muktamar ini. Di Surabaya, perwakilan dari 18 instansi melakukan rapat beberapa hari sebelum Hari H guna mendukung suksesnya acara MK Jatim di Surabaya.
Sebelum MK, HTI pun sudah menggelar acara lain semisal Konferensi Rajab 2011, Muktamar Ulama Nasional (MUN) 2009 dan Konferensi Khilafah Internasional (KKI) 2007. Apa pengaruh dari masing-masing acara tersebut bagi peserta dan bagi dunia perpolitikan di Indonesia maupun dunia?
Sesuai dengan segmennya, Muktamar Ulama Nasional (MUN) sangat berpengaruh kepada para ulama. Usai mengikuti acara itu, para ulama yang hadir baru menyadari bahwa HT, meski di Indonesia dipimpin oleh anak-anak muda, sesungguhnya didirikan dan dipimpin oleh para ulama dengan kualias pemikiran dan pemahaman Islam khas ulama. Karena itu setelah acara, banyak sekali ulama yang makin mantap mendukung, bahkan ada yang kemudian bersedia berjuang bersama HT.
Konferensi Rajab berpengaruh pada publik secara umum dari sisi gagasan bagaimana Khilafah menyejahterakan umat dan bagaimana kesejahteraan itu bisa dilahirkan. Usai mengikuti acara, umat menjadi mengerti bahwa Islam dengan Khilafahnya juga memiliki konsep tentang ekonomi dan cara untuk menyejahtarakan rakyat dengan cara yang khas, yang berbeda dengan Kapitalisme ataupun Sosialisme.
KKI dulu berpengaruh sangat besar kepada publik di Indonesia dan bahkan dunia. Pasalnya, inilah acara sangat besar pertama yang membawa tajuk tentang syariah dan Khilafah. Banyak pihak kaget. Sejak acara itu, keberadaan HT di Indonesia makin diperhitungkan, baik oleh pihak di dalam maupun luar Indonesia.
Bagaimana dengan MK ini?
Ada beberapa pengaruh yang kita dapatkan dari Muktamar Khilafah itu. Yang utama tentu saja adalah pengaruh terhadap peningkatan kesadaran umat, khususnya mereka yang hadir pada acara muktamar di berbagai kota di Indonesia itu, tentang arti pentingnya Khilafah bagi terwujudnya kembali ‘izzul Islam wal Muslimin. Semua orang yang kita temui atau kita wawancarai usai acara serempak menyatakan hal senada, bahwa tegaknya kembali Khilafah sangatlah penting. Oleh karena itu, penting pula untuk terus berjuang hingga cita-cita mulia itu terwujud.
Peningkatan kesadaran umat berlangsung cukup signifikan. Hal itu terlihat dari membludaknya peserta di setiap acara MK di berbagai daerah, juga gegap-gempitanya respon peserta yang hadir di sepanjang acara. Gelora Bung Karno seakan hendak runtuh tatkala secara serempak peserta yang hadir meneriakkan takbir dan yel-yel, “Khilafah, Khilafah, Khilafah” berulang-ulang. Itu semua menunjukkan bahwa mereka satu hati dan pikiran dengan semua ide atau gagasan yang dicetuskan dalam MK.
Kedua, tumbuhnya kepercayaan umat terhadap Hizbut Tahrir. Di tengah krisis kepercayaan terhadap partai politik, termasuk partai politik Islam, akibat berbagai kasus korupsi, Hizbut Tahrir ingin menunjukkan diri (dalam arti positif) sebagai kelompok yang masih bisa diharapkan untuk membawa umat kepada terwujudnya cita-cita.
Kepercayaan serta dukungan itu nyata. Coba perhatikan, sungguh mustahil menggerakkan umat, yang sebagiannya berasal dari daerah yang cukup jauh, bahkan ada yang harus menempuh perjalanan darat lebih dari 24 jam, untuk hadir dalam acara muktamar, apalagi mereka harus memberli tiket, bila dalam diri mereka tidak ada kepercayaan kepada HT? Kepercayaan umat itu sangat penting karena kepercayaan akan melahirkan dukungan.
Ketiga, melalui muktamar ini, berbagai pihak bisa melihat, bahwa Hizbut Tahrir terbukti mampu menyelenggarakan acara besar dengan aman, megah, meriah dan terkendali. Ini akan menepis kekhawatiran atau tudingan sementara pihak yang menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah kelompok radikal yang akan membuat onar negeri ini. Kekhawatiran dan tudingan miring seperti itu kadang tidak cukup dibantah dengan lisan, tetapi juga harus dengan tindakan. Penyelenggaraan muktamar yang sukses insya Allah akan menepis semua itu. Bila hal ini bisa terus kita jaga dan kita tingkatkan, pada gilirannya siapapun yang berpikir sehat dan obyektif tidak akan bisa menilai secara negatif kehadiran HT, bahkan akhirnya akan merasa bahwa HT diperlukan untuk membawa negara ini ke arah yang lebih baik.
Keempat, penyelenggaraan muktamar yang luar biasa itu juga makin meningkatkan kepercayaan diri Hizbut Tahrir secara internal akan kemampuan manajemen dan kepemimpinan, khususnya dalam mengorganisasi sebuah acara dengan massa yang sangat besar dengan sukses. Kepercayaan diri ini penting untuk terus ditingkatkan guna meyakinkan seluruh kader bahwa kita bisa menggerakkan dan memimpin umat karena kita punya kemampuan, baik kemampuan ide dan gagasan, kemampuan kepimpinan, manajemen dan organisasi, kemampuan kerjasama, serta kemampuan melakukan tindakan dan langkah politik. Ke depan, kepercayaan diri ini akan makin diperlukan dalam menghadapi setiap tantangan, hambatan, rintangan dan cobaan dalam pergolakan perjuangan yang mungkin akan lebih keras dan dahsyat hingga tercapai cita-cita.
Bagaimana agenda HTI ke depan?
Muktamar Khilafah dalam roadmap dakwah HTI seperti sebuah stop-over atau momen untuk penyegaran, penegasan, pengokohan dan penggeloraan visi dan misi serta arah perjuangan. Pengokohan visi dan misi perjuangan umat itu merupakan bagian dari perjuangan itu sendiri yang sangat penting karena visi dan misi akan memberi arah kemana perjuangan ini akan menuju. Dengan begitu umat bisa memahami semua yang dilakukan oleh HT tak lain adalah guna mewujudkan kehidupan Islam melalui tegaknya syariah dan Khilafah. Setelah mengerti, umat tentu akan mendukung, termasuk mendukung semua yang dilakukan oleh HT, mulai dari aktivitas pembinaan dan pengkaderan hingga semua kegiatan dalam tahapan perjuangan politik (kifah as-siyasi) dan interaksi dengan umat (tafa’ul ma’a al-ummah) serta istilam al-hukmi (serah-terima kekuasaan pemerintahan).
Setelah muktamar, HTI tentu akan kembali menekuni jalan dakwah dengan seabreg kegiatan yang selama ini telah berjalan. Intinya adalah pembinaan dan pengkaderan melalui halqah-halqah yang saat ini telah berkembang di hampir semua tempat di Indonesia. Lalu usaha pembentukan opini dan kesadaran umat yang dilakukan secara langsung baik melalui seminar, diskusi, tablig akbar dan lainnya, ataupun secara tidak langsung melalui media cetak, elektronik maupun on-line, serta meraih dukungan tokoh umat dari kalangan ahlul quwwah melalui kontak dan pendekatan intensif. []