Kapitalisme—yang saat ini diemban oleh Barat dan beberapa negeri Muslim—sesungguhnya bertumpu pada tiga hal. Pertama: memisahkan urusan kehidupan dengan agama. Kedua: menjadikan manfaat sebagai tolok ukur perilaku dan segala sesuatu. Ketiga: mengukur kebahagiaan berdasarkan pemenuhan kemanfaatan yang bersifat materi saja. Ketiga hal inilah yang melahirkan peradaban Barat dengan Kapitalisme sebagai ideologinya.
Dengan ini pula mereka memandang perempuan. Mereka telah meminggirkan agama untuk mengatur masalah perempuan. Mereka juga menilai kemuliaan perempuan dengan ukuran kemanfaatan secara materi saja. Nilai kemuliaan perempuan terletak pada kecantikan, atau kemanfaatan materi yang bisa diberikan perempuan. Kontribusi perempuan di bidang ekonomi juga menjadi tolok ukur kemuliaan perempuan. Intinya, perempuan ideal adalah mereka yang bisa memberikan kemanfaatan fisik (materi) kepada semua pihak. Itulah pandangan kapitalis terhadap perempuan.
Itulah berbagai perangkap yang diciptakan kapitalis atas nama kemuliaan bagi perempuan. Perempuan bukannya lebih maju dan terhormat. Mereka bahkan terhina. Mereka bukan saja jauh dari tuntunan syariah. Bahkan mereka menjadikan Kapitalisme semakin kokoh.
Mulia Menurut Islam
Mulia adalah predikat yang begitu tinggi. Ia tidak bisa diberikan kepada sembarang manusia. Predikat tersebut selayaknya tidak ditentukan oleh manusia sendiri. Pasalnya, pandangan manusia terbatas dan bisa keliru.
Karena itu ukuran kemuliaan perempuan harus berasal dari Allah SWT. Dialah Yang menciptakan perempuan dan yang memahami tujuan dari penciptaannya. Jika tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah SWT maka derajat kemuliaan manusia seharusnya ditentukan dari seberapa besar ia dapat menghambakan dirinya di hadapan Sang Khalik. Dari sinilah konsep takwa seharusnya menjadi tolok ukur kemuliaan seseorang. Sebab, takwa hakikatnya adalah ketundukan seorang hamba di hadapan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian Sesungguhnya Allah Mahatahu lagi Maha Mengenal (QS al-Hujurat [49]: 13).
Ketika Islam mengukur kemuliaan perempuan dari ketakwaannya, maka penampilan fisik perempuan bukanlah patokan. Apalagi kecantikan adalah bagian dari qadha’ (ketetapan) Allah SWT yang setiap manusia hanya bisa pasrah menerimanya. Jika hal ini menjadi tolok ukur, bukankah hal ini berarti Allah SWT tidak adil karena telah memberikan kecantikan pada sebagian perempuan, sementara sebagian yang lain tidak. Padahal hal itu tentu mustahil bagi Allah SWT. Rasulullah saw. menguatkan hal ini dengan sabdanya:
إِنَّ الله لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa/fisik dan harta kalian, tetapi Allah memandang hati dan amal kalian (HR Muslim).
Islam Memuliakan Perempuan
Islam telah memuliakan perempuan dengan tugas pokok menjadi ibu serta pengatur dan penjaga bahtera rumah tangga. Mereka pun mulia karena peran utama tersebut juga ditunjang dengan beberapa peran dalam kehidupan melalui ketentuan syariah yang berlaku bagi laki-laki dan perempuan.
Islam juga telah memuliakan perempuan dengan menjamin hak-haknya sebagai manusia. Islam menjamin hak perempuan untuk dilindungi kehormatan, akal, harta, jiwa, agama dan keamanannya. Islam juga menjamin hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Perempuan juga dijamin hak berpolitiknya oleh syariah Islam.
Pertama: jaminan terhadap kehormatan. Melalui hukum-hukum yang menyangkut pergaulan antarlawan jenis, Islam telah menjaga perempuan agar kehormatannya terlindungi. Islam mewajibkan perempuan untuk menutup aurat, mengenakan jilbab dan kerudung ketika keluar rumah, menundukkan pandangan, tidak ber-tabarruj (berdandan berlebihan), tidak berkhalwat, bersafar lebih dari sehari-semalam harus disertai mahram, dan lain-lain. Semua hukum-hukum tersebut sejatinya bukanlah untuk mengekang kebebasan perempuan. Bahkan sebaliknya, dengan aturan tersebut perempuan dimuliakan karena dapat beraktivitas tanpa ada ancaman. Sebab, mereka yakin bahwa Allah SWT akan melindungi perempuan karena mereka telah terikat dengan aturan Allah SWT.
Dalam hukum-hukum tentang pernikahan, pelanggaran kehormatan, kekerasan domestik dan penganiayaan terhadap istri adalah perkara-perkara yang dilarang oleh Islam. Bahkan untuk menjaga kehormatan perempuan, Islam juga mengharamkan beberapa jenis pekerjaan yang mengeksploitasi keperempuanan, misalnya bintang film, model iklan, penari, penyanyi dan lain-lain.
Kedua: jaminan kesejahteraan. Ketika perempuan mendapatkan tugas utama sebagai ibu serta pengatur dan penyelamat bahtera rumah tangga, maka perempuan tidak dibebani tugas untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri. Tugas tersebut dibebankan kepada lelaki—suaminya, ayahnya ataupun saudaranya.
Namun demikian, perempuan tetap boleh bekerja dan memainkan peran lain dalam kehidupan bermasyarakat, selain peran dalam keluarga seperti yang telah disebut di atas. Keberadaan dokter, guru, perawat, hakim, polisi perempuan adalah beberapa profesi yang dapat ditekuni perempuan dan sangat penting bagi keberlangsungan masyarakat.
Islam juga telah memberikan hak kepada perempuan untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi. Perempuan berhak ikut serta dalam perdagangan, pertanian, industri dan melangsungkan akad-akad, bermuamalah serta berhak untuk memiliki dan mengembangkan segala jenis kepemilikan.
Ketiga: jaminan untuk memperoleh pendidikan. Dalam Islam menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang, laki-laki maupun perempuan. Bahkan sangat penting bagi perempuan Muslimah untuk memiliki pendidikan islami setinggi mungkin. Merekalah yang nantinya akan menjadi sumber pengetahuan pertama bagi anak-anaknya.
Negara Khilafah berkewajiban menjalankan sistem pendidikan agar seluruh warga negara (termasuk perempuan) mendapatkan pendidikan yang diperlukan bagi kelangsungan kehidupannya.
Keempat, jaminan untuk berpolitik. Islam memerintahkan perempuan untuk beraktivitas politik dan beramar makruf nahi mungkar kepada penguasa (QS Ali Imran [3]: 104, at-Taubah [9]: 71). Perempuan dalam Islam memiliki hak untuk memilih khalifah, memilih dan dipilih menjadi anggota majelis umat, atau menjadi bagian dari partai politik Islam. Hanya saja, urusan yang berkaitan dengan kekuasaan pemerintahan tidak boleh dijabat oleh perempuan.
Kelima: jaminan untuk kelangsungan keturunan. Melalui hukum-hukum tentang nasab (juga hukum-hukum pernikahan), Islam telah memuliakan perempuan untuk memperoleh keturunan yang sah, bahkan kehidupan rumah tangga yang menenteramkan. Melalui pernikahan syar’i, perempuan mendapatkan hak-haknya sebagaimana laki-laki (suami) mendapatkan hak-haknya dari istrinya.
Keenam, jaminan ketika perempuan berada di ruang publik. Islam memuliakan perempuan dengan jaminan di bidang peradilan. Islam juga membolehkan perempuan untuk berjihad. Islam juga memuliakan perempuan dengan membolehkan perempuan berkiprah di berbagai lapangan kehidupan, baik dalam struktur pemerintahan (yaitu selain penguasa dan qadhi mazhalim) maupun aktivitas umum lainnya. Semua itu tentu dilaksanakan dengan tetap menjaga pelaksanaan hukum syariah lainnya.
Meski mendapatkan banyak kesempatan berkiprah di ruang publik, Islam dengan hukum-hukum syariahnya tetap menjamin keamanan perempuan; baik harta, jiwa, akal maupun agamanya. Di antara hukum-hukum itu antara lain kewajiban ber-mahram bagi perempuan bila keluar rumah lebih dari sehari semalam, meminta ijin suami bagi istri yang hendak keluar rumah, tidak ber-khalwat, menjaga penampilan, dan lain-lain.
Demikianlah jaminan Islam yang diberikan khusus bagi perempuan. Semua itu tidak lain agar perempuan menjadi makhluk mulia, terhormat di hadapan Allah SWT dan manusia lain.
Peran Negara Khilafah
Meski mekanisme Islam untuk memuliakan perempuan sudah demikian sempurna, arus pengaruh budaya liberal bisa saja menggempur umat. Dalam hal ini, Khilafah telah memiliki mekanisme untuk menjaga umat dari serangan musuh. Khilafah harus senantiasa berupaya agar setiap individu memiliki ketakwaan yang tinggi. Ketakwaan individu inilah yang menjadi benteng awal dari berbagai serangan musuh. Sistem pendidikan dan sosial dalam negara Khilafah akan mampu menumbuhkan ketakwaan tersebut.
Khilafah juga harus membangun masyarakat yang peduli sehingga dapat melakukan kontrol terhadap semua bentuk serangan kepada perempuan dan pelanggaran terhadap hukum syariah. Khilafah pun wajib melakukan kontrol atas media massa yang bisa merusak gaya hidup perempuan. Keberhasilan negara dalam menegakkan hukum secara menyeluruh (baik politik, ekonomi, sistem sanksi, keamanan, dan lain-lain) juga akan sangat efektif untuk menangkal serangan tersebut. [Noor Afeefa]