Pengantar:
Media massa telah memberitakan, acara kontes ratu kecantikan Miss World akan digelar di Indonesia sebagai tuan rumah. Jika ini terjadi, inilah pertama kalinya kontes ratu kecantikan tingkat internasional digelar di negeri ini. Banyak pihak telah mengekspresikan penolakan mereka terhadap kontes Miss World itu. Di antara yang gencar menolak Miss World adalah HTI. Ajang Miss World itu ditengarai kental dengan eksploitasi dan komersialisasi tubuh perempuan. Lebih berbahaya dari itu, Miss World adalah propaganda liberalisme, hedonisme dan gaya hidup jauh yang dari nilai-nilai keislaman dan keimanan.
Mengapa ajang Miss World itu harus ditolak? Apa bahayanya bagi generasi negeri ini? Untuk mengatahui jawabannya, kali ini Redaksi mewawancarai Juru Bicara Muslimah HTI, Ustadzah Iffah Ainur Rochmah. Berikut petikannya.
HTI gencar melakukan penolakan Miss World 2013 yang rencananya diselenggarakan di Indonesia. Apa latar belakangnya?
Pertama: Miss World adalah kontes kecantikan tertua yang menginspirasi kemunculana kontes-kontes kecantikan lainnya. Menolak Miss World berarti menolak ‘nenek moyang’ kontes kecantikan berikut anak-turunnya. Ini sejalan dengan kritik yang selalu disampaikan HTI atas penyelenggaraan dan pengiriman kontestan ke kontes-kontes kecantikan baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Event-event begini hanya punya satu tujuan utama: mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari proyek eksploitasi tubuh perempuan. Kemasan kompetisi berikut kriteria penilaiannya (Beauty, Brain and Behaviour, Beauty with Purpose) hanyalah kedok dan legalisasi agar kontes pamer aurat ini diterima oleh masyarakat.
Yang menjadi korban eksploitasi ini bukan hanya ratusan perempuan yang menjadi kontestannya. Jutaan bahkan ratusan juta perempuan di seluruh dunia menjadi korban iklan fashion, kosmetik, salon kecantikan dan figur Barbie. Mereka rela bangkrut dan sekarat agar secantik Barbie. Kita tahu anak-anak perempuan Indonesia pun sudah menjadi korbannya. Penangkapan jaringan prostitusi Keiko dan mucikari anak SMP beberapa bulan lalu semestinya juga menjadi tamparan bagi kita semua. Mereka melacurkan diri demi mendapatkan barang mewah yang diiklankan.
Jelas, kita tidak boleh membiarkan ajang eksploitasi dan pelecehan martabat perempuan ini. Alasannya, karena Islam menempatkan perempuan pada posisi mulia, jauh dari medan eksploitasi.
Kedua: kontes ini jelas menanamkan gaya hidup dan role model yang merusak: serba mewah secara materi (hedonis), liberal dan sekular. Penyelenggaraan Miss World di Indonesia bisa memuluskan program liberalisasi budaya di negeri-negeri Muslim. Baru diinformasikan akan dihelat di Indonesia saja, sudah ada tambahan 14 negara baru yang menjadi calon peserta. Banyak negeri Muslim—salah satunya Brunei—yang mendaftar ikut. Padahal selama ini mereka tidak mengijinkan ada pengiriman kontestan.
Sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, selayaknya Indonesia menjadi pelopor pelaksanaan syariah dalam berbagai aspek kehidupan, bukan malah memelopori kemaksiatan dan proyek liberalisasi. Ibarat saudara tua bagi negeri-negeri Muslim lain, apa yang dilakukan Indonesia akan menjadi panutan. Lalu bagaimana kita pertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT bila kita tidak lakukan upaya maksimal untuk menolak acara-acara semacam itu?
Penolakan seperti apa yang sudah dilakukan HTI?
HTI sudah dan akan terus melakukan banyak hal. Di sini hanya saya sebutkan sebagiannya saja. Pertama: Menyampaikan aspirasi penolakan masyarakat kepada pihak penyelenggara Miss Indonesia Organization, juga MNC Group, serta kepada pihak yang memiliki wewenang dan pengaruh dalam pemberian ijin penyelenggaraan, kementerian pariwisata dan industri kreatif, Pemberdayaan Perempuan, Polda.
Kedua: Menggalang kekuatan umat untuk menunjukkan penolakan. Kita satukan suara tokoh-tokoh umat, ormas, pesantren, MUI dan para aktifis peduli generasi untuk menyatukan persepsi mengapa kita perlu menolak. Semua cabang HTI saat ini sedang melakukan kontak pemikiran dengan tokoh berbagai kalangan tersebut. MUI Pusat maupun daerah juga tegas menyatakan penolakannya. Tinggal kita satukan dan kuatkan alasannya, tidak sekadar karena soal bikini yang dijanjikan panitia akan diganti sarung Bali.
Ketiga: Memahamkan masyarakat luas bagaimana semestinya seorang Muslim dan sebagai bagian dari masyarakat yang ingin melindungi generasi dari kerusakan moral yang lebih parah menyikapi persoalan ini. Hal itu dilakukan melalui banyak media di antaranya melalui taklim, diskusi, leaflet, radio, tv dan semua media yang mampu kita jangkau.
Seberapa besar kekuatan umat yang menolak Miss World?
Bisa dikatakan semua lapisan umat baik masyarakat umum, tokoh dan aktifis berbagai bidang, Muslim dan non-Muslim. DPR atau DPRD bahkan birokrat juga menunjukkan sikap penolakan setelah berdiskusi dengan HTI. Kami menggelar banyak diskusi tentang fakta dan hakikat Miss World yang disambut antusias oleh berbagai kalangan. Kami juga sudah mengorganisasikan aksi-aksi massa yang diikuti oleh berbagai lembaga untuk menunjukkan penolakan. Tokoh-tokoh dari berbagai daerah, juga para mubalighah bahkan menandatangani pernyataan sikap untuk mendesak Pemerintah dan penyelenggara membatalkan acara tersebut. Yang menarik, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di beberapa tempat berbalik menolak penyelenggaraan Miss World setelah diskusi dengan HTI. Intinya, siapa pun yang peduli pada penyelamatan moralitas generasi dan takut azab besar Allah SWT pasti menolak Miss World.
Segelintir orang yang masih ngotot mendukung Miss World adalah mereka yang ingin melanggengkan eksploitasi/komersialisasi tubuh perempuan melalui label kontes kecantikan. Jangan-jangan mereka juga ikut menikmati keuntungan finansial yang menggiurkan dengan tetap berlangsungnya proyek liberalisasi budaya ini.
Sebagian kalangan menuduh, dengan menolak Miss World berarti tidak mendukung kemajuan perempuan?
Kemajuan perempuan dengan ukuran apa? Apakah memamerkan kecantikan fisik yang dibumbui secuil wawasan dan sedikit ketrampilan bidang seni itu yang disebut kemajuan? Menilai seorang perempuan dari fisiknya justru sangat menghinakan perempuan karena menggunakan standar primitif.
Semua bangsa yang masih memperhatikan nilai kemanusiaannya pasti menghargai perempuan dari ketulusan dan kesungguhannya menyumbang manfaat bagi masyarakat; juga dari perannya dalam melahirkan generasi yang unggul, menanamkan nilai-nilai mulia dan mendidiknya menjadi pemimpin.
Apalagi kalau melihat bagaimana pandangan Islam. Rasul bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan kecantikan kalian, namun Allah melihat hati dan amal-amal kalian.”
Islam pun menempatkan perempuan pada posisi yang penuh penghormatan, memberi perlindungan agar tidak ada jalan merendahkan dan memanfaatkan kecantikan perempuan demi keuntungan. Dengan pandangan dasar seperti inilah potensi intelektualitas, keahlian dan kepakaran kaum perempuan di berbagai bidang ilmu yang benar-benar dibutuhkan masyarakat bisa dikembangkan. Inilah kemajuan perempuan yang hakiki. Ini sejalan dengan apa yang disiapkan oleh Al-Khalik bagi manusia baik laki-laki maupun perempuan.
Jadi penolakan ini justru untuk melindungi martabat perempuan?
Benar sekali. Penolakan terhadap Miss World menunjukkan bahwa HTI sangat peduli pada bagaimana semestinya perlakuan masyarakat terhadap perempuan. HTI tidak ingin membiarkan eksploitasi kaum perempuan dengan beragam bentuknya. Karena itu, HTI menasihati mereka yang punya kepentingan terhadap penyelenggaraan Miss World. HTI mengingatkan masyarakat tentang bahaya dari penyelenggaraan acara tersebut bagi umat. HTI juga menjelaskan bagaimana semestinya kaum perempuan harus ditempatkan dalam tata kehidupan. HTI menyerukan dan mempromo-sikan sebuah tatanan masyarakat luhur yang menempatkan nilai-nilai ilahiah; mengarahkan orientasi pemberdayaan, kemajuan dan keuntungan materi yang diinginkan manusia.
HTI mengingatkan bahwa kaum perempuan dan umat manusia saat ini membutuhkan kembali tegaknya Khilafah Islam. Hanya Khilafah Islamlah satu-satunya sistem yang mampu memberikan status-kedudukan terhormat kepada perempuan dan memberikan arah kemajuan yang sejalan dengan fitrahnya.
Kaum Muslim sejatinya sangat mengenal prinsip Islam, “Hukum asal seorang perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, dan dia adalah kehormatan yang harus dijaga.”
Kaum Muslim juga sejatinya memahami sabda Rasulullah saw., “Surga berada di bawah telapak kaki ibu.”
Meeka pun sejatinya mengetahui sabda Nabi saw., “Siapa yang meninggal karena membela kehormatannya adalah mati syahid.”
Prinsip Islam dan hadis-hadis Rasulullah saw. di atas dikukuhkan dalam negara Khilafah sebagai bagian dari konstitusi (dustur) yang mengikat semua aktivitas masyarakat dalam meraih semua kemaslahatannya. Dengan demikian, Khilafah bukan hanya melarang penyelenggaraan kontes-kontes kecantikan yang memamerkan aurat perempuan di hadapan umum. Khilafah pun melarang semua jenis pekerjaan perempuan yang mengedepankan kecantikan fisiknya, bukan mengandalkan keahlian. Dengan demikian hadis-hadis Rasul ini bisa diamalkan.
Rafi’ bin Rifa’ah menuturkan, “Nabi saw telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda, ‘Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal atau pengukir.’”
Apa yang dilakukan agar upaya ini bisa dipahami dan diterima masyarakat?
HTI terus menyampaikan dengan berbagai cara dan sarana, juga terus mendampingi umat menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Dengan begitu HTI bisa menunjukkan realita rusak yang mestinya ditinggalkan oleh umat. HTI juga membekalkan standar Islam agar umat bisa menilai berbagai realita tersebut. Lebih penting lagi, HTI juga menggambarkan bagaimana kondisi ideal yang semestinya dimiliki oleh umat dan bagaimana mewujudkannya.
Dengan itulah kami yakin, bahwa umat akan memiliki kesadaran politik yang mewujudkan opini umum bahwa mereka membutuhkan Khilafah. Kaum perempuan dan umat pada umumnya akan menuntut agar Khilafah segera didirikan agar kehormatan dan kemajuan perempuan terwujud nyata. []