Bulan Dzulhijjah merupakan momentum yang dinantikan oleh umat Islam di seluruh dunia. Dalam bulan inilah rukun Islam yang kelima itu di tunaikan. Inilah yang dinamakan ibadah haji. Jutaan kaum Muslim dunia berkumpul di satu tempat di Makkah al-Mukarramah. Jamaah haji melakukan berbagai tahapan yang puncak prosesinya adalah wukuf di Arafah.
Dengan dana dan upaya yang besar para jamaah di seluruh dunia berusaha menunaikan ibadah haji semata-mata atas dasar perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Para jamaah dengan ikhlas melakukan rangkaian prosesi haji seperti tawaf, sa’i, melempar jumrah, wukuf di Arafah, dan prosesi haji lainnya. Bentuk tahapan-tahapan dalam prosesi haji ini tidak lepas dari sejarah ketaatan Nabi Ibrahim as. beserta keluarganya, Nabi Ismail as. dan Siti Hajar.
Ingatkah kita bagaimana ketaatan Siti Hajar ketika ditinggalkan oleh suaminya, Nabi Ibrahim, yang sedang berada di Palestina? Siti Hajar tetap konsisten menaati perintah suami dan kepada Allah SWT. Beliau tetap bertawakal dan mencoba berusaha untuk berdoa serta yakin bahwa Allah SWT akan memberikan pertolongan apabila ia selalu taat. Akhirnya, keinginan Siti Hajar untuk menyusui Nabi Ismail as. terpenuhi. Keluarlah air yang melimpah dari tanah yang digebuk-gebukkan oleh kaki mungil Nabi Ismail. Inilah air zam-zam.
Dalam haji, kita juga seharusnya teringat tentang sejarah Ka’bah dan kurban. Bagaimana ketaatan Nabi Ibrahim as. dan anaknya, Nabi Ismail as. Ketika Ibrahim diperintahkan untuk meninggikan (membangun) Ka’bah oleh Allah SWT, beliau segera mengerjakan. Demikian pula ketika perintah menyembelih putra tercintanya, Ismail as. Beliau pun taat, demikian pula Ismail, atas apa yang diperintahkan Allah SWT. Akhirnya, ketika pisau sudah berada di leher Ismail untuk segera disembelih, Allah SWT langsung mengubahnya dengan seekor kambing yang besar (Lihat: QS al-Hajj: 37)
Peristiwa-peristiwa inilah yang seyogyanya menjadikan kita umat Islam untuk segera menuju ketaatan yang menyeluruh, thaa’at[an] kaffat[an]. Walaupun perintah Allah SWT ini bertentangan dengan kecintaan kita kepada makhluk sebagaimana kecintaan Nabi Ibrahim as., maka kerjakanlah. Insya Allah, pahala yang akan menjadi ganjaran bagi orang-orang yang taat.
Tentu, ujung dari prosesi haji yang terus-menerus ditunaikan oleh para jamaah setiap tahunnya adalah ketakwaan hakiki. Cermin yang seharusnya menjadi puncak ketaatan yang berupa ketakwaan ini adalah berusaha untuk menjalankan perintah Allah SWT dan senantiasa berjuang untuk membela kemuliaan Islam, yaitu berjuang untuk menerapkan syariah Islam dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Semoga kita menjadi salah satu bagian dari tinta emas perjuangan ini. WalLahu ‘alam. [Muhammad Alauddin Azzam; Mahasiswa Universitas Gajah Mada]