Sekitar 150 orang Muslim ditahan dalam serangan besar-besaran di Pasar Oxanov, Kota Surjut, Siberia. Menurut para saksi, serangan di tempat penduduk dari Asia Tengah dan Kaukasus Utara bekerja tersebut dilakukan secara tiba-tiba oleh para pria bertopeng dengan bersenjata senapan serbu.
Setelah serangan dan penggeledahan itu, Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) mengumumkan bahwa mereka sedang mencari senjata dan buku-buku terlarang. Lalu sekitar 150 orang dibawa ke dalam bus pribadi menuju lokasi yang tidak diketahui.
Akhirnya diketahui, bahwa di antara 150 orang Muslim itu adalah anggota Hizbut Tahrir. Layanan Keamanan Federal juga mengklaim bahwa mereka menemukan sejumlah besar artikel tentang pemikiran Islam terlarang.
Kantor berita Rusia, Novosti, hari Kamis 29 Agustus mengutip Badan Keamanan Rusia mengatakan bahwa beberapa pria yang digambarkan sebagai teroris Islam telah ditangkap. Mereka dicurigai sebagai anggota dari kelompok Islam Hizbut Tahrir. Mereka dituduh sedang mempersiapkan pengambilalihan kekuasaan di Bashkortostan sebagai upaya untuk mendirikan Khilafah Islam Global.
Direktur Media Kantor Pusat Hizbut Tahrir Osman Bakhach menyatakan, segala sesuatu yang diklaim oleh Layanan Keamanan Federal Rusia adalah kebohongan. “Kecuali tuduhan bahwa anggota kami memiliki artikel tentang pemikiran Islam terlarang!” tegasnya dalam pers rilis, seperti diterima al-waie (7/9) melalui surat elektronik.
Osman pun menyatakan, “Apakah pemikiran terlarang itu? Apakah seruan untuk hidup sesuai dengan hukum-hukum Islam adalah pemikiran terlarang?! Ataukah upaya umat Islam untuk mengembalikan ideologi Islam agar bisa mengurusi urusan mereka dengan cara yang terbaik dan memecahkan masalah mereka dengan solusi terbaik, dan menyelamatkan Rusia dan dunia dari tindakan imoralitas brutal kapitalisme adalah pemikiran terlarang?!”
Kemudian ia pun mengutip Firman Allah (QS Ash-Shaff [61]:8) (yang artinya): Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya.[]
Pemecatan 50 Ribu Khatib: Perang Sistematis terhadap Islam
Front Ulama Melawan Kudeta menilai bahwa pemecatan sejumlah khatib dan pelarangan shalat Jumat dengan menutup ribuan masjid adalah perang sistematis terhadap Islam, simbol-simbol dan syiar-syiarnya, yaitu ulama, masjid dan shalat Jumat. Perlu diketahui bahwa praktik-praktik seperti ini belum pernah terjadi dalam sejarah Mesir sejak penaklukan Islam.
Seperti dilansir Rassd.com, Front dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Sabtu (7/9) telah mengecam tindakan tersebut, dengan mengatakan, “Pendudukan asing manapun tidak berani melakukan praktik-praktik seperti ini. Ini merupakan bagian dari kriminalitas pemerintahan kudeta. Bahkan kementerian pemerintahan kudeta mengambil keputusan untuk mencabut izin bagi 50 ribu khatib yang digaji pemerintah serta melarang shalat Jumat di ribuan masjid. Kami mengecam kejahatan yang dilakukan terhadap rumah-rumah Allah, para pengemban dakwah Islam dan syiar-syiarnya.”
Pernyataan itu mengatakan, Allah SWT berfirman (yang artinya): Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat (TQS. al-Baqarah [2] : 114).
Dikatakan bahwa, “Di Mesir ada lebih dari 150 ribu masjid besar selain yang di pinggiran kota. Sebanyak 55 ribu masjid khatibnya diangkat secara resmi oleh kementerian wakaf, 50 ribu masjid khatibnya mendapatkan insentif sekadarnya, yang tidak lebih dari 50 pound, atau 8 dolar. Mereka ini sebenarnya adalah para relawan yang hafizh al-Quran dan menyampaikan agama Allah. Adapun lebih dari 120 ribu masjid yang berada di pinggiran, seratus persen khatibnya para relawan.”[]
Bangsa Tertindas Akibat Hilangnya Ketegasan Para Ulama Terhadap Musuh
Al-Jazeera dan BBC mengutip Syaikh Yusuf Qaradhawi, bahwa ia mendukung intervensi militer AS terhadap Suriah. Al-Jazeera mempublikasikan berita dengan judul, “Qaradhawi mendukung serangan terhadap rezim Suriah.” (30/8). Bahkan seminggu sebelumnya, Qaradhawi berkhutbah dengan meminta Amerika untuk bersikap benar.
Dalam beberapa hari dan minggu-minggu terakhir ini, media masa Mesir diwarnai dengan fatwa dan pernyataan-pernyataan dari Syaikh Ali Jum’ah, mantan Mufti Mesir, yang mendukung kekerasan militer Mesir terhadap para demonstran yang menentang kudeta di Mesir, dan membenarkan penumpahan darah kaum Muslim, dengan dalih bahwa mereka kaum Khawarij (Ar-Riyadh, 27/8).
Syaikh Sudais, khatib Masjidil Haram di Makkah, juga telah memberkati kudeta di Mesir, dan mengapresiasi sikap pemerintahnya dalam mendukung al-Sisi (Al-Syuruq Online, 23/8).
Adapun Syaikh Qaradhawi telah mengeluarkan fatwa tentang haramnya memberontak terhadap Presiden Mursi. (Al-Jazeera, 25/7) mempublikasikan berita berjudul, “Qaradhawi haramkan memenuhi seruan al-Sisi”.
Sementara itu, Dr. Muhammad Imarah menilai bahwa “Presiden yang terpilih secara demokratis memiliki baiat yang legal dan sah di pundak rakyat.” (Rashd,14/7).
Menurut Direktur Media Kantor Pusat Hizbut Tahrir Osman Bakhach, seperti dilansir Pal-tahrir.info, Selasa (3/9), ‘fatwa-fatwa’ tersebut benar-benar telah menyebabkan benturan dan perang urat syaraf antara para “ulama” pendukung al-Sisi dengan mereka yang mendukung Mursi.
Padahal, menurut Osman, bagi seorang pengamat yang jujur, bukan rahasia bahwa AS adalah pemain sekaligus pengendali rezim Mesir dan semua kekuatannya, baik sebelum maupun sesudah revolusi, dan sesudah kudeta; AS juga pemain dan pengendali rezim Suriah dan semua kekuatan oposisi hotel.
“Sungguh, apa yang dilakukan para ‘ulama’ ini merupakan kejahatan terhadap syariah serta terhadap umat yang kalah dan tertindas yang sangat membutuhkan sikap jelas dalam melawan AS dan hegemoninya, serta kejahatannya yang telah menumpahkan darah kaum Muslim di Syam!” tegasnya.
Ia juga mengatakan, “Seorang Muslim tidak perlu banyak menguasai fiqih untuk mengerti bahwa al-Sisi dan Mursi tengah berebut kursi kekuasaan sekular, dan berdebat mengenai konstitusi sekular yang batil menurut syariah Islam, serta kontradiksi dengan hukum al-Qur’an yang pasti, bahwa: Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah (TQS. Al-An’am [6] : 57).”
Oleh karena itu setiap usaha untuk menggunakan hukum memberontak terhadap penguasa (Khalifah), dan usaha yang mengharuskan umat berbaiat “secara demokrasi” adalah usaha yang menyimpang dari nash-nash, serta menggunakan hukum-hukum syariah untuk melayani para penguasa, sama saja apakah untuk melayani al-Sisi atau Mursi. [] Joko Prasetyo