Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, sebagai sebuah doktrin politik, demokrasi memang bersifat problematis. Dalam tataran teoretis, demokrasi (dari bahasa Latin: demos dan kratos) yang berarti pemerintahan rakyat mustahil diwujudkan. Mengapa? Karena mustahil seluruh rakyat terlibat dalam pemerintahan. Adanya sistem perwakilan dalam demokrasi hanyalah kamuflase dari sebuah pemerintahan rakyat. Pasalnya, mana bisa pemikiran dan suara segelintir orang wakil rakyat mewakili pemikiran dan suara sekian puluh bahkan ratus juta orang? Mana bisa satu kepala mewakili ratusan ribu bahkan jutaan kepala yang isinya berbeda-beda?
Secara praksis, demokrasi pun amat diragukan, bahkan oleh Aristoteles sendiri, seorang filsuf Yunani kuno, tempat ‘bayi’ bernama demokrasi lahir. Kata dia, pemerintahan yang didasarkan pada pilihan orang banyak (demokrasi) berpeluang dipimpin oleh para demagog sehingga bisa berubah menjadi sebuah kediktatoran. Mantan PM Inggris pada masa Perang Dunia II, Winston Churchill, juga mengakui demokrasi sebagai model terburuk dari sebuah sistem pemerintahan. Memang, dia pun mengklaim bahwa meski demikian demokrasi tetap yang terbaik. Namun sesungguhnya, klaim terakhir ini didasarkan pada sebuah ketidakjujuran. Mengapa? Karena ia tidak mau menoleh sama sekali pada sistem pemerintahan Islam (Khilafah) yang sejatinya jauh lebih baik daripada sistem pemerintahan demokrasi.
Sebagai Muslim, kita pun pantas menolak demokrasi. Mengapa? Karena demokrasi identik dengan kedaulatan rakyat. Dalam demokrasi, rakyatlah—melalui para wakilnya yang notabene manusia—yang memiliki otoritas membuat hukum. Allah SWT, Pencipta manusia, justru selalu disingkirkan perannya sebagai satu-satunya Pembuat hukum (Asy-Syari’). Karena itu demokrasi adalah sebuah bentuk kesyirikan yang wajib ditolak.
Bagaimana jika demokrasi hanya dijadikan alat ataupun sarana perjuangan umat Islam untuk sampai pada tampuk kekuasaan? Faktanya, ini pun sama problematisnya. Alih-alih menjadikan demokrasi sebagai alat atau sarana perjuangan, umat Islam justru diperalat oleh demokrasi untuk melegitimasi semua perundang-undangan dan kebijakan yang acapkali bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Itulah realitas politik yang terjadi di negeri-negeri Muslim yang menerapkan demokrasi, tempat partai-partai Islam bergumul dengan dirinya sendiri hingga acapkali mengorbankan idealisme bahkan agama mereka.
Di seputar itulah tema utama al-waie edisi kali ini, selain sejumlah tema lainnya yang tentu amat penting diketahui. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.