“Politik Islam telah gagal di Mesir,” begitulah tudingan sebagian orang saat pemerintahan koalisi pemenang Pemilu secara demokratis—Partai Kebebasan dan Keadilan (44 persen) yang diusung Ikhwanul Muslimin dan Partai An-Nur (22 persen) yang diusung Salafi —terguling karena dikudeta.
Pernyataan itu didukung pula oleh fakta bahwa presiden terpilih Mesir, Muhammad Mursi,- gagal memenej negara dan menyelesaikan problem-problem kehidupan masyarakat.
Namun, dengan tegas Kepala Maktab I’lami Hizbut Tahrir Mesir, Syarif Zayid, menyatakan bahwa politik Islam tidak bisa dikatakan gagal, karena berkuasa pun belum. Lantas politik apa yang berjalan selama setahun pemerintahan Presiden Mursi? Bagamana pula upaya politik Islam untuk dapat duduk di tampuk kekuasaan? Di seputar itulah redaksi al-waie berbincang dengan salah satu pembicara Muktamar Khilafah di Tanah Air beberapa waktu lalu. Berikut petikannya.
Apakah kejadian-kejadian di Mesir bisa dianggap cerminan kegagalan Islam politik?
Tentu tidak. Sebab, orang-orang yang sampai ke tampuk pemerintahan, yang mereka sebut pengusung Islam moderat—yang saya maksudkan adalah Ikhwanul al-Muslimin—tidak mengusung proyek Islam politik yang hakiki. Selama setahun mereka memerintah, kita tidak melihat di sana ada inisiatif-inisiatif untuk proyek Islam politik yang hakiki pada semua tingkatan. Pada tingkat konstitusi, konstitusi yang mereka keluarkan tidak banyak berbeda dengan konstitusi 1971 yang sekular. Pada tingkat undang-undang, undang-undang yang ada tetap seperti semula dan tidak tersentuh perubahan ke arah Islam. Pada tingkat hubungan-hubungan luar negeri, hegemoni dan intervensi Amerika dalam urusan-urusan negeri tetap tampak mencolok. Pola pikir kapitalisme tetap tidak berubah. Hal itu tampak dari tetap bersikerasnya pemerintahan Hisyam Qandil berutang kepada IMF. Riba tetap dipertahankan. Ada juga penawaran obligasi pemerintah dengan tingkat bunga 15% sampai 16%. Koordinasi dengan entitas Yahudi tetap mengemuka. Perjanjian Camp David juga tetap dihormati. Secara ringkas bisa dikatakan, Dr. Mursi sebagai presiden Mesir—negara sekular yang memisahkan Islam dari negara—tidak bertindak sebagai seorang anak pergerakan islami yang mengusung proyek islami. Karena itu pembicaraan tentang kegagalan Islam politik adalah pembicaraan yang tidak benar. Sebab, Islam politik ini pada dasarnya belum memerintah. Orang yang sampai ke tampuk pemerintahan tidak memiliki proyek perubahan hakiki atas dasar Islam.
Jika di Mesir yang gagal bukan Islam politik, lalu apa?
Yang gagal di Mesir adalah demokrasi. Pemikiran itulah yang dibangga-banggakan hingga oleh anak-anak simbol kelompok islami. Mereka memandang demokrasi sebagai solusi jenius untuk sirkulasi kekuasaan.
Amerika mempromosikan demokrasi di negeri-negeri kita sebagai kebebasan memilih penguasa. Itu adalah dalam upaya menutupi wajah hakiki demokrasi yang tidak mungkin diterima oleh seorang Muslim, yaitu keberadaan tasyri’ (penentuan halal dan haram) di tangan manusia.
Sekarang mereka telah melakukan kudeta terhadap demokrasi mereka yang palsu. Mereka menolak hasil-hasil Pemilu, baik Pemilu Parlemen atau Pemilu Presiden ataupun referendum terhadap konstitusi. Tampak jelas bagi siapa saja yang memiliki hati, akal pikiran, pendengaran dan penglihatan bahwa demokrasi mereka telah gagal dan palsu. Jadi yang gagal dan tersingkap kebohongannya serta tampak jelas aib dan cacatnya adalah sistem demokrasi. Negara-negara Barat—yang berada di belakangnya yang mengklaim mengusung panji demokrasi—ternyata menutup mata terhadap kudeta militer berdarah yang mendongkel presiden terpilih sesuai dengan doktrin-doktrin demokrasi mereka. Bahkan telah terlihat potret paling bengis dari penindasan dan pembunuhan, tetapi mereka tidak bergerak sama sekali dan tetap diam saja, kecuali hanya pernyataan-pernyataan kosong yang tidak ada nilainya. Kita mendengar apa yang dikatakan oleh mantan PM Inggris Tony Blair bahwa ia “mendukung penuh apa yang dilakukan oleh angkatan bersenjata di Mesir sebagai penjagaan terhadap identitasnya yang terbuka berkebalikan dengan pandangan tertutup yang diadopsi oleh Ikhwanul al-Muslimin”.
Jadi, yang gagal di Mesir adalah demokrasi yang telah tersingkap jelas perkaranya, para pengklaimnya dan negara-negara Barat yang ada di belakangnya. Kita juga bisa mengatakan, itu adalah kegagalan Amerika dalam merealisasikan kestabilan di Mesir yang bisa menjaga kepentingan-kepentingan Amerika dengan memperalat Islam moderat yang direpresentasikan oleh Al-Ikhwan dan orang-orang yang tidak mampu merealisasi kestabilan ini.
Muhammad Mursi adalah presiden yang sah menurut semua standar demokrasi. Namun, mengapa masyarakat begitu mudah diprovokasi untuk menentang Mursi, bahkan mereka berusaha mendongkel dia?
Masyarakat di Mesir mayoritasnya adalah kaum Muslim dan mencintai Islam. Mereka ingin melihat Islam diterapkan di pentas kehidupan mereka. Karena itu mereka memberikan suara mereka dalam Pemilu Parlemen kepada orang yang mengusung syiar-syiar Islam, seperti Jamaah Al-Ikhwan dan Partai An-Nur as-Salafi. Terbukti, Partai Kebebasan dan Keadilan di bawah Al-Ikhwan meraih suara 44% dan Partai an-Nur meraih 22%. Lalu setelah berjalan sekitar enam bulan pasca Pemilu Parlemen, dilakukanlah Pemilu Presiden yang di situ calon islami, Muhammad Mursi, berhasil menang. Ia meraih suara sekitar 52% mengalahkan Ahmad Shafiq, representasi rezim sebelumnya yang direvolusi oleh masyarakat baru sekitar satu setengah tahun sebelumnya.
Namun, hasil ini memiliki konotasi yang berbahaya. Pertama: rezim sebelumnya tetap memiliki kekuatan dan kemampuan bermanuver. Di sana ada negara yang berakar kuat di semua pilar rezim. Kedua: adanya penurunan jumlah orang-orang yang mendukung kelompok islami, khususnya setelah kelompok Islam itu bertindak buruk di parlemen. Dua sebab ini memiliki peran yang besar dalam keluarnya masyarakat pada 30 Juni menentang Dr. Mursi: 1. Negara yang berakar dalam; 2. Kegagalan Al-Ikhwan dalam memenej negara dan menyelesaikan problem-problem kehidupan masyarakat.
Mengapa bisa terjadi kudeta oleh militer terhadap Mursi dengan begitu mudah dengan memanfaatkan protes massal?
Amerika tidak akan menerima kudeta militer tanpa sandaran yang legal. Itulah yang menjadi syarat Amerika bagi al-Sisi. Karena itu Amerika tidak berada dalam kesulitan meski undang-undang Amerika melarang pemberian bantuan-bantuan finansial kepada pemerintahan yang datang melalui kudeta militer. Kita bisa memperhatikan bahwa Amerika tidak menyifati apa yang terjadi sebagai kudeta militer. Gerakan kudeta itu memperlihatkan bahwa yang memerintah secara riil di Mesir adalah pihak yang memiliki kekuatan, yaitu militer yang tidak bisa diraih loyalitasnya oleh Al-Ikhwan. Tampak bagi kita bahwa militer Mesir tetap mengusung permusuhan historis kepada Al-Ikhwan.
Mengapa Mursi dan koalisi Al-Ikhwan tidak bisa berbuat banyak untuk Islam di Mesir?
Mayoritas yang dibentuk oleh Partai Kebebasan dan Keadilan “Ikhwanul Muslimin” dan Partai an-Nur “as-Salafiyun” tidak banyak memberi manfaa kepada kelompok islami dan tidak bisa memberikan capaian untuk proyek islami. Hal itu karena pada hakikatnya keduanya tidak memiliki proyek islami yang bisa ditunjuk dengan jari. Kedua partai itu terjerumus dalam permainan demokrasi dan tenggelam betul di dalamnya. Saya ingat, pada awal tampilnya kedua partai itu sebagai kekuatan politik di panggung politik, Partai an-Nur, misalnya, mengatakan bahwa bursa menyalahi syariah Islam. Namun, ketika mendapatkan serangan besar dari orang-orang sekular, hari berikutnya Partai an-Nur serta Partai Kebebasan dan Keadilan pergi ke pembukaan bursa Mesir dalam satu langkah mundur dari sikapnya tentang bursa. Kemudian mulailah terjadi pertarungan antar kedua partai itu secara jelas untuk menguasai kekuasaan. Masing-masing ingin memasarkan diri kepada Barat dengan banyak mendekat ke pemahaman-pemahaman Barat dan meminta belas kasihan negara-negara Barat. Sebaliknya, mereka banyak menjauh dari pemahaman-pemahaman islami, khususnya berkaitan dengan pengaturan negeri dalam aspek pemerintahan dan politik. Ditambah lagi, kekuasaan yang hakiki tidak ada di tangan kedua partai tersebut, tetapi tetap ada di tangan Amerika melalui institusi militer yang menjaga rezim sekular dengan semua alat dan institusinya. Karena itu wajar keduanya tidak berhasil memberikan capaian-capaian hakiki untuk kepentingan Islam dan proyek islami. Jelas, bahwa keduanya banyak melakukan kesalahan terhadap proyek islami dari sisi yang mereka sadari ataupun tidak.
Bagaimana militer Mesir sampai bisa mengambil tindakan-tindakan brutal terhadap para demonstran? Bukankah mereka berasal dari anak-anak Mesir dan mayoritas dari mereka adalah Muslim?
Benar, militer berasal dari anak-anak Mesir. Mayoritas mereka juga adalah Muslim. Namun, kepemimpinan militer yang direpresentasikan menteri pertahanan dan beberapa komandan senior diikat oleh kepentingan-kepentingan Amerika. Mereka dijadikan alat untuk menjaga kepentingan-kepentingan Amerika di Mesir yang membentuk tiang pancang strategis untuk politik Amerika di kawasan. Kepemimpinan militer itu bisa menjustifikasi tindakan-tindakan brutal mereka terhadap para demonstran. Mereka bisa menjustifikasi itu melalui institusi urusan moral angkatan bersenjata. Sebagai contoh, mereka menggunakan Dr. Ali Jam’ah mantan mufti, Amru Khalid dan Syaikh Salim Abdul Jalil mantan wakil menteri wakaf, dalam melansir video yang menjustifikasi semua itu dari sisi syar’i. Mereka juga mengontrol media massa untuk mengarahkan pikiran masyarakat dengan apa yang mereka inginkan. Ada pula pembicaraan tentang keamanan nasional, ancaman keselamatan warga, pelaksanaan agenda-agenda asing oleh para demonstran dan penggunaan isu terorisme untuk menjustifikasi semua pembunuhan itu kepada orang-orang, tentara dan perwira yang melakukan semua itu. Sebagian tentara dan perwira tidak percaya dengan semua itu dan bisa jadi mereka desersi tidak mau melaksanakan perintah pembunuhan itu. Akan tetapi, kepemimpinan militer berikeras untuk tidak menampakkan hal itu ke media massa dan bisa jadi para tentara dan perwira yang menolak itu dijauhkan dari pemandangan apakah dengan dibunuh atau dipenjara.
Dengan latar belakang seperti itu, apakah mungkin militer Mesir memberikan nushrah untuk penerapan hukum-hukum syariah dan penegakan pemerintahan islami di Mesir?
Tentara Mesir adalah tenunan bangsa ini. Mayoritas tentara dan perwiranya adalah orang-orang Muslim yang mencintai Islam. Mereka merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Mereka menderita karena apa yang membuat masyarakat menderita. Akan tetapi, kebanyakan mereka tidak paham di mana letak ketidakseimbangan dalam komposisi sistem politik yang ada. Seandainya kita bisa menjalin kontak dengan mereka dan menyadarkan mereka, niscaya itu bisa berpengaruh pada diri mereka dan kita bisa merekrut mereka, insya Allah. Mereka tidak terpisah di barak-barak di luar kawasan pemukiman. Mereka adalah bagian dari bangunan masyarakat. Di antara mereka ada bapak, anak, paman dan sejawat. Kontak dengan mereka dan berbicara dengan mereka adalah mungkin. Islam adalah akidah mereka dan peradaban mereka yang menjadi afiliasi mereka. Jadi, adalah mungkin militer Mesir memberikan nushrah untuk penegakkan Khilafah. Syaratnya, militer bisa melihat para pengusung proyek ini di lapangan benar-benar riil berjuang siang malam untuk merealisasinya; militer bisa melihat jelas dukungan masyarakat yang berkumpul di sekitar para pengusung proyek ini; dan militer paham keagungan proyek ini melalui pergolakan intelektual dan perjuangan politik yang dilakukan oleh para pengemban dakwah di tengah masyarakat.
Pada 25 Januari, militer berpihak kepada gerakan luar biasa menentang Mubarak dan komplotannya—meski terpaksa. Akan tetapi, militer akan benar-benar berpihak pada proyek Khilafah jika masyarakat berkumpul di sekitar proyek Khilafah. Pada saat yang sama, para pengusung proyek ini menjalin kontak dengan para komandan dan panglima militer dengan kontak yang berkesadaran yang membuat mereka menjadi penjaga dan penolong Khilafah dan proyek Khilafah.
Apa faktor-faktor utama untuk mewujudkan perubahan hakiki di Mesir?
Tidak mungkin merealisasi perubahan hakiki di Mesir tanpa dua perkara. Pertama: mewujudkan opini umum yang terpancar dari kesadaran umum pada diri umat atas proyek Khilafah. Ini bisa dilakukan melalui pergolakan intelektual dengan ide-ide yang menyalahi Islam yang ada di tengah masyarakat, seperti ide demokrasi, patriotisme, nasionalisme, sekularisme dan lain-lain. Juga dengan perjuangan politik terhadap para penguasa dengan jalan menyingkap dan membongkar aib mereka dan keantekan mereka kepada musuh-musuh umat, termasuk membongkar rencana-rencana kafir imperialis di negeri-negeri kita.
Kedua: meminta nushrah dari ahlul quwwah, yang di antaranya terepresentasi pada militer dan penentu pendapat di dalam negara.
Apa yang wajib dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin, partai-partai islami lainnya dan umat Islam di Mesir?
Semua pihak wajib berjuang untuk merealisasi dua perkara tadi di masyarakat, khususnya setelah menjadi jelas bagi masyarakat bahwa metode demokrasi dan partisipasi politik dalam permainan tersebut tidak mengantarkan pada perubahan yang diidamkan. Rasul saw. dulu menolak mengambil pemerintahan yang kurang atau disertai syarat. Beliau terus saja menempuh jalan beliau hingga Allah SWT memberikan karunia dengan mempertemukan beliau dengan kelompok dari Anshar, lalu mereka membaiat dan menolong beliau. Mereka kemudian memberikan kekuasaan secara penuh kepada beliau. Bersama beliau, mereka menegakkan Daulah Islamiyah pertama di Madinah al-Munawarah.
Pada kondisi ini, bagaimana kemungkinan tegaknya Khilafah?
Khilafah pasti tegak. Kemungkinan penegakkannya hari ini lebih kuat daripada waktu-waktu sebelumnya. Jatiditi para penguasa telah tersingkap di hadapan umat. Keantekan mereka dan pelayanan mereka kepada tuan-tuan mereka (Barat kafir) telah tampak jelas. Aib dan cacat ideologi demokrasi telah terungkap dan jelas. Demokrasi yang palsu telah menjadi telanjang. Mudah-mudahan ini adalah bagian dari kebaikan-kebaikan apa yang terjadi selama 30 tahun jika memang memiliki kebaikan. Telah tampak bagi setiap orang yang memiliki penglihatan bahwa Islam satu-satunya yang mampu menyelamatkan manusia dari kesempitan dunia dan kesempitan hidup. Wa man a’radha ‘an dzikri fa inna lahu ma’isyatan dhanka (Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya bagi dia penghidupan yang sempit… (TQS Thaha [20]: 124). []