Pada pernyataan negara-negara G-20 di St. Petersburg lalu, disebutkan bahwa ekonomi global saat ini lebih baik (Reuters, 6/9/2013). Sejumlah data juga menyebutkan adanya perbaikan meskipun kecil, seperti ekonomi AS yang tumbuh 1 persen pada 2013, dan Cina di atas 7 persen. Lalu apakah kondisi ekonomi global telah membaik dan krisis yang bermula tahun 2007 itu lalu telah mereda?
Untuk menjawab hal tersebut, perlu dilakukan review atas perkembangan indikator-indikator ekonomi AS, Uni Eropa dan Cina. Hal ini karena negara-negara tesebut merepresentasikan lebih dari 50% ekonomi dunia. Selain itu, krisis sistem ekonomi Kapitalisme juga terkait erat dengan AS dan Uni Eropa yang mengadopsi sistem tersebut.
Amerika Serikat
1. Tingkat pengangguran.
Angka pengangguran di negara terbesar dunia tersebut masih sangat tinggi. Pada bulan Agustus, tingkat pengangguran AS mencapai 7.9%, tidak jauh berbeda dengan lima tahun lalu, yakni 8,9%. Padahal Pemerintah AS telah memompa dana ke banyak perusahaan dengan membeli saham-saham mereka. Sejak 2008 Bank Sentral AS juga telah memangkas suku bunga acuan hingga mendekati nol persen serta meningkatkan neracanya menjadi hampir US$ 3 triliun untuk membeli obligasi. Bahkan otoritas moneter ini masih melanjutkan pembelian obligasi senilai US$85 miliar perbulan. Semua itu dilakukan dalam rangka mengurangi bunga pinjaman serta mendorong para pelaku bisnis untuk berinvestasi sehingga dapat mendorong penyerapan tenaga kerja. Sayang, pengangguran tetap saja tinggi.
2. Utang pemerintah kota.
Krisis juga membuat sejumlah kota di AS dihantui kebangkrutan. Negara bagian Detroit, misalnya, karena tidak mampu membayar utangnya sekitar $18 miliar, telah mengajukan kebangkrutan pada Juli lalu. Menurut data American Bankruptcy Institute, antara tahun 2007 dan 2011 ada lebih dari 40 kasus kebangkrutan kota di AS, atau rata-rata 8 kasus pertahun. Bahkan kebangkrutan kota selama dua tahun terakhir (antara tahun 2011 dan 2013) jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pada masa puncak krisis dan sebelumnya. Pengajuan kebangkrutan adalah jalan terakhir bagi kota dan kota-kota untuk mendapatkan perlindungan sehingga terlepas dari tanggung jawab terhadap kreditor. Data tersebut menunjukkan bahwa banyak kota di AS tidak berhasil dalam mengatasi dampak krisis keuangan global hingga saat ini. Walhasil, pernyataan bahwa kondisi perekonomian AS membaik patut diragukan.
3. Utang Pemerintah.
Menteri Keuangan AS, Jacob Lew, sebagaimana dikutip dalam laman Russia Today (28/8/2013), telah mengirim surat kepada Kongres, bahwa Pemerintah AS akan kehabisan dana yang diperlukan untuk memenuhi kewajibannya pada tanggal 15 Oktober tahun ini jika batas atas utang negara yang mencapai $16,7 triliun tidak dinaikkan. Bahkan menurut dia, jika plafon utang negara tetap seperti saat ini, pasar keuangan akan mengalami guncangan dan ekonomi akan kolaps. Oleh karena itu, Kongres harus melindungi kepercayaan di AS dengan menaikkan plafon utang negara. Potret ini jelas menunjukkan bahwa keadaan ekonomi AS tidak semakin membaik, namun justru berpotensi menimbulkan krisis baru.
Uni Eropa
1. Tingkat pengangguran.
Direktur IMF, Christine Lagarde, menyatakan bahwa tingkat pengangguran di Spanyol dan Yunani telah mencapai 27% (Euronews, 26/4/2013), sementara di kawasan Euro 17 negara mencapai 12% pada Februari lalu. Komisi Eropa bahkan memprediksi tingkat pengangguran di kawasan tersebut mencapai 12,2% tahun ini dan 12,1% pada tahun 2014. ILO juga menunjukkan bahwa tingkat pengangguran telah meningkat hampir dua-pertiga dari negara-negara Eropa sejak 2010.
2. Belanja sosial.
Menurut Menteri Keuangan Denmark Bjarne Corydon dalam laman Euronews (30/8/2013), “Negara-negara Skandinavia, yang terkenal karena konsep negara kesejahteraan mereka telah menghitung dan menyatakan tidak mampu lagi untuk memberikan pengeluaran sosial untuk rakyat mereka. Menurut OECD, Prancis menduduki puncak dalam belanja kesejahteraan dengan nilai 33% dari PDB-nya, disusul Denmark (30,8%), Belgia (30,7%), Finlandia (30,5%) dan Swedia (28,6%). Padahal angka tersebut masih sangat rendah untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat negara-negara tersebut, kecuali Jerman yang belanja sosial masih mungkin untuk ditingkatkan. Jika negara-nengara ini saja sudah tidak sanggup, lalu bagaimana dengan negara-negara lain?
3. Utang.
Dalam laman Euronews (22/7/2013) disebutkan, upaya Pemerintah Eropa untuk melonggarkan pengetatan fiskal membuat Zona Euro terus tenggelam dalam utang sebagaimana yang dialami oleh Yunani, Italia dan Portugal. Blok mata uang tunggal tersebut kini terjebak dalam resesi dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan prospek perbaikan ekonomi yang sangat rentan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa perekonomian di Eropa masih menderita akibat krisis dan belum keluar dari resesi.
Cina
Para analis ekonomi Cina mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi negara itu sebagian besar bergantung pada ekspor dan investasi, bukan pada konsumsi domestik. Dengan demikian masyarakat umum tidak begitu merasakan tingkat perbaikan kondisi hidup mereka. Ini menunjukkan pasar domestik negara ini masih lemah sehingga ia tidak mampu memengaruhi negara lain. Ekspor negara ini sangat bergantung pada pasar AS. Investasi pun demikian, seperti pembelian saham investor Cina pada perusahaan-perusahaan AS, pembelian obligasi Pemerintah AS yang nilainya lebih dari satu triliun dolar. Demikian pula sebaliknya, banyak perusahaan AS yang berinvestasi di Cina.
Selama ini, Cina mengikuti jalan kapitalis dengan menjalin hubungan ekonomi dengan AS. Selain itu, negara ini aktif melaksanakan keputusan lembaga-lembaga ekonomi kapitalis global di bawah pengaruh AS. Sikap ini membuat Cina tidak dapat mendeklarasikan diri sebagai negara kapitalis yang mampu memimpin ekonomi kapitalisme. Apalagi secara formal dan tradisional negara tersebut menyatakan dirinya sebagai negara sosialis-komunis. Inilah mengapa, penyelesaian krisis finansial Kapitalisme hanya difokuskan pada AS dan Eropa.
Negara-negara Lain
Adapun perekonomian negara-negara lain seperti Jepang, BRICS (Brazil, Russia, India, Cina dan Afrika Selatan) memiliki pengaruh yang tidak signifikan pada ekonomi dunia. Jepang, misalnya, kini menanggung utang Jepang mencapai 245% dari PDB. Rusia yang juga menganut sistem kapitalis, yang dipimpin oleh Barat, tunduk pada keputusan negara-negara kapitalis, serta tidak dapat bertindak secara mandiri. Brazil, India dan Afrika Selatan, Meksiko dan Turki juga tidak memiliki pengaruh penting dalam ekonomi global kecuali di kawasan regional. Selain itu, mereka juga tunduk pada perekonomian Barat dan terikat pada pasar keuangan AS dan Eropa. Dengan demikian mereka bukan fokus dalam penyelesaian krisis.
Mencermati Data Ekonomi
Ada beberapa hal yang patut diberi catatan atas data yang dilansir pemerintah AS, Uni Eropa dan Cina. Pada pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2013, secara resmi disebutkan adanya perubahan perhitungan ekonomi saat kekayaan intelektual seperti produksi musik dan hak paten dimasukkan ke dalam perhitungan ekonomi. Dengan perubahan ini, terjadi peningkatan 370 miliar dolar yang setara dengan kenaikan 2,5%. Dengan kenyataan ini, saat AS sedang berjuang untuk tumbuh dan terjadi pemangkasan belanja masyarakat, jelas bahwa klaim resesi telah berakhir bersifat artifisial dan tidak riil.
Adapun terkait pertumbuhan yang dikeluarkan oleh para pejabat Uni Eropa, maka data yang diumumkan hanyalah perkiraan awal dan tidak mencakup seluruh Uni Eropa, terutama negara-negara yang mengalami krisis yang parah seperti Irlandia dan Yunani. Data tersebut hanya berupa estimasi yang disusun oleh Badan Data Eropa, Eurostat, yang bersumber dari data kantor statistik masing-masing negara yang sangat bergantung pada survei perkiraan awal pertumbuhan yang biasanya direvisi berkali-kali. Dengan demikian seseorang tidak bisa benar-benar mengatakan bahwa situasi di Eropa telah membaik.
Data pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan Pemerintah Cina juga banyak menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan di kalangan pengamat. Salah satunya adalah angka PDB tahunan negara itu dikeluarkan pada minggu ketiga Januari tahun berikutnya. Ini tentu sangat sulit bagi Pemerintah Cina, yang penduduknya paling banyak dan wilayahnya sangat luas, menghitung hasil satu tahun penuh hanya dalam waktu tiga minggu!
Kesimpulan
Krisis keuangan global belum berakhir dan dampaknya masih terasa. AS masih terus memompa uang ke pasar, sementara negara-negara Uni Eropa masih berkutat dengan penghematan fiskal. Kondisi ini juga menjadi bukti bahwa perekonomian tidak berjalan dengan normal tanpa intervensi dan bantuan negara. Praktik yang dilakukan oleh negara-negara kapitalis tentu saja bertentangan dengan teori sistem kapitalis sendiri yang menabukan intervensi pemerintah terhadap pasar.
Selama ini, upaya penangan krisis selalu gagal menyentuh akar dan sumber masalahnya. Hal ini karena sumber tersebut melekat dalam sistem Kapitalisme itu sendiri. Sistem ini ibarat orang yang menderita penyakit kronis yang di suatu waktu dilaporkan bahwa kesehatannya membaik, namun di saat lain muncul laporan yang mengatakan sebaliknya. Ia pun harus diberi analgesik dan suntikan untuk mengurangi rasa sakitnya. Namun demikan, ia tetap saja menderita penyakit yang akut. Dengan demikian ekonomi global saat ini akan selalu mengalami krisis selama sistem Kapitalisme tetap eksis.
Oleh karena itu, tidak ada solusi nyata kecuali Islam. Sistem ini memandang bahwa masalah ekonomi adalah distribusi kekayaan yang tepat sehingga memungkinkan setiap individu untuk mendapatkan bagian dan keuntungan, serta mencegah terjadinya akumulasi kekayaan di tangan orang-orang tertentu saja. Islam juga tidak berpandangan bahwa setiap orang hanya mendapat bagian sesuai dengan kekayaan dan sumberdaya yang ia miliki, sebab hal itu hanya akan menguntungkan segelintir orang saja.
Alhasil, kita memohon kepada Allah SWT agar mengembalikan tegaknya Khilafah Islam, sebuah sistem yang akan menyebarkan kebahagiaan dan kehidupan ekonomi yang sehat, bukan hanya untuk umat Islam semata, namun juga akan disebarkan ke seluruh penjuru dunia. [Disarikan dari Soal–Jawab Amir Hizbut Tahrir, Syaikh Atha Abu Rasytah, 9/9/2013].