Sepanjang tahun 2013, tidak ada berita yang menggembirakan. Bidang politik didominasi oleh berbagai fakta terkuaknya para politisi hitam yang merampok uang rakyat hingga miliaran rupiah. Bahkan ketua Mahkamah Konstitusi yang semestinya menjadi penjaga keadilan hukum justru menjadi salah satu pemain utama dalam perampokan uang rakyat tersebut.
Di bidang sosial, kriminalitas terus meningkat tidak hanya jumlahnya, namun juga jenis operandinya. Konflik horisontal akibat pergesekan kepentingan terus mewarnai dalam beberapa Pilkada di berbagai daerah. Para pemuda dan pelajar yang semestinya menjadi generasi harapan masa depan justru banyak yang terlibat dalam pergaulan bebas dan narkoba.
Di bidang ekonomi, angka kemiskinan dan pengangguran semakin mengkhawatirkan. Biaya kesehatan dan pendidikan semakin melambung tinggi tidak terjangkau. Kondisi seperti ini ternyata dirasakan pula oleh sebagian besar penduduk dunia. Pew Research Global Attitudes Project (PRGAP, www.pewglobal.org) yang dirilis pada 23 Mei 2013 mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat dunia merasa tidak puas dengan kondisi ekonomi negara mereka. Kesenjangan ekonomi semakin lebar dan optimisme diperkirakan akan terus meredup pada tahun-tahun mendatang.
Survei PRGAP ini juga menunjukkan bahwa ketidaksetaraan ekonomi merupakan keprihatinan umum publik seluruh dunia. Kebanyakan orang berpendapat bahwa sistem ekonomi sekarang hanya menguntungkan kelompok kaya. Mayoritas penduduk dunia juga setuju bahwa jurang pemisah antara si kaya dan si miskin menjadi semakin lebar dalam lima tahun terakhir.
Akar Masalah
Krisis politik, sosial, budaya, hukum, ekonomi dan sebagainya yang terjadi di dunia, khususnya di negeri-negeri Muslim saat ini tidak dapat dipisahkan dari ideologi Kapitalisme yang diterapkan. Artinya, ideologi Kapitalisme itulah yang menjadi sumber dan akar berbagai krisis tersebut.
Sebagaimana diketahui, ide dasar Kapitalisme adalah sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Sumber hukum dalam ideologi ini dari akal semata. Di satu sisi keberadaan Tuhan memang diakui, namun di sisi lain manusialah yang dianggap layak untuk menetapkan berbagai aturan.
Ideologi merupakan pandangan hidup yang menjadi asas dalam berbagai aspek kehidupan negara seperti ekonomi, politik, budaya, hukum, pemerintahan, dll. Di Indonesia, Kapitalisme telah dipilih oleh Pemerintah Orde Baru sebagai ideologi untuk menyelesaikan berbagai persoalan saat itu seperti kemiskinan, pengangguran, konflik militer dan politik. Tim ekonomi Orde Baru kemudian melakukan liberalisasi ekonomi dan pasar, serta mengikatkan diri dengan IMF dan Bank Dunia yang memberikan utang. Di sisi lain, Indonesia harus membuka pasar dan kekayaan alamnya untuk dieksploitasi oleh pihak asing atas nama investasi dan pembangunan ekonomi.
Saat Orde Reformasi, Indonesia semakin menyempurnakan agenda kapitalistiknya. Misalnya lahir berbagai undang-undang yang pro-liberal seperti UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan dan sebagainya. Berdasarkan UU yang pro-liberal inilah berbagai kebijakan ekonomi dikeluarkan, yang kenyataannya justru menimbulkan berbagai problem. Sejak Orde Baru hingga Orde Reformasi, bukannya menurun, kemiskinan dan pengangguran justru terus meningkat. Kekayaan sumber alam dikeruk pihak asing, sementara utang negara terus menumpuk.
Kapitalisme gagal menyejahterakan warga dunia dan hanya melahirkan para kapitalis. Kapitalisme menciptakan ketidakadilan ekonomi serta kemiskinan struktural. Meskipun terbukti gagal, Kapitalisme masih bisa bertahan hingga saat ini. Penyebabnya karena adanya dukungan imperialisme atau penjajahan global. Kapitalisme bersama turunannya yakni sekularisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi dan HAM dipaksakan oleh para kapitalis yang bekerjasama dengan imperialis agar dijadikan ideologi oleh negara-negara di dunia. Tujuannya agar mereka bisa menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk mengeruk kekayaan negara-negara tersebut.
Kerusakan Demokrasi
Penjaga utama Kapitalisme, AS dan Eropa, menjajakan sistem demokrasi sebagai sistem politik yang akan membawa pada kehidupan yang lebih baik, sejahtera dan modern. Kenyataannya, demokrasi yang bertumpu pada ide liberalisme (kebebasan) ini telah menciptakan berbagai bencana yang menimpa umat manusia di seluruh dunia. Ide ini telah mengakibatkan berbagai krisis global serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di dunia. Kerusakan yang ditimbulkan oleh ide liberalisme di negeri-negeri Muslim secara ringkas dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Pertama, kebebasan beragama. Dalam demokrasi seseorang bebas untuk beragama ataupun tidak beragama. Seseorang juga bebas untuk berpindah-pindah agama. Dengan demikian agama hanya menjadi sekadar asesoris, bukan hal yang prinsip. Karena itu bisa dipastikan, generasi yang tumbuh dalam sistem demokrasi akan semakin remeh memegang ajaran agama. Sekadar untuk memenuhi persyaratan pernikahan, misalnya, seseorang bisa pindah agama. Akhirnya, agama sekadar didudukkan sebagai penanda status seseorang; sama seperti suku, komunitas, dsb.
Kedua, kebebasan berpendapat. Dalam demokrasi, setiap individu berhak mengembangkan pendapat atau ide apapun dan bagaimanapun bentuknya tanpa tolok ukur halal-haram. Satu-satunya tolok ukur yang dipakai adalah kepentingan, baik kepentingan untuk dirinya maupun kelompoknya. Karena itu undang-undang dan peraturan yang lahir di parlemen negara penganut demokrasi pada dasarnya untuk mengakomodasi kepentingan mereka sendiri, bukan kepentingan rakyat. Sebagai contoh, rencana kenaikan BBM beberapa waktu lalu ditentang oleh hampir seluruh rakyat di negeri ini, namun keputusan akhir dewan menyetujui kenaikan tersebut. Itu merupakan bukti bahwa mereka memang tidak pernah peduli pada kepentingan rakyat sehingga mereka tidak layak disebut sebagai wakil rakyat. Hasilnya, para anggota dewan saat ini ‘sukses’ mensejahterakan dirinya dan partainya, sementara rakyat makin terjepit dalam kesengsaraan.
Ketiga, kebebasan kepemilikan. Kebebasan ini memberikan hak kepada siapapun untuk memiliki sekaligus mengembangkan harta dengan sarana dan cara apapun. Hal ini menjadi jalan bagi para kapitalis yang berkolaborasi dengan penguasa untuk menjarah kekayaan alam yang notabene milik seluruh rakyat. Di Indonesia, pihak asing bahkan diberikan kebebasan untuk menguasai sumberdaya alam milik rakyat. Saat ini di Indonesia ada 60 kontraktor penguasa migas yang terkategori ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok Super Major (ExxonMobile, Total Fina Elf, BP Amoco Arco, dan Texaco) yang menguasai cadangan minyak 70 persen dan gas 80 persen. Kelompok Major (Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex) yang menguasai cadangan minyak 18 persen dan gas 15 persen. Terakhir kelompok perusahaan independen yang menguasai cadangan minyak 12 persen dan gas 5 persen.
Di sisi lain Indonesia jatuh dalam perangkap utang yang sangat sulit bahkan mustahil untuk dibayar. Total utang Pemerintah Pusat per 30 September 2013 sudah mencapai Rp 2.274 triliun. Menurut data Kementerian Keuangan (28/10/2013), rencana cicilan pokok dan bunga utang 2013 sebesar Rp 299,708 triliun (cicilan pokok Rp 186, 5 dan cicilan bunga Rp 113,2 triliun) atau 17,3% dari belanja APBN-P 2013.
Kebijakan yang tidak pro rakyat ini muncul dari pola pikir Pemerintah yang liberal dan kapitalistik, yang didukung oleh DPR yang melahirkan UU dan regulasi yang liberal dan kapitalistik seperti UU Migas No. 22 Tahun 2001 dan UU Minerba no. 4 Tahun 2009. Pada kasus PT Freeport Indonesia, misalnya, Indonesia seharusnya mendapatkan keuntungan Rp 75–100 triliun pertahun seandainya pengelolaan tambang itu dikelola oleh negara, bukan pihak asing.
Ide kebebasan kepemilikan yang dijadikan sebagai tolok ukur perbuatan juga mengakibatkan lahirnya para kapitalis yang membutuhkan bahan-bahan mentah untuk menjalankan industrinya dan membutuhkan pasar-pasar konsumtif untuk memasarkan produk-produk industrinya. Hal inilah yang telah mendorong negara-negara kapitalis untuk bersaing satu sama lain guna menjajah negara lain melalui lembaga yang mereka bentuk, seperti IMF, WTO, APEC, dll. Tujuan utamanya tentu saja untuk mengeksploitasi kekayaan alam mereka serta mengendalikan berbagai kebijakan ekonomi dan politik di negara tersebut.
Keempat, kebebasan berperilaku. Kebebasan berperilaku ini telah menyuburkan berbagai penyakit sosial dan kerusakan akhlak. Menurut data Kementerian Kesehatan, jika tidak ada program terobosan dalam penanggulangan HIV/AIDS maka pada tahun 2025 akan ada 1.817.700 orang terinfeksi AIDS. Anehnya, penanggulangan HIV/AIDS tersebut yang digagas Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama Kementerian Kesehatan adalah dengan menggelar Pekan Kondom Nasional (PKN) pada awal Desember lalu. Padahal kampanye PKN tersebut lebih tepat disebut sebagai kampanye pada seks bebas dan iklan penggunaan kondom yang akan menguntungan para kapitalis besar pemilik perusahaan kondom.
Tingginya penderita penyakit HIV/AIDS tersebut sebagai pertanda suburnya praktik seks bebas dan zina di negeri yang penduduknya mayoritas Muslim ini. Pemicunya tentu saja adalah kebebasan berperilaku yang dipertontonkan melalui berbagai tayangan berbau porno di berbagai tv dan media cetak; termasuk pagelaran yang menampilkan kecantikan wanita seperti acara Miss World di Bali beberapa waktu lalu. Semua itu berkontribusi nyata terhadap kerusakan akhlak masyarakat. Namun, Pemerintah membiarkan semua itu karena alasan kebebasan berperilaku.
Khilafah: Satu-satunya Harapan
Berharap kehidupan yang sejahtera secara sosial dan ekonomi di bawah naungan Kapitalisme beserta ide-ide turunannya (demokrasi, liberalisme, pluralisme, nasionalisme, HAM, dll.) bagaikan pungguk merindukan bulan. Sebagaimana dipaparkan di atas, penerapan ideologi Kapitalisme terbukti telah menimbulkan berbagai kerusakan di segala aspek, sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum, dan sebagainya. Kegagalan Kapitalisme menciptakan kesejahteraan secara ekonomi diakui juga oleh Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde. Dalam pidato mengenai upaya penurunan angka kemiskinan di Washington DC (washingtonpost.com, 15/05/2013), Lagarde memperingatkan kesenjangan ekonomi saat ini yang semakin meluas di seluruh dunia yang mengancam pertumbuhan ekonomi global. Dia juga mengungkapkan adanya ketidaksetaraan ekonomi karena hanya segelintir orang yang menguasai kekayaan dunia, yaitu hanya sekitar 0,5 persen dari populasi dunia yang memegang 35 persen dari total pendapatan dunia.
Tidak ada pilihan lain bagi umat Islam untuk mengakhiri krisis multidimensi ini selain harus menumbangkan sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri-negeri mereka. Metodenya hanya satu, yakni dengan menegakkan kembali negara global Khilafah Islamiyah. Tegaknya Khilafah akan menghentikan laju imperialisme sekaligus Kapitalisme. Sebab, faktanya saat ini negara-negara penjaga Kapitalisme adalah negara-negara imperialis besar, khususnya AS dan Eropa, dengan kekuatan global baik secara ekonomi, politik maupun militer. Kekuatan negara imperialis besar dengan kekuatan global seperti itu hanya mungkin bisa dihadapi oleh negara yang setara yang juga memiliki kekuatan global, yakni Khilafah.
Khilafah akan menyatukan 1,7 miliar Muslim di seluruh dunia dengan segala potensi geoekonomi, geopolitis, dan geostrategisnya. Penerapan syariah Islam oleh Khilafah akan menggantikan sistem ideologi Kapitalisme yang rusak itu. Khilafah akan menerapkan syariah Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Untuk menciptakan kesejahteraan misalnya, syariah Islam telah mewajibkan negara untuk menjamin kebutuhan pokok setiap individu rakyat (sandang, pangan, dan papan), Muslim maupun non-Muslim. Negara tidak boleh membiarkan ada rakyatnya yang kelaparan, tidak punya rumah, dan tidak memiliki pakaian. Berdasarkan syariah Islam, negara juga wajib menjamin kesehatan dan pendidikan secara gratis dan transportasi yang murah.
Untuk mendanai semua itu, negara mendorong setiap orang untuk bekerja keras memenuhi kebutuhan pokoknya. Negara akan membantu kalau setelah bekerja keras kebutuhan pokoknya masih belum terpenuhi dan keluarga dekatnya tidak bisa membantunya. Negara juga akan mengambil zakat dari orang-orang kaya yang digunakan untuk menyantuni orang-orang miskin. Sumber penting lain dari dana negara adalah harta kepemilikan umum seperti tambang migas, emas, perak, minyak, hutan dll yang merupakan milik rakyat. Negara akan mengelola semua itu dengan baik; keuntungannya diberikan kepada rakyat, bukan untuk pihak asing.
Substansi dari ide Khilafah yang wajib diperjuangkan oleh umat Islam adalah terwujudnya kehidupan Islam yang dicirikan oleh dua hal pokok. Pertama: kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariah Islam dalam seluruh sendi kehidupan, baik kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang menyangkut aspek ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, hukum, politik, dan sebagainya. Kedua: bersatunya kembali umat Islam yang kini bercerai-berai dalam lebih dari 70 negara ke dalam naungan negara Khilafah Islamiyah dengan seorang khalifah sebagai pemimpinnya.
Jadi, hal terpenting yang diperlukan saat ini adalah tumbuhnya kesadaran umat Islam di seluruh dunia untuk menumbangkan ideologi Kapitalisme tersebut. Pasalnya, penerapan Kapitalisme itulah yang telah menyengsarakan dan mengerdilkan umat Islam dalam berbagai sendi kehidupan di pentas dunia. Penting untuk terus menumbuhkan kesadaran umat untuk menuju kejayaan melalui penyatuan multi-potensi kekuatan mereka di seluruh dunia ke dalam institusi politik negara Khilafah Islamiyah. Melalui institusi tersebut, umat Islam akan mampu kembali memimpin dunia dan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin bisa menjadi kenyataan. [Dr. Ir. M. Kusman Sadik; Penulis adalah anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia]
WalLahu a‘lam bi ash-shawab.
semoga umat islam segera sadar akan kehancuran saat ini dan kembali kepada ideologi yang benar yaitu Islam. aamiin