Pengantar:
Sejauh ini, persoalan yang mendera umat Islam di dalam negeri maupun luar negeri makin kompleks; menyangkut persoalan moral, keagamaan, ekonomi, pendidikan, politik, sosial-budaya, hukum pemerintahan dll. Semakin nyata bahwa semua problem multideminsi yang terjadi selama ini adalah akibat dari penerapan ideologi sekular dan pengabaian terhadap penerapan syariah Islam secara totalitas oleh negara.
Di sisi lain, kita layak tetap optimis. Pasalnya, dari hari ke hari kesadaran umat ini untuk kembali pada Islam dan untuk diatur dengan hanya syariah Islam makin menguat dan makin meluas. Pertanyaannya: Sejauh mana? Apa indikasinya? Bagaimana pula tantangan dan peluang penegakkan syariah dan Khilafah di tengah-tengah umat ke depan?
Itulah di antara beberapa pertanyaan yang dijawab secara lugas oleh Dr. H. Muhammad Rahmat Kurnia dari Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia (DPP HTI) melalui wawancara dengan redaksi al-waie kali ini. Beikut petikan wawancaranya.
Bagaimana Ustadz melihat problem yang dihadapi umat selama ini?
Saya lihat, umat belum beranjak dari permasalahannya. Berbagai persoalan bahkan bertambah kusut. Misalnya, kemiskinan belum banyak terentaskan. Tidak aneh jika buruh di berbagai daerah turun ke jalan hanya untuk sekadar menuntut kenaikan upah minimum. Kesehatan pun tetap sulit bagi kebanyakan masyarakat. Solusi yang diberikan justru asuransi dengan mengharuskan rakyat membayar. Namun, asuransi kesehatan tersebut dinamai Jaminan Kesehatan Nasional. Rakyat awam memahami hal tersebut merupakan dana dari Pemerintah, padahal tidak. Pendidikan tidak jelas. Kurikulum terus berubah-ubah. Yang ini belum dijalankan, sudah diganti dengan yang baru. Akhlak justru dirusak oleh Pemerintah sendiri. Pekan Kondom Nasional diselenggarakan secara resmi oleh Kementrian Kesehatan. Bila sebelumnya ada ATM kondom, sekarang kondom dibagi-bagi. Lihat, alat kontrasepsi tersebut sekarang dijual dengan terbuka, diletakkan bersamaan dengan obat batuk, siapa pun bisa membeli. Korupsi makin menggila. Tengok saja, korupsi terjadi di segala lini, mulai dari RW terkait dana beras untuk rakyat miskin (raskin) hingga ketua Mahkamah Konstitusi. Penyadapan oleh negara asing dianggap biasa. Justru yang dilakukan adalah menarik duta besar kita dari Australia. Padahal semestinya, duta besar Australia dan AS yang diusir. Masih banyak lagi persoalan lainnya.
Apa sebenarnya akar persoalan dari persoalan-persoalan itu?
Akar persoalannya adalah tidak adanya penerapan hukum Islam. Yang diterapkan malahan sistem sekular demokrasi. Sistem demokrasi meniscayakan hukum dibuat oleh manusia. Halal dan haram tidak dijadikan standar penilaian. Semuanya dilihat dari segi manfaat. Konsekuensinya hukum akan berubah-ubah sesuai dengan kepentingan para pembuatnya dan manfaat materi yang mereka lihat. Tidak mengherankan apabila yang benar menjadi salah dan perkara salah menjadi benar. Hukum pun dapat diperjual-belikan. Dalam politik, muncullah politik transaksional dan politik dagang sapi. Semuanya demi uang. Menjamurlah korupsi dimana-mana. Secara imani, Allah SWT menegaskan dalam al-Quran surat Thaha ayat 124 bahwa barangsiapa berpaling dari Islam maka ia akan mendapatkan kehidupan yang sempit. Karena itu, orang beriman memahami bahwa tindakan meninggalkan hukum Islam akan mengundang datangnya problem multidimensi.
Kalau dari sisi perbaikan atau kemajuan, apa yang sudah dicapai umat selama setahun ini?
Alhamdulillah, umat Islam juga mencapai kemajuan. Pertama: dari aspek kesadaran. Kesadaran umat untuk menerapkan Islam terus tumbuh. Salah satu indikator paling mudah adalah kebolehan polisi wanita mengenakan jilbab. Kedua: tumbuhnya kelas menengah yang semangat dalam keterikatannya terhadap syariah Islam.
Apa sesungguhnya penyebab problem multidimensi yang mendera umat ini?
Problem multidimensi menunjukkan bahwa penyebabnya bukan persoalan teknis, melainkan persoalan akar; bukan sekadar problem orang, melainkan juga sistem. Nah, untuk mengatasi masalah krisis multidimensi ini harus ada perubahan penguasa dan sistemnya. Perubahan penguasa berarti ganti orang dengan orang yang amanah dan takwa. Perubahan sistem berarti mencampakkan sistem sekular dan demokrasi yang diterapkan dan diganti dengan sistem Islam. Kata Nabi saw., sistem Islam tersebut namanya Khilafah.
Persoalan umat Islam itu hampir sama di semua negeri Muslim. Penyebabnya pun sama, yakni penerapan sistem sekular. Belum lagi, negara-negara Barat kafir terus menjadikan negeri-negeri Muslim terpuruk. Mereka menguras kekayaan alam, mengadu-domba umat Islam dan memecah-belah negeri-negerinya. Siapa yang dapat melawan hegemoni negara besar? Siapa yang dapat mengenyahkan AS dari Irak, Afganistan, Suriah, dsb? Siapa yang bisa menyelamatkan Palestina dan mengenyahkan Israel? Siapa yang dapat membela Muslim Angola yang masjid-masjidnya dihancurkan? Siapa yang dapat menghentikan kebiadaban Myanmar terhadap umat Islam di sana? Penguasa negeri-negeri Muslim diam. Mereka sibuk dengan negerinya masing-masing. Sibuk dengan kampanye Pemilu masing-masing. Hanya Khilafah yang dapat menyelamatkannya.
Kita, sebagai orang yang beriman, sejatinya meyakini al-Quran surat ar-Rum ayat 41 yang menyatakan bahwa kerusakan yang ada di langit dan di bumi ini akibat ulah dan dosa manusia. Agar bisa selamat, kita harus kembali ke jalan Allah, jalan Islam. Jangan sampai kita diberi segala kebutuhan hidup oleh Allah, namun tidak mau dihukumi dengan hukum-Nya. Jangan sampai pula kita setuju dengan akhlak Islam, persaudaraan Islam, baju Muslim, bahkan ekonomi Islam, tetapi menolak pemerintahan Islam.
Dari sisi dakwah, sejauh mana kemajuan dakwah di tengah umat saat ini?
Saya melihat, kesadaran untuk terikat dengan syariah Islam terus meningkat. Kalau tahun 80-an syariah Islam menjadi kata yang menakutkan, kini justru sebaliknya. Demikian pula dengan Khilafah. Saat ini Khilafah sudah banyak diketahui umat Islam. Mereka menyadari bahwa inti dari Khilafah adalah penerapan syariah dan penyatuan umat. Dukungan pun terus bertambah. Sejauh pengalaman saya berkunjung mulai dari Aceh hingga Papua, dukungan tersebut benar-benar nyata. Berbagai kalangan memberikan dukungan tersebut: mulai dari ulama, pengusaha, intelektual, mahasiswa, pelajar, bahkan ibu rumah tangga; mulai dari profesor sampai tukang jualan opor. Jadi umat sudah semakin paham bahwa hidup ini semestinya diatur oleh syariah dalam naungan Khilafah agar dapat menerapkan Islam secara kaffah.
Umat Islam pun sudah memahami kebobrokan realitas yang ada. Mereka tidak percaya lagi pada DPR. Survey menunjukkan hanya 23% rakyat yang percaya pada partai. Sebanyak 43% rakyat memandang bahwa DPR merupakan lembaga terkorup. Problem multidimensi sudah banyak disadari. Apabila umat sudah mengerti rusaknya realitas yang terjadi, dan memahami apa yang seharusnya diterapkan, maka keberhasilan dakwah tinggal menunggu waktu saja.
Pelajaran apa yang bisa diambil dari kemajuan itu?
Pertama: Tentu kita harus terus bersyukur bahwa upaya dakwah yang dilakukan selama ini mulai membuahkan hasil. Atas pertolongan dan rahmat Allah SWT, semua ini dapat dicapai. Kedua: Perjuangan belum selesai sehingga perlu terus berjuang untuk menuntaskan amanah hingga Allah SWT memenangkan Islam dan umat Muhammad saw. ini. Ketiga: Betapapun beratnya jalan dakwah, bila dilalui dengan tekun, sabar dan tawakal kepada Allah SWT, serta terus terikat dengan jalan yang dicontohkan oleh Junjungan kita Muhammad saw., insya Allah dakwah itu akan membuahkan hasil. Keempat: Pandangan yang sebelumnya dianggap asing bahkan dituduh oleh sebagian orang sebagai utopis, bila terus dijelaskan, dengan ijin Allah SWT akan dapat dipahami oleh kaum Muslim.
Melihat begitu kompleksnya persoalan yang ada, boleh jadi ada orang yang merasa tipis sekali harapan akan terjadi perbaikan apalagi cepat dan menyeluruh di tengah umat. Bagaimana seharusnya kita bersikap?
Allah SWT tidak pernah membebani pundak kita dengan, “Cepatlah kamu berhasil!” Dia Yang Maha Pengasih lagi Penyayang meminta kita, “Cepatlah taat, cepatlah menuju ampunan Allah, cepatlah meraih surga!” Jadi, yang harus ada di benak kita adalah bagaimana terus berdakwah dan berjuang demi tegaknya syariah dan Khilafah. Pada saat yang sama, kita bertawakal kepada Allah atas kesuksesan, kemenangan dan pertolongan yang telah Dia janjikan untuk diberikan kepada orang-orang beriman sebagaimana pernah diberikan kepada Rasul saw. Jangan sampai ‘harapan tipis’ justru menghalangi kita dari menunaikan kewajiban.
Tipis harapan hanya mungkin ada pada diri orang yang tidak paham realitas. Sebaliknya, siapapun yang terjun langsung dalam dakwah akan merasakan betapa umat ini terus bergerak menuju perbaikan. Denyut nadi kerinduan umat terhadap kehidupan Islam makin nyata. Pengorbanan mereka pun kian tampak. Apalagi perkembangan umat seperti ini terjadi di seluruh Dunia Islam, bahkan di kalangan kaum Muslim di dunia Barat. Kemenangan ini semakin dekat. Geliat musim semi Arab makin menguatkan hal ini. Apalagi Imam al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “La bu’da li mâ huwa âtin (Tidak ada istilah jauh bagi sesuatu yang pasti datang).” Bagi kaum Mukmin, cukuplah hal ini untuk mengokohkan langkah perjuangan.
Sejauh mana optimisme bagi kemenangan dan perbaikan kehidupan umat ini bisa direalisasikan?
Saya sudah katakan, realitas menunjukkan perkembangan dakwah melaju dengan cepat. Dukungan datang dari berbagai kalangan. Sejarah pun menggambarkan bagaimana perjuangan Rasulullah saw. yang menghadapi berbagai hambatan besar berakhir dengan kemenangan luar biasa. Ingatlah firman Allah SWT yang maknanya: “Apakah kalian mengira bahwa akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (TQS al-Baqarah [2]: 214).
Jadi, sikap apa yang semestinya kita miliki dan kita kembangkan?
Pertama: Yang harus dimiliki dan dikembangkan adalah keyakinan bahwa penerapan hukum Islam secara kaffah sajalah yang akan membawa kebaikan di dunia dan akhirat. Hukum dan sistem lain buatan manusia hanya mendatangkan kenestapaan dan kerusakan.
Kedua: Selalu berpegang bahwa dakwah dan berjuang menerapkan Islam merupakan kewajiban. Apabila kita tidak terlibat di dalam perjuangan, maka pihak yang rugi adalah kita sendiri. Kita akan dimintai pertanggungjawa-ban oleh Allah, Zat Yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa. Andaikan kita malas atau tidak berjuang, maka tetap akan selalu ada di antara umat Islam yang berjuang untuk Islam. Allah SWT bukan hanya mewajibkan memperjuangkan Islam, namun juga memberikan janji untuk menolong dan memenangkan perjuangan tersebut. Islam akan dimenangkan di atas semua agama dan ideologi.
Ketiga: Berdakwah dan berjuang menegakkan syariah dan Khilafah merupakan wujud ketaatan kita kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, semestinya kita senantiasa bergembira dalam menunaikannya.
Keempat: Tantangan memang besar. Untuk mengatasi tantantangan itu kita perlu bersabar, menambah kesabaran, dan terus mempersiapkan daya upaya. Ingatlah Allah SWT bersama dengan orang yang sabar. Kemenangan itu akan diberikan kepada orang beriman dan beramal shalih sehingga kita semestinya terus meningkatkan kedekatan kita kepada Allah. Ibadah, baca al-Quran, amalan sunnah dan sebagainya harus kita galakan.
Keempat: Perkokoh ukhuwah islamiyah. Eratkan tali persaudaraan, saling menolong dan saling membantu dalam perjuangan. []