بسم الله الرحمن الرحيم
Berita dan Komentar
Rezim Maliki telah menjadi seperti Rezim Saddam sebagai peneror Perempuan Irak
Berita :
Pada 6 Februari, BBC, Al Jazeera dan media lain menyiarkan laporan baru oleh Human Right Watch (HRW) berjudul ‘’ Tak seorang pun aman’’- Penganiayaan perempuan Irak di Sistem Pengadilan Kriminal. Laporan itu menyatakan bahwa Badan Keamanan Irak secara tidak legal menahan ribuan perempuan Irak dan melakukan penyiksaan, penganiayaan dan ancaman pelecehan seksual. Banyak diantara mereka ditahan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun tanpa diadili karena dituduh melakukan tindakan terorisme yang dilakukan oleh suami atau saudara-saudara (laki-laki) mereka. Laporan ini mendokumentasikan penganiayaan seperti ‘’dipukul, ditendang, ditampar, digantung dengan kaki diatas, , dipukul kakinya, disetrum dengan listrik, ,, diperkosa atau diancam akan diperkosa oleh anggota keamanan selama masa interogasi’’. Beberapa perempuan menggambarkan bahwa mereka dilecehkan dihadapan suami mereka, saudara laki-laki dan anak mereka. Studi ini juga menemukan bahwa sebagian besar tahanan perempuan tidak punya akses terhadap pengacara dan bahwa mereka dipaksa untuk menandatangani pengakuan palsu. Salah satu tahanan menyatakan bahwa setelah selama 9 hari dipukuli, disetrum dan digantung terbalik memjadikan dia cacat permanen. Dia bilang bahwa pihak keamanan memaksa dia untuk mengakui tindakan terorisme dengan mengancam untuk memperkosa anak perempuannya. Tujuh bulan setelah berbicara kepada HRW, dia dibunuh meskipun keputusan Pengadilan telah membebaskan dia dari berbagai tuduhan. Lebih lanjut, pegawai keamanan yang telah menyiksa dia belum diadili, sehingga membuktikan bahwa dia telah diberi ijin untuk menganiaya tanpa bisa disentuh hukum.
KOMENTAR :
Peninggalan brutal dari Saddam Hussein dan Penjajah Amerika yang mengikutinya terus melenggang dibawah rezim sekuler yang ditanam oleh Barat.Penganiayaan yang sangat kejam ini membawa gema dari penyiksaan dan penganiayaan para wanita muslimah yang tak bersalah yang ditahan di penjara Amerika Abu graib yang masih menghantui kita. Ketika mengiring invasi Irak, Presiden Amerka saat itu, George Bush menjustifikasi perang saat itu dengan alas an untuk membebaskan rakyat Irak, termasuk perempuannya dari kezaliman rezim Saddam. Setahun setelah itu, dihadapan kumpulan di White House dia berpidato : ‘’ Setiap perempuan di Irak sekarang lebih baik karena kamar-kamar buatan saddam untuk memperkosa dan menganiaya mereka selamanya telah ditutup’’. Namun sekarang jelas, apa yang selalu ditinggalkan oleh penjajahan Barat dan berbagai bentuk interfensi di negeri-negri muslim hanyalah untuk melanjutkan penindasan lebih jauh dan penghinaan terhadap anak-anak perempuan umat ini, sebagai bukti dari tragedy kemanusiaan yang terus berlanjut menimpa para perempuan di Afghanistan. Lebih lanjut, kamar-kamar penyiksaan dan pemerkosaan secara nyata telah dibuka kembali dibawah managemen baru dari boneka Amerika di Baghdad. Ini merupakan pelajaran yang relevan bahwa PBB dan Negosiasi yang dipimpin Barat untuk mennentukan masa depan Syiria hanyalah bertujuan untuk menanam rezim baru dukungan Barat di negara tersebut, untuk meenggantikan rezim lama mereka-Assads. Merupakan hal yang tidak perlu ditanya, bahwa pendirian rezim dukungan Barat apapun, atau system sekuler di Syria terikat dengan janji fase penindasan baru bagi rakyar Syria, sebagaimana yang dialami pada perempuan Irak dan Afghanistan.
Bersamaan dengan kekejian yang dialami ribuan tahanan perempuan Irak, para perempuan di negara tersebut, terus hidup dalam lingkungan yang tanpa hokum dan keamanan. Data pemerintah mencatat, lebih dari 1000 orang telah tewas januari ini sebagai akibat dari kekerasan politik yang terus berlanjut. Epidemi penculikan, kekerasan seksual, dan penjualan perempuan di negeri tersebut yang terus berlangsung telah mengakibatkan para perempuan dan remaja merasa sangat takut meninggalkan rumah mereka. Lebih lagi, ada ribuan janda perang yang kebanyakan bekerja dalam kondisi yang sangat terhina atau terpaksa mengemis di pojok-pojok jalan. Kemiskinan telah memaksa ribuan wanita lain untuk melacur, semata untuk bisa membeli roti untk anak mereka. Inilah wajah asli dari apa yang disebut sebagai pembebasan negeri muslim oleh kebijakan dan perang penjajah Barat, pemerintah boneka dan system dukungan mereka. Sangat mustahil untuk membayangkan gambaran masa depan baik apapun untuk para perempuan di bawah rezim Irak atau system buatan manusia ini.
Para perempuan Irak, Afghanistan dan semua negri muslim sangat membutuhkan Negara khilafah untuk melindungi hidup dan kehormatan mereka, selain untuk memastikan keamanan finansial mereka. Padahal dulu, dari Baghdad dalam naungan khilafah, Khalifah Al muttasim mengirim 90,000 kekuatan pasukan ke Pelabuhan Romawi Ammuriyah di Syiria untuk menyelamatkan dan melindungi seorang muslimah yang ditangkap dan dilecehkan oleh seorang tentara Romawi, karena perempuan adalah kehormatan agung menurut aturan islam. Al muttasim membebaskan muslimah ini dengan tangannya sendiri dan meminta maaf karena telah membuatnya menunggu, dengan berkata : ‘’ Saudaraku, aku tidak dapat datang lebih awal, karena Baghdad ke sini cukup jauh’’ .Dulu, dari Baghdad dalam naungan khilafah,Khalifah mengirimkan Jendral muslim besar Salahuddin al Ayyubi untuk membebaskan Palestina dari Pasukan Salib. Banghdad dalam naungan Khilafah-lah yang dikenal sebagai Kota Perdamaian karena Baghdad diberkahi dengan keamanan dalam naungan islam. Banghdad pula, saat dalam naungan khilafah yang menikmati standard hidup yang tinggi karena penerapan system ekonomi islam. Diriwayatkan bahwa ketika Khalifah Abbasiyah harun al Rasyid meninggal, Bendahara Negara memiliki surplus uang sejumlah 630 juta dinar emas. Sungguh, kemulyaan hidup yang layak dinikmati para perempuan Irak dan seluruh dunia, hanya akan disadari dengan kembali system Allah, Khilafah Islamiyyah.
Ditulis untuk Central Media Office of Hizb ut Tahrir oleh
Dr. Nazreen Nawaz
Member of the Central Media Office of Hizb ut Tahrir