HTI

Dunia Islam (Al Waie)

Mesir: Revolusi Yang Dicuri

Revolusi 25 Januari 2011 di Mesir adalah bentuk perlawanan rakyat terhadap kezaliman dan kerusakan negara yang menyesakkan dada rakyat selama puluhan tahun. Namun, rakyat merasa heran karena setelah mereka merasa berhasil melengserkan para politisi dalam rezim Mubarak, kini mereka menyaksikan kembalinya wajah-wajah suram itu ke dalam kekuasaan pasca Revolusi 3 Juli 2013. Menurut Hizbut Tahrir Mesir, peristiwa 3 Juli itu tiada lain adalah  pencurian dan pembajakan terhadap revolusi yang ditujukan untuk mengembalikan keadaan ke situasi sebelum tanggal 25 Januari 2011. “Revolusi 25 Januari adalah revolusi yang dicuri pada peringatan yang ketiga,” ujar Jubir HT Mesir Syarif  Zayid melalui keterangan persnya  tertanggal 22 Januari 2014 yang disebar ke berbagai media dunia.

Jika publik  jeli melihat pemerintahan sementara yang dibentuk pada tanggal 17 Juli 2013, pastilah mereka bertanya-tanya mengapa sosok pria yang melakukan revolusi adalah direktur intelijen militer era Husni Mubarak yang kini diangkat sebagai menteri pertahanan. Ada juga menteri penerbangan yang dulu pernah dikenai tuduhan melakukan penggelapan uang dan korupsi yang kemudian kasusnya ditutup dengan damai setelah dia menyerahkan uang kepada pemerintah sebesar 4 juta pounsterling. Demikian pula dengan menteri penerangan, menteri kependudukan dan menteri keuangan. Mereka adalah orang-orang lama yang telah dikenal di Partai Demokrat yang terguling. Sama halnya dengan Menteri Pertanian Abu Hadid. Ia adalah anak kesayangan dari Yusuf  Wali, menteri pertanian sebelumnya. Dia pernah diangkat sebagai kepala Pusat Penelitian Pertanian, yang kemudian posisinya digantikan oleh Ahmad Syafiq, menteri pertanian pada masa rezim terguling Husni Mubarak.

Belum lagi terkait kebijakan mereka yang menyesakkan, membungkam suara perlawanan terhadap rezim baru serta melakukan penipuan yang nyata dalam referendum konstitusi baru mereka dengan melarang setiap propaganda yang menyerangnya. Hal ini mengembalikan alam pikiran rakyat Mesir  ke angka 99% yang selalu terealisasi dalam setiap Pemilu pada masa Mubarak.

Dalam peringatan ketiga Revolusi 25 Januari, rezim militer mengerahkan sekitar 260 ribu polisi untuk mengamankan perayaan. Mereka terdiri dari para perwira, para petugas dan tentara dari departemen tindak pidana, dinas pembantu, polisi lalu lintas, keamanan pusat, dinas operasi khusus, perlindungan sipil. Sekitar 180 ribu sebagai pasukan utama, 120 pasukan cadangan, 500 personel pasukan siap tempur lengkap dengan kendaraan modern lapis baja. “Tidak diragukan lagi, mereka takut atas kekuatan oposisi yang besar, kemudian mereka mengelabui dunia dengan kebohongan seolah mereka berpihak pada kepentingan rakyat dan demokrasi,” tegas Jubir Hizbut Tahrir Mesir Syarif Zayid kepada Alwaie, Ahad (2/2).

Menurut Syarif Zaid, kekuatan tempur ini dipertontonkan  untuk menakut-nakuti para aktivis agar tidak turun ke jalan. Mereka juga telah menngesahkan undang-undang tentang demonstrasi yang mengkategorikan Ikhwanul Muslimin (IM) sebagai kelompok teroris.

Semua ini merupakan bentuk perlawanan yang sengit terhadap setiap gerakan di jalan. Hal itu tampak jelas pada tanggal 25 Januari saat pihak otoritas menangkap lebih dari 1000 demonstran dan membunuh lebih dari 60 orang serta menutup lapangan Tahrir yang menjadi simbol revolusi kecuali bagi para pendukung kudeta yang digerakkan oleh para tokoh partai Nasional Demokrat yang terguling. [Joko Prasetyo]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*