HTI

Berita Luar Negeri

Lintas Dunia

Jokowi bertemu Dubes Asing, Kedaulatan Indonesia Terancam

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia M. Ismail Yusanto mengkritik pertemuan yang dilakukan Capres PDIP Jokowi bersama para dubes asing di rumah konglomerat Jacob Soetoyo. Pertemuan ini menunjukkan Jokowi sangat tergantung restu asing khususnya Amerika. “Kalau sudah seperti ini, bagaimana kita bisa berharap ada kemandirian dan kedaulatan atas negeri ini jika presidennya saja bergantung pada pihak asing,” jelasnya pada mediaumat.com,  Selasa (15/4) di Jakarta.

Ismail menambahkan, pertemuan tersebut tidak bisa dianggap hanya ramah-tamah biasa. “Kita tahu siapa Jokowi dan PDI-P, pemenang Pemilu dan calon presiden, pertemuan ini terjadi saat momen politik dilakukan orang politik dan partai politik. Bagaimana kita tidak menghasilkan pandangan politik, padahal ini peristiwa politik. Ini bukan pertemuan biasa sebab akan berefek politik juga pada masa mendatang,” tegasnya.

Wanita Hamil Rohingya Dibunuh Perawat Myanmar

Para perawat di Myanmar telah membunuh seorang wanita hamil Rohingya setelah memeriksakan diri ke rumah sakit karena infeksi urinoir. Hasina Begum, 28 tahun, pengungsi Rohingya yang mengungsi setelah desanya diratakan dengan tanah oleh ekstremis Budha, tiba di rumah sakit Arakan di Sittwe pada 5 April.

Namun, pada malam 8 April, dia dinyatakan meninggal di rumah sakit itu. Ketika berbicara kepada Rohingya Vision, saksi mata Jamila Begum mengklaim bahwa sepupunya Hasina, yang sedang hamil dua bulan, dibunuh oleh para perawat atas perintah dokter.

Saksi mata itu mengatakan bahwa dua perawat Rakhine muncul untuk memberi dia suntikan meskipun dia sudah pulih dan tidak membutuhkan suntikan itu.

Ketika saksi menolak mengizinkan perawat untuk memberi dia injeksi, saksi lalu dipukuli. Kedua perawat kemudian melanjutkan untuk memberi Begum injeksi sambil mengancam, “Apakah Anda mengaku sebagai orang Rohingya?”

Tiga menit kemudian, Begum sudah mati. Mayatnya dikeluarkan pada hari berikutnya. Dia meninggalkan seorang anak berusia 6 tahun dan ayahnya yang cacat fisik di kamp-kamp pengungsi Depaing (Refot Baariza).

Menlu Libya Mengkonfirmasi Dirinya Agen Inggris

Seruan Menlu Libya Muhammad Abdul Aziz agar Libya kembali ke sistem monarki konstitusional, menurut aktivis Hizbut Tahrir  Abdul Karim, itu bentuk konfirmasi Abdul Aziz sebagai agen Inggris. “Di sini ada seorang menteri luar negeri yang mendesak untuk kembali ke sistem yang hampir mirip sekali dengan sistem monarki di Inggris. Sistem ini sudah dipraktikkan di Libya oleh kolonialis dan agennya ketika pertama kali Libya merdeka,” ungkapnya seperti dilansir khilafah.com beberapa waktu lalu.

Abdul Karim menyanggah pernyataan Abdul Aziz  yang mengklaim  1950-an—saat Libya berbentuk monarki konstitusional—sebagai masa keemasan Libya. “Subhaanallah! Umat ini tidak memiliki masa keemasan, tidak ada kemuliaan, tidak ada kemenangan, tidak ada martabat atau kehormatan sejak kehancuran Khilafah pada tahun 1924,” sanggahnya.

Pernyataan Abdul Aziz—yang  menyebut Barat hanya menginginkan yang baik bagi Libya dan tentara Barat yang ada di Libya bermanfaat bagi negara dan tidak bisa disebut suatu intervensi militer—juga dikritik Abdul Karim. “Bagaimana bisa dinyatakan Barat menginginkan yang terbaik, padahal seluruh dunia yang dipimpin oleh Barat dengan jelas dan terbuka menyatakan bahwa musuh terbesar adalah kembalinya sistem politik Islam. Sekarang Barat secara terbuka ada di sisi Bashar Al-Assad yang bertempur melawan rakyat Suriah yang menginginkan Khilafah dan menolak campur tangan Barat,” pungkasnya.

Atas Nama ‘Kontra-Terorisme’, Nigeria Bantai Kaum Muslim

Militer Nigeria membunuhi kaum Muslim tidak berdosa dengan kedok kampanye melawan terorisme, kata kelompok Islam terkemuka, Nigeria Jama’atul Nasril Islam (JNI), dalam sebuah pernyataan. “Dimensi pembunuhan ekstra judisial terhadap kaum Muslim oleh militer adalah karena kecurigaan yang tidak berdasar, yang dengan jelas menggambarkan bahwa umat Islam telah menjadi spesies yang terancam punah, yang dibunuh dan dibuat cacat tanpa pandang bulu dengan kedok memerangi terorisme, “ kata pernyataan itu seperti diberitakan n.ria.ru, Rabu (9/4).

“JNI dengan tegas mengutuk pembunuhan ekstra judisial terhadap 15 Muslim Fulani di Keana, disusul pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang gadis muda Binta Usman, serta segala pelanggaran HAM terhadap umat Islam yang tidak bersalah di Maidugri, “ kata pernyataan itu.

Aneksasi Rusia Buka Luka Lama Muslim Krimea

Rusia kembali menganeksasi Krimea setelah melepasnya paska keruntuhan Uni Sovyet. Menurut  aktivis Hizbut Tahrir Palestina Abu Zaid, kejahatan Rusia terhadap Muslim Krimea bukan kali ini saja, tetapi sudah terjadi sejak penduduknya menerima dakwah Islam ratusan tahun silam.

Islam sampai ke semenanjung ini melalui jalan Tartar, pada era “Kabilah Emas”—yang dalam bahasa Inggris disebut dengan “Golden Horde”, yaitu etnis Mongol pertama yang masuk Islam.

“Kabilah ini memiliki peran yang besar bagi kaum Muslim Krimea dalam berjihad melawan Rusia bersama Negara Islam di zaman Kekhilafahan Utsmani,” ungkapnya.

Krimea menghadapi tekanan yang dilakukan Rusia dan Jerman. Bahkan Rusia dapat menginvasi Krimea pada1783 M, setelah Rusia membunuh 350 ribu kaum Muslim Krimea. Pada 1928, Rusia juga mengeksekusi mati  3.500 Muslim. Pada 1929, lebih dari 40 ribu kaum Muslim dibuang dari Tatar ke wilayah Sverdlovsk di Siberia.

Statistik menunjukkan penurunan jumlah kaum Muslim Tatar, dari 9 juta jiwa pada tahun 1883 M menjadi sekitar 850 ribu jiwa pada tahun 1941 M. “Semua itu disebabkan oleh politik pembunuhan dan pengusiran yang ditempuh oleh pemerintah Rusia, baik pada era Kekaisaran maupun Bolshevik,” ungkapnya.

Krimea dan warganya tidak selamat dari kekejaman Jerman yang melucuti senjata kaum Muslim yang menyerah dalam Perang Dunia II. Kemudian mereka digiring menempuh jarak 150 kilometer tanpa alas kaki dan makanan. Akibatnya, kaum Muslim mulai meninggal karena kelaparan. [Joko Prasetyo dari berbagai sumber]

HTI Kembali Desak Pakistan Bebaskan Naveed Butt

Puluhan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melakukan demonstrasi untuk mendesak pemerintah Pakistan membebaskan Naveed Butt yang diduga diculik badan intelijen Pakistan sejak dua tahun lalu, Kamis (10/4) di Kedubes Pakistan, Jakarta.

Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto menyatakan, ini sungguh keadaan yang sangat mengerikan, bagaimana seorang yang merdeka, tiba-tiba diringkus kemerdekaannya tanpa jelas alasannya. “Kami mendesak, agar Anda menyampaikan kepada Pemerintah untuk segera mencari tahu keberadaan Naveed Butt dan segera melepaskan dia hingga bisa kembali ke keluarganya,” ungkap Ismail kepada Head of Chancery Kedutaan Besar Pakistan Giyand Chan seraya menyerahkan tuntutannya secara tertulis.

Tuntutan serupa dilakukan HTI pada  26 Juni 2013 dan 31 Mei 2012 dan uniknya hujan deras mengguyur di setiap awal aksi. Namun, massa tetap semangat dan tertib menuntut pembebasan Naveed.

Naveed adalah  Juru Bicara Hizbut Tahrir Pakistan yang dikenal luas di Pakistan sebagai seorang yang sangat vokal  menentang konspirasi yang dilakukan pemerintah Pakistan dan Amerika. Ia juga kerap tampil dengan memberikan solusi Islam serta menawarkan secara jelas bagaimana memerintah dengan Islam. [Joko Prasetyo dari berbagai sumber]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*