Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, umat ini sepertinya tidak banyak belajar. Pemilu dalam demokrasi sejatinya tidak menghasilkan perubahan apapun, kecuali perubahan rezim wakil rakyat dan penguasa. Itu pun sering tidak signifikan. Faktanya, di Tanah Air, misalnya, pertarungan dalam Pemilu tetaplah didominasi partai-partai lama. PDIP dan Golkar contohnya. Memang ada beberapa partai yang relatif baru seperti Demokrat, Gerindra, Hanura dan Nasdem. Namun, bukankah para pendiri sekaligus pemimpinnya dulunya adalah kader-kader Golkar sekaligus orang-orang Orde Baru. Para caleg yang terpilih pun sebagian—bahkan sebagian besar—adalah muka-muka lama. Dalam Pileg bulan lalu, misalnya, 90% persen anggota parlemen mencalonkan kembali sebagai anggota legislatif. Jika demikian, “Pemilu untuk Perubahan” dipastikan hanyalah mantra yang diulang-ulang tanpa efek apa-apa.
Mantra “Pemilu untuk Perubahan” makin kentara omong-kosongnya jika dikaitkan dengan perubahan sistem. Alih-alih sistem Kapitalisme-sekular—yang menjadi pangkal persoalan yang membelit bangsa ini—berubah atau berganti, yang terjadi justru makin mendapatkan legitimasi melalui Pemilu. Pemilu pun makin mengokohkan sistem demokrasi yang sejatinya menjadi biang kerusakan negeri ini, juga negeri-negeri Islam yang lain.
Sayangnya, umat tetap tak segera menyadari saat mereka berkali-kali terperosok ke dalam lubang yang sama. Itulah Pemilu dalam demokrasi yang nyata-nyata makin mengokohkan penjajahan rezim dan sistem yang bobrok dan busuk atas diri mereka. Padahal jangankan berkali-kali, sejak lama Baginda Rasulullah saw. telah mengingatkan, “Tidak layak seorang Muslim terperosok ke dalam lubang yang sama dua kali.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadis ini secara tersirat sejatinya mengandung celaan betapa buruknya seorang Muslim yang terjatuh dua kali ke dalam kesalahan/kekeliruan, apatah lagi jika berkali-kali.
Karena itu sudah saatnya umat ini bersikap kritis. Tak selayaknya mereka makin kehilangan daya pikir mereka. Mereka harus segera menyadari betapa rusaknya demokrasi; betapa bobroknya ideologi dan sistem Kapitalisme yang berpangkal pada sekularisme. Mereka pun harus segera menyadari, bahwa hanya dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam institusi Khilafahlah mereka akan meraih kebangkitan, kejayaan dan kemuliaannya kembali; kembali meraih predikat “khayru ummah” sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT dalam al-Quran.
Di seputar itulah tema utama al-wa’ie edisi kali ini, selain tema-tema lain yang aktual dan juga layak untuk dikaji oleh pembaca.
Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Yang lebih parah,para elit yang mengaku muslim justru menuhankan demokrasi. Nauzubillah . Semoga merea sadar akan kekeliruan ini dan semoga mendapat hidayah
Jayalah syariah dan Khilafah .Amien
say no to democrazy