HTI

Cover (Al Waie)

Pengantar [BAHAYA KOALISI PRAGMATIS]

166-200-cover1Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Pembaca yang budiman, koalisi antarparpol sudah terbentuk. Koalisi terbagi menjadi dua poros: Poros PDIP yang didukung PKB, Nasdem dan Hanura; Poros Gerindra yang disokong PAN, PPP, PKS dan Golkar. Adapun Partai Demokrat tampaknya akan bersikap netral. Saat yang sama, pasangan capres-cawapres dari dua poros besar koalisi ini juga sudah resmi diumumkan.

Adanya koalisi dan ‘poros-porosan’ memang bukan hal baru di jagat politik demokrasi di negeri ini. Itu merupakan konsekuensi dari banyaknya partai peserta Pemilu dan tidak adanya partai yang meraih suara mayoritas dalam Pemilu. Yang menarik, sebelum Pemilu banyak partai yang tadinya menjadi lawan, kini berubah menjadi kawan pasca Pemilu. Partai Islam pun tak ketinggalan. Sebelum Pemilu, banyak tokoh partai Islam mendorong bahkan menekan umat Islam agar tidak golput. Alasannya, jika umat golput, Parlemen bisa dikuasai oleh orang-orang sekular bahkan kafir. Namun, setelah Pemilu, justru partai-partai Islam itulah yang paling bersemangat untuk bergabung dan berkoalisi dengan partai-partai sekular. Desakan para tokoh Islam terhadap partai-partai Islam untuk membentuk koalisi sendiri malah tak digubris sama sekali.

Jika demikian, dalam koalisi, ideologi partai sudah tidak penting lagi. Kini, tak perlu lagi bicara partai nasionalis (sekular) dan partai Islam. Pasalnya, semua partai sudah sama-sama menjadi sekular. Tak ada lagi partai yang benar-benar tegak di atas ideologi Islam serta berjuang untuk kepentingan Islam dan umatnya. Yang ada, semua partai berjuang untuk kepentingan para elitnya. Ideologi tak lagi jadi landasan. Rakyat tak lagi jadi fokus perhatian.

Mengapa semua itu bisa terjadi? Itulah demokrasi. Demokrasi meniscayakan partai-partai yang ada berorientasi kekuasaan semata. Karena itu, koalisi adalah hal yang niscaya meski antarparpol yang beda ideologi. Saat kekuasaan sudah di tangan, rakyat hanya dijadikan korban. Suaranya diperlukan, tetapi nasibnya sering tergadaikan. Maka dari itu, bisa dikatakan, demokrasi justru mengkhianati dirinya sendiri.

Itulah tema utama yang dihadirkan dalam al-wa’ie kali ini, selain tema-tema lain yang aktual dan penting untuk dikaji. Selamat membaca!

Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*