HTI

Reportase (Al Waie)

Saatnya Khilafah Menggantikan Demokrasi Dan Sistem Ekonomi Liberal

Lantaran sistem pemerintahan demokrasi dan sistem ekonomi liberal masih diterapkan, dapat dipastikan Pemilu 2014 tidak akan membawa perubahan yang lebih baik, bahkan akan membuat persekutuan antara penguasa dan pengusaha semakin menggila. Hal itu disampaikan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kepada lebih dari 125 ribu warga dari berbagai kalangan pada Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) di 70 kota se-Indonesia pada 27, 29, 31 Mei dan 1 Juni 2014.

“Pemilu 2014 ini tidak bisa diharapkan menghentikan kejahatan persekutuan penguasa dan pengusaha. Pemilu justru an semakin menguatkan kejahatan tersebut,” tegas para Ketua dan Humas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dari Banda Aceh sampai Jayapura. Hal itu mereka sampaikan saat memberikan sambutan dalam Konferensi Islam dan Peradaban (KIP): Indonesia Milik Allah, Saatnya Khilafah Menggantikan Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal.

Menurut mereka, persekutuan penguasa dan pengusaha merupakan kejahatan sangat besar karena korbannya adalah rakyat Indonesia. Kejahatan itu bernama negara korporasi.

Secara umum acara dibagi ke dalam empat sesi. Pertama, sambutan. Kedua, mengungkap hakikat demokrasi. Ketiga, mengungkap kejahatan ekonomi liberal. Keempat, seruan politik untuk menegakkan syariah dan Khilafah. “Konferensi Islam dan Peradaban diselenggarakan sebagai bentuk kepedulian HTI terhadap masa depan negara Muslim terbesar di dunia ini,” ungkap Humas DPD II HTI Kota Bogor Iwan Januar di hadapan 10.000 peserta KIP Bogor, Selasa (27/5) di SICC, Sentul.

Untuk memvisualisasikan materi yang dipaparkan, KIP di semua kota menayangkan film dokumenter sinema (dokusinema). Film yang ditayangkan pada setiap jeda sesi memaparkan penguasaan sumberdaya alam yang dikuasai asing akibat kolaborasi antara penguasa dengan pengusaha yang menjadikan rakyat sebagai korbannya.

Kesesatan Demokrasi

Berdasarkan kajian yang mendalam dan menyeluruh dari sudut pandang Islam ideologis, Ketua DPD II HTI Kota Bandung Dr. H. Asep Agus Handaka Suryana, M.T, menyatakan kejahatan negara korporasi lahir di negeri yang mayoritis penduduknya Muslim ini karena dua kondisi. “Pertama, karena sistem pemerintahannya demokrasi. Kedua, karena sistem ekonomi yang diterapkan adalah kapitalisme,” ungkapnya di hadapan 1.400 peserta KIP Bandung, Kamis (29/5) di Balai Sartika Convention Hall.

Dalam sesi kedua, di hadapan sekitar 5.000 peserta KIP DIY, Ketua HTI DIY HM Rosyid Supriyadi, M.Si., menyatakan sistem pemerintahan demokrasi bertentangan dengan akidah mayoritas agama penduduk Indonesia. Karena itu kaum Muslim tidak boleh menerima demokrasi. “Putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepada kamu,” ujarnya mengutip terjemahan al-Quran Surat al-Maidah ayat 48, Selasa (27/5) di Grand Pacific Hall.

Dalam demokrasi, menerapkan hukum Allah SWT butuh persetujuan mayoritas anggota DPR. “Tentu saja itu merupakan bentuk kesesatan yang nyata!” tegas pengurus DPD II HTI Purwakarta Dr. Ir. Waluyo, M.Sc. di depan sekitar 5.000 KIP Bekasi, Kamis (29/5) di JCC, Bekasi.

Kejahatan Ekonomi Liberal

Dalam sesi ketiga, Ketua DPD II HTI Medan Musa Abdul Ghani menyatakan, sistem pemerintahan demokrasi dengan sistem ekonomi liberal tidak dapat dipisahkan. “Seperti halnya uang yang tidak akan laku bila hanya ada gambar dalam satu sisi saja, demokrasi pun tidak akan tegak tanpa ekonomi liberal; ekonomi liberal juga tidak akan tegak tanpa demokrasi,” ungkapnya di hadapan 2.700 peserta KIP Medan, Ahad (1/6) di Gedung Selecta.

Memang, demokrasi dan sistem ekonomi liberal saling membutuhkan dan mendukung satu sama lain. Di satu sisi, seseorang agar dapat duduk di DPR atau jadi presiden membutuhkan biaya kampanye yang sangat mahal. “Didapat dari mana dananya? Tentu saja dari konglomerat. Di sisi lain, konglomerat membutuhkan regulasi yang menguntungkan bisnis mereka. Siapa yang membuat UU? Tentu saja DPR dan Presiden,” ungkap Ketua DPD I HTI Jawa Tengah, Abdullah IAR, S.T., M.T. di hadapan sekitar 2.000 peserta KIP Semarang, Kamis (29/5) di Gedung Dewaruci AMNI.

Karena itu tidak aneh, bila Presiden membolehkan Allah SWT haramkan sehingga terbit Kepres tentang kebolehan minuman miras. DPR pun mewajibkan apa yang Allah SWT haramkan sehingga muncul UU Perbankan yang mewajibkan riba. “Lantaran mereka dalam kampanyenya dibiayai oleh konglomerat liberal,” beber pengurus HTI Soloraya, Dr. Margono. di hadapan sekitar 2.000 peserta KIP Soloraya, Ahad (1/6) di Indoor Manahan.

Tegakkan Khilafah

Oleh karena itu, pada sesi keempat, Ketua DPD II HTI Surabaya Muhammad Ismail, menyeru kaum Muslim untuk mencampakkan sistem pemerintahan demokrasi dan sistem ekonomi liberal. “Sesungguhnya kita tidak perlu ragu untuk mencampakkan demokrasi dan sistem ekonomi liberal!” tegasnya di hadapan sekitar 6.000 peserta KIP Surabaya, Sabtu (31/5) di Gramedia Expo Surabaya.

Ketua DPP HTI Rokhmat S. Labib menjelaskan, sesungguhnya Islam telah memiliki sistem pemerintahan sendiri, yakni Khilafah. Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan Islam; bukan republik, kerajaan, imperium, federasi, demokrasi, dan lain-lain. Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menegakkan hukum Islam dan mengemban dakwah ke berbagai penjuru dunia. “Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para Sahabat ra. telah berijmak bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah zaman kenabian adalah kewajiban, bahkan mereka menjadikan itu sebagai kewajiban yang terpenting,” ujarnya di hadapan sekitar 1.000 peserta KIP Gorontalo, mengutip Ibnu Hajar al-Haitsami rahimahul-Lah dalam Ash-Shawâiq al-Muhriqah ‘alâ Ahl al-Rafdh wa al-Dhalâl wa al-Zindiqah, Sabtu (31/5) di Gedung Juliana Kota Gorontalo.

Dalam hadis riwayat Imam Ahmad diberitakan bahwa Konstantinopel dan Roma akan dibebaskan. Konstantinopel berhasil dibebaskan oleh Sultan Muhammad al-Fatih, lalu diubah namanya menjadi Istanbul. Adapun Roma hingga kini masih belum pernah dibebaskan. Insya Allah, kota itu juga akan dibebaskan, dan yang membebaskannya adalah Daulah Khilafah.

“Siapkah saudara-saudara sebagai pasukan penakluk Roma? Sebelum menjadi penakluk Roma, saudara-saudara harus menjadi penegak Khilafah terlebih dulu!” pekik Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto di hadapan sekitar 5.000 peserta KIP Jakarta, Sabtu (31/5) di Tennis Indoor, Senayan.

Peserta pun serentak menjawab, “Siaaap…..!”

Di sela-sela acara, selain ditayangkan dokusinema, pembawa acara membacakan renungan yang membuat para peserta melelehkan air mata. Di KIP Jakarta, renungan ini dibacakan anggota LKU DPD I DKI Jakarta Amir Makruf.

Saudaraku…Coba bayangkan seandainya…seandainya Rasulullah hadir di tengah tengah kita…menyapa kita dengan salam dan bertanya pada kita, “Wahai saudara sekalian, apakah kalian ini umatku?” Kita pasti akan menjawab, “Iya..Ya Rasullah…”

Beliau bertanya lagi “Apakah penguasa yang memimpin negeri ini juga umatku?” Kita menjawab, “Benar ya Rasul…”

Bayangkan, tiba tiba mata Rasulullah saw. berkaca-kaca dan bertanya, “Kalau penguasa itu umatku, mengapa mereka mencampakkan syariah yang aku bawa…? Kalau kalian adalah umatku, mengapa kalian diaaaam…! Mengapa kalian diaam…? Mengapa kalian membiarkan ini terjadi…???

Mendengar renungan yang sama, melelehlah air mata KH Mahmudi Syukri. “Kita benar-benar merasakan seakan-akan Rasulullah hadir di tengah-tengah kita,” ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Darul Muttaqin Petungsewu Dau Kab Malang, usai mengikuti KIP Malang yang dihadiri sekitar 7.425 orang, Kamis (29/5) di GOR Ken Arok.

Tergugah dan Mendukung

Konferensi yang digelar secara kolosal di puluhan kota besar dan kecil ternyata mampu menggugah warga yang hadir. Tidak sedikit yang langsung menyatakan mendukung dan siap berjuang menegakkan syariah dan Khilafah bersama HTI.

“Acaranya menarik. Ada selingan sinema dengan penyampaian materi pembicara. Semua penjelasan tentang kewajiban Khilafah disampaikan. Pasti yang hadir akan tergugah semangatnya, termasuk saya,” kata Kepala Dinas Pertambagan Kabupaten Tabalong Nanang Mulkani usai mengikuti KIP Rantau (113 Km dari utara Banjarmasin), Ahad (1/6) di Gedung Sultan Kuning Rantau.

Tak kalah dengan pejabat, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tapin, H. Fahruddin, BA, pun menyatakan hal senada setelah mengikuti konferensi yang dihadiri sekitar 1.000 warga Rantau, Tapin dan sekitarnya. “Alhamdulilah bagus. Saya sangat setuju dengan Hizbut Tahrir. Ini kan demi agama. Ini perjuangan untuk Islam. Semua harus kembali kepada Allah,” kata pria tua berambut putih dengan wajah keriput dan tubuhnya yang sudah mulai membungkuk.

Di Kupang, usai mengikuti KIP yang dihadiri sekitar 400 peserta, M Golkar Arifoedin, S.Pd, M.M. pun memberikan saran. “Acara ini harus dilakukan secara berkala dan terus-menerus, setiap bulan, misalnya, agar membangkitkan gairah umat. Pendidikan tentang Khilafah sebaiknya dilakukan sejak dini,” ungkap praktisi pendidikan di Kabupaten Timor Tengah Selatan tersebut.

Di Lampung, tokoh sepuh Muhammadiyah Lampung Tengah Machrus Daryono mengingatkan solusi untuk semua masalah yang menimpa umat saat ini adalah kembali pada Islam. “Solusinya kembali pada Islam, al-Quran dan as-Sunnah 100 persen!” ungkapnya usai mengikuti KIP Bandar Lampung yang dihadiri sekitar 1.850 peserta, Ahad (1/6) di Graha Bintang Universitas Malahayati.

Di Makassar, Muballighah Pesantren Daarul ‘Alam Makassar Ustadzah Munawirah Abdul Jalil menyatakan, melalui KIP masyarakat dapat melihat kerusakan yang terjadi dari segala sendi kehidupan yang diakibatkan sistem kapitalis demokrasi. Sistem ekonomi liberal tentu telah membuat yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin; bahkan mengharamkan sesuatu yang halal. “Khilafah adalah satu-satunya sistem yang dapat menyelesaikan problematika umat,” tegasnya usai mengikuti KIP Makassar yang dihadiri sekitar 5.000 peserta, Ahad (1/6) di GOR Sudiang.

Peserta KIP lainnya, Hj. Endang Ipsiani, S.H. mengaku baru tahu bagaimana sebenarnya demokrasi setelah dirinya berinteraksi dengan Muslimah HTI. “Sejak saya aktif melakukan kajian rutin bersama Muslimah HTI pada tahun 2011, saya baru tahu bagaimana sebenarnya demokrasi itu. Saya akan ikut berjuang untuk menegakkan Khilafah meski masih aktif bekerja sebagai hakim. Saya berdoa agar Khilafah segera tegak,” ungkap Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi, Makassar.

Usai mengikuti KIP Makassar, Prof. Sutinah Made menyatakan bahwa demokrasi tidak membawa dampak perubahan di tengah-tengah masyarakat. Rakyat terpuruk dengan adanya demokrasi. “Khilafah merupakan janji Allah. Sistem ini diturunkan oleh Pencipta kita. Sudah seharusnya kita mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Kitabullah dan Sunnah Rasul saw.,” kata Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanudin tersebut.

Dalam acara KIP di Tasikmalaya, hadir pula rombongan dari PERTUNI (Persatuan Tunanetra Indonesia) Ciamis dan ITMI (Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia). Mereka duduk di barisan depan tepat di depan layar besar. Beberapa di antaranya tampak terisak-isak menangis saat sesi shalawat Rasul. Hati mereka tergetar mendengarkan narator acara membacakan pesan rindu pada Rasulullah saw. dan kerinduan akan tegaknya Khilafah Islam. “Ini acara yang membanggakan, membangkitkan kesadaran umat. Sistem terbaik adalah sistem Khilafah. Kami ingin bersama-sama (Hizbut Tahrir, red.) berjuang demi tegaknya Islam,” ujar Ketua ITMI Bidang Pendidikan dan Pengembangan, Drs, Entis Sutisna, usai mengikuti acara yang dihadiri sekitar 2.000 warga Tasik, Ciamis, Banjar dan sekitarnya, Ahad (1/6) di Graha Asia Tasikmalaya. [Joko Prasetyo, dari kontributor daerah]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*