Irak, sebelum masuk dalam pangkuan Islam, berada di bawah kekuasaan Persia. Awal tahun ke 14 H khalifah Umar bin al-Khaththab ra. memotivasi kaum Muslim untuk berjihad di bumi Irak. Keputusan ini dilatarbelakangi oleh terbunuhnya Abu Ubaid pada peperangan di Jembatan Sungai Eufrat, menguatnya kembali kekuatan Persia di bawah pimpinan Yazdigrid dari kalangan Raja Persia yang kafir, juga adanya pengkhianatan ahludz-dzimmah di Irak terhadap kesepakatan yang mereka buat dengan kaum Muslim. Mereka telah melepaskan ketaatan mereka terhadap pemerintah Islam. Mereka menyakiti kaum Muslim dan mengusir para gubernur wilayah yang ditunjuk oleh Khalifah Umar.
Khalifah Umar ra. memerintah seluruh pasukannya untuk keluar dari wilayah Persia dan berkumpul di penghujung negeri-negeri jajahan Persia. Setelah melakukan diskusi dengan seluruh Sahabat, akhirnya Khalifah Umar menunjuk Saad bin Abi Waqas sebagai panglima tertinggi yang akan menggempur Irak.
Sebelum peperangan berkecamuk, Panglima Saad mengutus para Sahabat terpilih untuk mendakwahi Rustum, panglima pasukan Persia, agar mau masuk Islam; atau membayar jizyah tanda tunduk kepada Daulah Khilafah. Jika tidak mau kedua-duanya maka mereka akan diperangi hingga mereka tunduk.
Raja Persia, Yazdigrid, menolak mentah-mentah dua tawaran yang disampaikan. Akhirnya, perang dahsyat tidak terelakkan terjadi. Pasukan kaum Muslim berjumlah 8.000, sedangkan pasukan Persia berjumlah 30.000. Jumlah ini tak seimbang, termasuk dari sisi perlengkapan perangnya.
Namun, kekurangan yang ada tidak menyurutkan pasukan Islam dalam bertempur. Setelah empat hari bertempur, akhirnya di Qadisiyah inilah Persia bisa ditaklukkan. Bahkan pasukan Persia yang lari tunggang-langgang terus dikejar hingga masuk di ibukota Persia, Al-Madain. Di pertempuran inilah, Panglima Rustum dan Jalinius (pimpinan 40.000 pasukan penyerang Persia) berhasil dibunuh.
Setelah Perang Qadisiyah, Irak berada dalam naungan Khilafah hingga Kekhilafahan Abbasiyah. Khilafah Abbasiyah bertahan sampai 1258, ketika orang Mongol (Tartar) di bawah Hulagu Khan, cucu Gengis Khan, menyerbu dari timur. Mereka merebut kota dan membantai sejuta orang. Di Baghdad, Hulagu dengan sengaja menghancurkan sisa-sisa dari proyek awal bangunan-bangunan kanal. Kekhalifahan Abbasiyah hancur oleh orang Mongol pada abad ke-13.
Selanjutnya Kekhilafahan Turki Utsmani berhasil mengusir orang Mongol dari wilayah Irak setelah perang sengit bertahun-tahun. Akhirnya, Irak menjadi bagian dari Khilafah Utsmaniyah.
Tahun 1914 pecah Perang Dunia I. Turki Ustmani bersekutu dengan Jerman dan Austria dalam konflik global melawan Inggris dan Prancis. Dalam kesempatan yang sama, Inggris berhasil menyusupkan pengaruhnya sehingga muncul gerakan Kemerdekaan Arab. Para pemimpin Arab di berbagai bagian dunia Arab berjanji membantu Inggris, untuk melakukan revolusi melawan Kekhilafahan Turki Utsmani. Janji ini muncul setelah Inggris setuju untuk mengakui kemerdekaan Arab seusai perang nanti.
Pasukan Inggris menyerbu Mesopotamia pada 1917 dan menduduki Baghdad. Selama Perang Dunia I (1914-1918), Irak diduduki oleh pasukan Inggris, terutama di Provinsi Bashrah dan Baghdad. Pada akhir perang, Inggris menduduki Mosul. Pada 1920, sebagai bagian dari perjanjian perdamaian seusai Perang Dunia I, negara Sekutu yang menang perang membagi wilayah provinsi-provinsi Arab—yang termasuk ke dalam wilayah Kekhilafahan Utsmaniyah—di antara mereka sendiri. Irak diduduki berdasarkan mandat dari Liga Bangsa-bangsa. Administrasi pemerintahannya tetap dijalankan oleh Inggris. Liga Bangsa-bangsa merupakan organisasi internasional yang dibentuk sesudah Perang Dunia I berdasarkan ketentuan Perjanjian Versailles.
Tahun 1920 adalah cikal-bakal pembentukan negara Irak modern. Tahun 1921, Emir Faisal ibn Hussein dari Dinasti Hasyim, Arab, dinobatkan oleh kekuatan Inggris menjadi Raja Irak. Inggris menciptakan basis sosial bagi monarki, dengan memformalkan kepemilikan penuh oleh para pemimpin suku yang “layak” terhadap wilayah, yang sebelumnya secara adat adalah milik sukunya. Irak selanjutnya mengalami krisis kepemimpinan. Terus terjadi kudeta kepemimpinan hingga akhirnya Saddam Husein menggantikan Brigadir Ahmad Hasan al-Bakr pada Juli 1979.1
Negeri dengan komposisi etnis dan mazhab keagamaan yang beragam itu kini hancur-lebur dan porak-poranda. Setelah sebelumnya terjadi konfrontasi dengan Iran dalam waktu delapan tahun lebih tahun (1980-1988), dua tahun setelah itu Irak menyulut Perang Teluk dengan menginvasi Kuwait. Namun, Irak benar-benar terkoyak ketika Amerika Serikat (AS) melakukan invasi ke Irak pada 19 Maret 2003 atas nama melawan terorisme. Invasi ini menyebabkan jatuhnya rezim Saddam Hussein.
Mayor Isaiah Wilson menilai bahwa perang ini sesungguhnya merupakan kepanjangan dari apa yang telah dimulai oleh AS sejak Perang Teluk 1991. “[Perang ini] merupakan perang yang berpusat secara operasional pada penghancuran angkatan bersenjata Irak – kapabilitas perang negara – sekaligus penghancuran aparat kenegaraaan Saddam Husein.” (Ricks 2006, 117).
Negeri dengan komposisi 80% penduduknya adalah bangsa Arab—kelompok etnis utama lainnya adalah Kurdi (15%), Asiria, Turkmen Irak dll (5%); kebanyakan tinggal di utara dan timur laut negeri—saat ini berada dalam jurang keterpecahan. Pasca invasi AS ke Irak, AS menyusun strategi belah-bambu antarsuku di Irak agar mereka tidak bersatu dan mudah dicengkeram. Irak masuk dalam jebakan AS melalui kekerasan sektarian yang berkepanjangan di antara tiga sekte Syiah Arab, Sunni Arab dan Kurdi.
Rencana untuk memecah Irak bukan muncul tiba-tiba, namun merupakan rangkaian yang tidak dimulai oleh Amerika pada saat pendudukan Irak, melainkan pada saat memberlakukan zona larangan terbang di wilayah utara Irak pada tahun 1991. Saat itu Amerika menjadikan wilayah Kurdistan seperti semi negara.2
Kini, Irak yang pada tahun 2002 menyimpan cadangan minyak sebesar 112,5 miliar barel atau hampir 11 % dari total cadangan minyak dunia, telah terkoyak-koyak! [Gus Uwik]
Catatan Kaki:
1 http://www.slideshare.net/satrioarismunandar/academia-sejarah-irak-dari-sumeria-ke-irak-modern
2 http://hizb-indonesia.info/2014/06/26/hizbut-tahrir-bongkar-rencana-internasional-memecah-irak/