Belum sempat peluh diusap pasca Pilpres 9 Juli 2014, rakyat Indonesia kembali bermandikan peluh mendapati kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Sungguh ironis, kenaikan harga TDL dan BBM ini terjadi tak lama setelah pesta demokrasi usai. Harapan rakyat memang sangat besar disandangkan kepada calon presiden terpilih. Akankah pemerintahan baru nantinya memenuhi harapan kaum Muslim dan masyarakat Indonesia umumnya?
Pemerintah baru nanti sudah pasti akan mengalami kesulitan dalam beberapa segi. Pertama, dari segi anggaran. Presiden sebelumnya menyampaikan postur RAPBN 2015 dengan total pendapatan negara mencapai Rp 1.762,3 triliun. Itu terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.370,8 triliun, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 388 triliun dan penerimaan hibah Rp 3,4 triliun. Namun, RAPBN 2015 mengandung beban besar, yakni subsidi energi Rp 363,5 triliun dan pembayaran bunga utang Rp 154 triliun. Adapun total belanja negara mencapai Rp 2.019,9 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran dalam RAPBN 2015 adalah sebesar Rp 257,6 triliun atau 2,32 persen terhadap PDB.
Dilihat bahwa RAPBN-nya Indonesia adalah negara yang besar pasak dari pada tiang. Untuk memenuhi kekurangan anggaran, Pemerintah harus kembali berutang ke luar negeri. Begitulah anggaran negara ini dibuat setiap tahunnya.
Kedua, ancaman kenaikan suku bunga Bank Sentral AS, Federal Reserve (the Fed). Kenaikan suku bunga ini akan berpengaruh terhadap perekonomian makro-mikro Indonesia. Kenaikan suku bunga tersebut akan mempengaruhi jumlah bunga utang yang harus dibayar Pemerintah. Alih-alih membuat program untuk keseahteraan rakyat, Pemerintah akan sibuk membuat anggaran untuk membayar bunga utang tersebut. Bila ini terjadi, anggaran yang sedianya dipakai untuk mensubsidi kebutuhan rakyat seperti kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan pendidikan akan dialihkan untuk membayar bunga pinjaman.
Ketiga, ancaman interfensi asing. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A. Chaves mengatakan, subsidi BBM yang besar ini telah membuat anggaran negara tertekan, dan defisit makin tinggi. Ia mengatakan bahwa siapa pun nantinya yang menjadi presiden harus berani mengurangi subsidi BBM. Pernyataan Direktur Bank dunia ini cukup jelasmenyatakan bahwa siapapun yang duduk di pemerintahan Indonesia tak akan mampu melawan intervensi asing untuk mencabut subsidi untuk rakyat. Masihkah kita berharap pada sistem yang nyata-nyata merugikan rakyat Indonesia ini?
Tantangan bangsa Indonesia bukan hanya sekadar mengganti pemimpin. Yang lebih krusial dan mendasar adalah mengganti sistem pemerintahan ini dengan sistem yang lebih baik. Sistem ini tidak hanya memperbaiki sistem ekonomi dan politik saja, namun mampu memperbaiki seluruh sistem kehidupan manusia. Itulah sistem kehidupan yang menyeluruh yang berasal dari Allah SWT yang diturunkan melalui Rasulullah Muhammad saw. Sistem ini akan membawa kemaslahatan bukan saja bagi umat Islam, namun juga bagi seluruh umat manusia. Itulah sistem Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Khilafah inilah yang pantas diharapkan kehadirannya oleh seluruh kaum Muslim, bukan hanya di negeri ini, tetapi di seluruh dunia. [Rina Nurawani; Ibu Rumah Tangga dan Pengajar Madania Parung Bogor]