HTI

Opini

Menjadi Politisi Sejati

Dalam bahasa Arab politik berasal dari kata sâsa-yasûsu-siyâsat[an] yang bermakna: dia mengurusi urusannya (ra’â syu‘ûnahu).

Adapun secara istilah politik berarti mengurusi urusan umat, di dalam dan di luar negeri, yang dilakukan oleh negara dan umat. Negara secara langsung mengatur urusan rakyatnya, sementara umat/rakyat melakukan koreksi dan kontrol. Definisi ini disimpulkan dari hadis Rasulullah saw.:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ

Dulu Bani Israil senantiasa diurusi oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, ia diganti oleh nabi lainnya. Namun, tidak ada lagi nabi sesudah aku. Yang ada adalah para khalifah yang jumlahnya banyak (HR al-Bukhari).

Adapun aktivitas politik yang dilakukan umat di antaranya dijelaskan dalam sabda Rasulullah saw.:

سَتَكُوْنُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ

Nanti akan ada para pemimpin. Kemudian kalian mengetahui dan kalian mengingkari. Siapa saja yang mengetahui (sifat, tindakan dan kebijakannya) bebas. Siapa saja yang mengingkari (kemungkarannya) selamat. Namun, siapa saja yang ridha dan mengikutinya (maka ia akan celaka) (HR Muslim).

Dari Jabir Ibnu ‘Abdillah, ia berkata: Hadis di atas berkaitan dengan kewajiban menasihati kaum Muslim, baik mereka sebagai penguasa ataupun rakyat, yang pada hakikatnya adalah bagian dari aktivitas mengurusi urusan umat.

Siapa Politisi Sejati?

Politisi sejati adalah orang yang senantiasa mengurusi urusan umatnya dengan ideologi yang dia anut. Dalam konteks umat Islam, mereka adalah orang-orang yang senantiasa mengurusi urusan umat ini—yang saat ini sedang diperangi, dizalimi, bahkan dibantai dimana-mana—berdasarkan ideologi Islam. Semua ini tidak terjadi kecuali setelah Khilafah runtuh. Oleh sebab itu, politisi sejati umat ini adalah mereka yang bersungguh-sungguh berjuang untuk mendirikan kembali Daulah Khilafah Islamiyah. Mengingat proyek ini tidak mungkin dilakukan secara sendiri, para politisi itu seharusnya berjuang dalam sebuah partai politik.

Hizbut Tahrir adalah partai politik yang berjuang untuk membangkitkan umat berdasarkan Islam dengan mengikuti manhaj Rasulullah saw. Oleh sebab itu Hizbut Tahrir layak menjadi kendaraan bagi siapa saja yang berjuang untuk menegakan kembali Khilafah Islam. Aktivitas politiknya tampak dalam pembinaan (at-tasqîf), pergolakan pemikiran (sira’ul-fikr) dan perjuangan politik (al-kifâhus siyâsi). Hizbut Tahrir membina umat dengan tasqafah Islam secara intesif dalam banyak perhalaqahan serta pembinaan umum dalam ceramah-ceramah dan kegiatan publik lainnya. Aktivitas sira’ul-fikr tampak dalam pergelokannya dalam menentang pemikiran dan sistem kufur, akidah-akidah batil dan pemahan-pemahan yang menyimpang. Aktivitas kifâh siyâsi-nya tampak dalam perjuangannya untuk menentang penjajahan negara-negara kafir atas negeri-negeri kaum Musli , baik secara langsung maupun melalui agen-gennya.

Agenda di atas juga mampu membentuk kadernya menjadi politisi karena dua alasan. Pertama: pembinaan yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir bukan hanya bersifat kajian dan transfer ilmu, namun juga ditujukan agar setiap ide yang dikaji dapat direalisasikan dalam kehidupan. Kedua: Saat Hizb melakukan kifâh siyâsi berupa analisis politik terhadap setiap peristiwa, meski aktivitas itu dilakukan oleh sebagian kadernya untuk disebarkan dalam media-media yang mereka milik, pada saat yang sama Hizb juga menuntut para kader yang lain melakukan itu sendiri-sendiri sehingga tidak cukup hanya menunggu analisis yang dikeluarkan Hizb.

Bagaimana Melakukan Analisis Politik?

Analisis politik adalah aktivitas mengurai berita dan peristiwa untuk diketahui hakikat sesungguhnya, termasuk mengetahui pihak dan target di baliknya. Orang yang melakukan hal ini disebut analis politik (muhallil siyâsi). Adapun orang yang berkapasitas untuk memberikan pendapat terhadap sebuah peristiwa dari sudat pandang tertentu sesungguhnya telah meningkat ke level berikutnya, yakni menjadi seorang yang sadar politik (wâ’iy siyâsi).

Untuk menjadi seorang wâ’iy siyâsi setidaknya ada beberapa hal yang wajib dimiliki.

  1. Menguasai informasi politik.

Informasi ini mencakup informasi tentang negara nomor satu (ad-dawlah al-ûla) di Dunia, tentang negara-negara besar (ad-dawlah al-kubra) yang menjadi pesaing negara pertama dan terkait wilayah-wilayah yang berada di bawah hegemoni mereka.

Untuk menjadi wâ’iy siyasi juga dibutuhkan pengetahuan tentang negara-negara satelit (ad-dawlah al-latî tadûru fil-falak) dan negara-negara pengekor (ad-dawlah at-tâbi’ah aw al- ‘âmilah), termasuk informasi terkait negara-negara yang mereka ikuti serta sarana dan organisasi yang mereka jadikan sebagai alat.

Meski demikian, pada tahap awal, yang dibutuhkan hanyalah berupa iformasi-informasi dasar (ma’lumât awaliyah) untuk diperkaya seiring dengan perjalanan waktu. Sebagai contoh, Hizbut Tahrir telah menyiapkan ma’lumât awaliyah tersebut dalam kitab: mafahim siyasah (konsepsi-konespsi), afkar siyasiyyah (pemikiran politik), qadhaya siyâsiyyah li bilâd al-muslimîn (persoalan-persoalan politik di negeri-negeri Muslim), dll.

  1. Monitoring berita dan peristiwa di dunia.

Pada tahap awal, seseorang perlu membaca seluruh berita, baik yang penting maupun tidak. Pada tahap berikutnya, seiring dengan kontinuitasnya dalam melakukan monitoring, ia pasti dapat membedakan antara berita penting dan tidak. Pada saat itu ia cukup mengetahui berita penting saja, yang dibutuhkan untuk melakukan kifâh siyâsi. Yang terpenting adalah kontiniutas. Pasalnya, berita-berita politik senantiasa berbentuk mata-rantai kejadian dan peristiwa. Bila rantainya terputus niscaya ia tidak mampu untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain; satu berita dengan berita lainnya.

  1. Mengkonfirmasi dan menelaah ulang setiap berita dan peristiwa secara sempurna.

Caranya dengan mengetahui sumber dan kebenaran berita. Bila diketahui berita yang didapat itu ternyata bohong, seorang wâ’i siyasiy harus mencari tahu tujuan dari penyebaran berita tersebut. Namun bila berita itu benar, ia wajib mengetahui konteks (adz-dzurûf wa al-wadh’) berita dan peristiwa itu. Penelaahan dan pemilihan ini tentu wajib dilakukan semaksimal mungkin sesuai dengan kadar kemampuan yang dia miliki. Dengan begitu ia terhindar dari kesalahan sekaligus penyesatan pihak lain. Oleh sebab itu, setiap berita wajib diketahui sumber, kebenaran, tujuan dan konteksnya.

  1. Menghindari generalisasi.

Geneleralisasi merupakan sebab utama kesalahan dalam menilai sebuah peristiwa. Satu kejadian mungkin saja mirip dengan kejadian lain, dari segi waktu, tempat dan konteksnya; namun berbeda dari sisi pelaku atau pihak yang berkepentingan di balik itu. Oleh sebab itu, setiap kejadian tetap perlu dipilah dan ditelaah satu persatu.

  1. Mengaitkan satu berita dengan berita dan informasi lain yang berkaitan.

Orang yang mengikuti perkembangan berita, namun tidak mengaitkan berita itu dengan informasi-informasi lain sama saja dengan orang yang tidak melakukan monitoring sama sekali. Bahkan ia telah menistakan diri dan umatnya. Sebab, ia hanya akan menilai peristiwa dan kejadian berdasarkan aspek luarnya saja. Akibatnya, ia tersesat bahkan menyesatkan orang lain.

Hal yang sama juga terjadi pada orang yang memiliki banyak informasi politik, namun tidak menggunakan itu dalam menganalis berita. Orang semacam ini tak akan pernah menjadi seorang politisi meskipun pengetahuannya semakin bertambah.

Tidak kalah penting dari itu, seorang analis harus berusaha menjauhkan dirinya dari subjektivitas pribadi, kelompok atau golongannya. Sebab, hal itu juga sering menjadi penyebab kesalahan dalam menilai.

  1. Memberikan pendapat dari sudut pandang tertentu terhadap dunia.

Bagi politisi Muslim yang berjuang untuk membangkitkan umat Islam, sudut pandangnya adalah bagaimana mengungkap setiap rencana jahat negara-negara kafir dan setiap pengkhiatan para penguasa Muslim yang bekerja untuk kepentingan mereka. Dalam melakukan tugasnya itu, ia tidak boleh menjadikan opini umum dan kecenderungan masyarakat sebagai pertimbangan. Sebaliknya, ia wajib tetap kokoh dengan pandangannya meski harus menghadapi berbagai penentangan. Agen wajib dinyatakan sebagai agen meski di tengah masyarakat dikenal sebagai pejuang. Pengkhianat harus tegas dinyatakan sebagai pengkhianat meski ia termasuk sosok terhormat di masyarakat.

Selain itu, politisi sejati wajib menyampaikan pendapatnya bukan hanya di kalangan masyarakat awam, namun juga di kancah perpolitikan dalam lingkup yang lebih luas; di hadapan para penguasa, pimpinan parta politik dan kalangan berpengaruh lainnya; secara personal maupun melalui berbagai media dan sarana informasi masyarakat. Bila menghadapi pembungkaman, sebagaimana terjadi di beberapa negeri kaum Muslim, ia harus berusaha menyampaikan pandangannya secara personal atau melalui media yang dia miliki.

Keberadaan hal-hal di atas bisa dijangkau oleh kalangan manapun. Yang diperlukan hanyalah pengetahuan dasar lalu praktik, bukan pengetahuan yang luas mengenai hal-hal itu.

Contoh-contoh

  1. Monitoring berita.

Diberitakan di media-media internasional, regional maupun nasional seperti al-Jazira, al-‘Arabiyyah, al-Yaman as-Sa’îd, dan berbagai media lainnya, bahwa pada 26-27/11/2013 terjadi bentrokan di Kota Dammaj Sha’dah (salah satu kota di Yaman yang berdekatan dengan Saudi). Bentrokan terjadi akibat penyerangan kelompok Houthi terhadap salah satu mesjid Sunni. Bentrokan menyebabkan korban dari kedua belah pihak hingga mencapai lebih dari 100 orang meninggal.

  1. Informasi politik.

Adanya pertarungan sengit antara AS dan Inggris di Yaman. Di satu sisi AS terus berupaya untuk menancapkan pengaruhnya di sana. Di sisi lain Inggris juga berusaha untuk mempertahankan dominasinya melalui agen-agen lamanya yang di pimpin oleh Abdullah Saleh dan dilanjutkan oleh Abdu Rabbih Mansur Hadi. Kenyataannya, meski Saleh berhasil ditumbangkan, Revolusi Yaman tak mampu menghilangkan pengaruh Inggris. Pengaruh Inggris di kalangan militer dan partai politik masih sangat kuat. Oleh karena itu AS terus menjalankan kepentingannya melalui dua kartu yang dia miliki, yakni kelompok Houthi dan gerakan selatan yang menuntut pemisahan Yaman. AS tak pernah menyetujui hasil-hasil perundingan yang bertolak belakang dengan kepentingannya atau menguatkan pengaruh Ingris di Yaman. Hal ini tampak jelas dalam pernyataan utusan PBB, Gamal Ben Omar, pada 27/11/2013 untuk memperpanjang dialog. Sementara itu, Duta Ingris, Mariot, menginginkan hal sebaliknya tiga hari sebelum Gamal menyatakan pendapatnya.

  1. Mengkonformasi dan menelaah ulang berita.

Setelah di cek, diketahui bahwa peristiwa bentrokan benar-benar terjadi. Tak seperti biasanya, bentrokan kali ini lebih besar dan luas dari sebelumnya. Bentrokan terjadi antara kelompok Houthi dan Salafi (Sunni). Mereka adalah kaum Muslim yang hidup berdampingan sejak ratusan tahun silam. Bentrokan diawali oleh penyerangan kelompok Houthi ke sebuah masjid Sunni. Bentrokan terjadi bersamaan dengan pernyataan Gamal Ben Omar, terkait perpanjangan proses dialog.

  1. Menghindari generalisasi.

Misalnya, tidak bisa segera disimpulkan bahwa karena penduduk Yaman bercorak kesukuan maka bentrokan disebabkan oleh konflik antarsuku. Juga tidak bisa digeneralisasi, karena Houthi berhaluan Syiah, sementara Salafi/Sunni, maka bentrokan terjadi karena konfik antarmazhab. Demikian seterusnya.

  1. Analisis politik.

Dengan mengaitkan informasi politik serta hasil monitoring dan kroscek berita, dapat disimpulkan bahwa AS-lah yang berada di balik bentrokan besar di Dammaj Sha’dah yang melibatkan kelompok Houthi. Tujuannya adalah untuk menciptakan instabilitas di Yaman agar AS dapat melemahkan dan merepotkan pemerintah yang notabene merupakan agen Inggris. Dengan begitu AS berharap dapat menempatkan agennya di sana.

Di pihak lain, Ingris menggunakan agennya, Mansur Hadi, dengan dukungan Salafiyyun dan Partai al-Ishlah untuk melawan pemberontakan terhadap rezim. Dengan kata lain, pertarungan sesungguhnya terjadi antara AS dan Inggris dengan menggunakan sarana-sarana mereka di Yaman.

  1. Memberikan pendapat.

Sebagaimana dijelaskan di muka, memberikan pendapathanyalah dilakukan oleh orang-orang yang telah memiliki kesadaran politik (al-wa’y as-siyâsi). Dalam kasus di atas, ia setidaknya dapat menyampaikan dua hal. Pertama: menyadarkan bahwa persaingan sesungguhnya terjadi antara AS dan Inggris. Mereka berusaha untuk menyulut konflik mazhab dan suku untuk kepentingan masing-masing. Di satu sisi, kedua belah pihak yang bentrok di lapangan sadar atau tidak sadar berhasil telah dimanfaatkan oleh pihak yang sedang berebut kepentigan. Di sisi lain mereka telah mengundang murka Allah SWT (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 93).

Kedua: menjelaskan kepada masyarakat, partai-partai politik dan kelompok yang bertikai di lapangan, bahwa solusinya adalah dengan menghentikan konflik internal kaum Muslim, lalu bersatu untuk menggulingkan rezim yang bekerja untuk kepentingan Barat, dan kemudian berjuang bersama demi tegaknya Khilafah Islam.

Demikianlah, wa’y siyâsi yang harus dimiliki umat Islam. Bila Barat memandang bahwa politik bagi mereka ibarat roti, yang menjadi menu wajib di pagi hari, maka bagi umat Islam politik adalah agama yang senantiasa mengalir bagaikan darah dalam urat nadi. WalLahu a’lam.

(Abu Muhtadi, Lc. Tulisan ini disarikan dari sebuah artikel dalam Majalah al-Wa’ie edisi Arab berjudul, “Kayfa Takûnu Siyâsiyyan”).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*