Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, selain kepada Jokowi-JK yang telah resmi dilantik menjadi pasangan presiden-wakil presiden baru, harapan rakyat juga disematkan pada para anggota DPR yang baru.
Agak berbeda dengan sebelumnya, wajah DPR baru kali ini kental dengan ‘persaingan’ dua kubu: Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). KMP mewakili kubu ‘oposisi’, sementara KIH mewakili kubu Pemerintah. Sementara ini, KMP mendominasi DPR karena didukung lebih banyak fraksi di DPR. Karena itu ada kekhawatiran, KMP akan menjadi faktor penghambat terhadap segala kebijakan Pemerintah. Jika itu terjadi, dipastikan program-program Pemerintah tidak bisa berjalan.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan peta persaingan bisa berubah. Pasalnya, dalam demokrasi tidak ada kawan abadi; yang ada adalah kepentingan abadi. Meski baru gejala awal, PPP, misalnya, yang sejak awal ada di barisan KMP, mulai menunjukkan keberpihakannya kepada KIH yang notabene kubu Pemerintah.
Lepas dari peta persaingan yang bisa jadi amat dinamis, satu pertanyaan pantas diajukan: Layakkah rakyat berharap kepada DPR baru, sebagaimana apakah layak rakyat berharap kepada pemerintahan baru?
Melihat rekam jejak DPR selama ini—apalagi para anggotanya pada periode 2014-2019 ini masih banyak di isi oleh muka-muka lama—tampaknya harapan rakyat kepada DPR sepertinya tinggal harapan. Sama dengan harapan rakyat kepada Pemerintahan baru, rakyat tampaknya bakal kembali kecele. Pasalnya, meski DPR baru tampak lebih ‘power full’ dan bakal jauh lebih ‘kritis’ kepada Pemerintah, DPR tetaplah lembaga yang menjadi pilar demokrasi. Padahal demokrasi adalah sistem politik yang terbukti gagal. Para wakil rakyat di DPR selalu tidak mewakili rakyat. Mereka lebih sering mewakili kehendak dan ambisi pribadi mereka, partai atau paling banter koalisinya. Rakyat lebih sering dilupakan. Rakyat hanya disapa saat mereka berkampanye pada masa Pemilu. Selama ini, itulah yang sering terjadi.
Karena itu rakyat seharusnya mulai mencampakkan sistem sekular demokrasi kapitalis yang terbukti selama puluhan tahun telah gagal dan merusak. Sistem ini wajib diganti dengan sistem Islam dalam wujud penerapan syariah Islam secara kaffah oleh institusi Khilafah Islam.
Di seputar itulah tema utama al-wa’ie edisi kali ini, selain tema-tema lain yang aktual dan juga layak untuk dikaji oleh pembaca. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.