ring-iringan Bus mengangkut peserta ICMS dari Surabaya, Jember, Malang, Kediri, Solo, Semarang, Jogja dan daerah Jawa menuju Jakarta. SubhanalLah, kibaran spanduk “We Need Khilafah” dan Liwa’-Rayah di bus mendapatkan sambutan takbir dari masyarakat di pinggir-pinggir jalan. Saat istirahat, sebagian dari mereka memberikan air minum dan makanan ringan. Ada yang berucap: demokrasi bobrok ganti dengan Khilafah.
Selain acara ICMS di Jakarta yang luar biasa, sambutan masyarakat inilah yang menjadikan tidak ada rasa keluh-kesah apalagi kecewa saat harus makan satu bungkus bertiga, ban bus kempes dan terlambat ikut ujian di kampus. Justru 300 lebih peserta ICMS dari Jawa Timur bertekad tahun depan akan membawa gelombang lebih besar lagi untuk membanjiri Ibukota Jakarta dan Istana hingga Khilafah segera tegak di Indonesia. Demikian sebagaimana diungkaan oleh Adam Ketua LKM Jatim, alumni UNESA Surabaya.
Alimudin Baharsyah, Panitia ICMS Jakarta Universitas Satya Negara Indonesia, mengungkapkan bahwa halangan berat telah berhasil dilalui oleh panitia. Ada peserta kehabisan uang makan, tiket pulang tidak ada, ijin acara dipersulit, long march dari DPR RI ke Istana jauh dan macet hingga 4 peserta nisa’ pingsan. Semua ini tidak menyurutkan nyali, malah makin menebalkan iman dan tekad perjuangan. Pembacaan ayat al-Quran, yel-yel, orasi, testimoni, nasyid, pembacaan dan penyampaikan resolusi kepada DPR RI berjalan lancar. Bahkan penyerahan resolusi yang ditolak Paspampres Istana Negara akhirnya diterima.
Acara ICMS sangat menggugah dan menginspirasi peserta untuk rela mengorbankan harta, pemikiran bahkan nyawa demi tegaknya syariah dan Khilafah. Tekad dan pekikan, “We Need Khilafah not Democracy and Liberal Capitalism,” tiada henti menggelora dan membakar.
Sebelumnya, enam mahasiswa utusan yang menyerahkan “Resolusi Mahasiswa Islam” ke Istana tiba-tiba dikejar dan ditahan polisi. Alasannya, siapa pun tidak boleh mendekat ke ring 1 Istana. Kami menjelaskan, “Aksi kami damai. Ini perjuangan mahasiswa Islam yang lurus untuk rakyat.”
Hingga 30 menit, kengototan kami tidak meluluhkan kerasnya hati Pak Polisi. Kami menitikkan air mata teringat Sahabat dan Rasulullah saw. ditolong Allah SWT saat menghadapi ujian berat. Kami yakin Allah SWT pasti mudah melembutkan hati polisi. Kita menjelaskan lagi, “Kita semua dosa besar membiarkan 2,5 bayi diaborsi tiap tahun, ribuan triliun hasil SDA dirampok asing, korupsi ugal-ugalan. Lebih besar lagi dosanya bila Pak Polisi menghalagi Resolusi yang bertujuan menghentikan kemaksiatan ini.”
Tiba-tiba telepon genggam Pak Polisi bordering. Paspampres bersedia menerima tuntutan mahasiswa. Telpon Pak Rosyid utusan Kapolres dari dalam Istana. Sontak suasana ICMS pecah dengan gelombang teriakan, “Allahu Akbar. Khilafah pasti tegak. Allah pasti menolong pejuang Khilafah.” Demikian sebagian suasana ICMS yang digambarkan oleh Ricki P Mahasiswa Universitas Asy-Saafi’iyyah Jakarta.
Sementara itu, mewakili mahasiswa Palu, Singgih Hadi berkisah sebagai berikut:
“Kami, delapan mahasiswa Palu, berangkat ke Jakarta dengan modal ikhlas seraya memohon pertolongan Allah SWT. Kami semangat dan gembira mengikuti aksi di perempatan Ibukota Jakarta hingga ICMS di Istana.
Namun, ujian datang saat bekal kami kurang untuk pulang. Akhirnya, kami memutuskan pulang lewat darat. Kami naik bus ke Bandung. Di sana selama dua hari kami bertemu dengan teman-teman. Kemudian kami naik kereta sampai di Surabaya. Sambil menunggu pagi, kami tidur di emperan stasiun. Tampak raut kesedihan pada teman-teman yang belum terbiasa susah.
Pagi-pagi kami mau menuju Pelni Surabaya, ternyata Kapal Laut menuju Palu sudah berlayar. Baru dua minggu kemudian ada kapal lagi. Akhirnya, kami memutuskan naik kapal laut menuju Makasar. Selama 12 jam menunggu, akhirnya kami masuk kapal. Namun sayang, keberangkatan diundur esok hari. Teman-teman sampai kelaparan karena tidak punya uang untuk beli makan. Kami memberanikan diri datang ke Kantor Pelni. AlLahu Akbar! NashrulLah datang. Mereka memberi kami penginapan dan makan.
Namun, ujian lain datang dalam perjalanan ke Makasar. Dua hari tiga malam kami dalam kondisi kelaparan dan kepanasan. Sampai di Makasar kami mencari pinjaman untuk naik bus 1000 km. AlhamdulilLah, Allah Mahakaya, Mahadermawan. Akhirnya kami sampai juga di Palu.
Hingga hari ini dan seterusnya gema takbir dan Khilafah terus terdengar di telinga kami. Kami tidak berhenti berjuang hingga Khilafah tegak atau mati syahid.”
Dari kawan-kawan mahasiswa asal Pekanbaru dituturkan bahwa menjelang kepulangan dari Jakarta ke Pekanbaru, dua rombongan mobil peserta ICMS mendapatkan nasihat dari Ustadz Saifullah LKM Pusat, “Sesampai di Pekanbaru segera adakan daurah besar-besaran. Jangan lupa, harus ikhlas bila diuji oleh Allah. Keikhlasan pasti akan dibayar dengan keuntungan yang jauh lebih besar dari dunia dan segala isinya.”
“Di tengah perjalanan menuju Pekanbaru, saat istirahat shalat di Palembang, kaca mobil kami dipecahkan. Laptop, kamera, serta handphone kami dicuri. Teringat nasihat Ustadz Saifullah, kami terus mengucapkan syukur dan hamdalah sambil merasa yakin bahwa Allah pasti mengganti. AlhamdulilLah, Allah membayar tunai dengan kemudahan dakwah. Daurah pasca ICMS sukses besar dengan diikuti 400 peserta dan akan dilakukan daurah edisi ll. Keimanan kami semakin mantap. Kami yakin, balasan Allah yang lebih besar akan datang lagi,” ungkap Muhaimin, Ketua LKM Pekanbaru, yang merupakan mahasiswa UWIR Pekanbaru.
Dengan tekad yang sama, mewakili mahasiswa Aceh, Akmal Setyawan, Alumni Universitas Syiah Kuala, berujra, “Setelah ICMS ini, kita tidak boleh berhenti. Mahasiswa dan pergerakan yang ingin bergabung dalam perjuangan Khilafah sangat banyak. Peluang tegaknya Khilafah di negeri ini sangat besar. Saatnya bergerak terus! []