Akhirnya, rezim Jokowi-JK benar-benar menaikkan BBM. Premium menjadi Rp 8.500/liter. Solar menjadi Rp 7.500/liter. Dengan kenaikan ini, Jokowi menyatakan Pemerintah bakal menghemat Rp 100 triliun. Dana itu akan digunakan untuk membangun infrastruktur dan yang lainnya.
Keputusan ini merupakan kado pahit untuk rakyat setelah Presiden Jokowi ‘blusukan’ menemui para pemimpin kapitalis dunia dalam berbagai forum kapitalis: APEC di Tiongkok, KTT Asean di Myanmar dan KTT G-20 di Australia.
Dalam pertemuan dengan para pemimpin kapitalis dunia itu, Jokowi menegaskan komitmennya untuk melaksanakan perintah para tuan kapitalis, yakni menaikkan harga BBM. Tentu dengan menggunakan bahasa yang menipu: “mengurangi subsidi BBM” atau “mengalihkan subsidi BBM”.
Apa yang dilakukan Jokowi-JK menunjukkan bahwa rezim baru ini tidak berbeda dengan sebelumnya; sama-sama rezim neo-liberal. Rezim ini bekerja untuk melayani kepentingan tuan-tuan kapitalis Barat. Tak peduli jika kebijakannya menjadi jalan bagi perampokan kekayan alam Indonesia. Tidak ambil pusing dengan kesengsaran rakyat. Yang penting, tuan-tuan kapitalisnya gembira dan penjajahan mereka makin kokoh.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai sebuah partai politik Islam jauh sebelumnya telah menunjukkan sikap tegas menolak kenaikan harga BBM ini. Ada tiga alasan pokok mengapa HTI menolak kebijakan ini. Pertama: kebijakan ini penuh dengan kebohongan. Penggunaan istilah “mengalihkan subsidi untuk kepentingan produktif” saja menunjukkan kebohongan. Padahal intinya adalah menaikkan harga BBM. Kebohongan ini tampak dari alasan-alasan yang diungkap oleh rezim neo-liberal Jokowi-JK. Mereka menyatakan sumber anggaran negara terbatas. Padahal Indonesia adalah negeri kaya, kalau dikelola dengan baik, akan diperoleh pendapatan ribuan triliun rupiah.
Produksi batubara Indonesia, misalnya, mencapai 421 juta ton pada tahun 2013. Jika harga produksi rata-rata perton sebesar US$ 20 dan harga pasar tahun 2014 US$ 74 perton maka potensi pendapatannya mencapai Rp 250 triliun. Ini baru dari batubara saja.
Pemerintah juga mengatakan subsidi BBM membebani anggaran. Pertanyaanya: Bagaimana dengan banyaknya alokasi anggaran yang sebenarnya lebih tidak efektif terhadap perekonomian? Salah satunya adalah pengeluaran APBN untuk membayar bunga utang dan cicilannya yang mencapai Rp 221 triliun, terdiri dari pembayaran bunga utang sebesar Rp 154 triliun dan cicilan pokok sebesar Rp 66,9 triliun. Siapakah yang menikmati bunga utang tersebut? Tentu negara-negara kreditur seperti Jepang dan AS, juga lembaga-lembaga donor seperti Bank Dunia dan ADB, serta segelintir investor baik individu maupun korporat yang memegang surat-surat utang yang diterbitkan Pemerintah.
Kedua: kebijakan ini zalim. Apapun argumentasi Pemerintah, menaikkan harga BBM pasti menambah derita rakyat. Kenaikan harga BBM pasti berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi dan transportasi, juga terhadap kenaikan harga barang maupun jasa.
Selain itu, yang paling banyak menggunakan BBM adalah rakyat kelas bawah. Hasil Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS 2010) menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Dari total jumlah kendaraan di Indonesia yang mencapai 53,4 juta (2010), sebanyak 82% di antaranya merupakan kendaraan roda dua yang notabene kebanyakan dimiliki oleh kelas menengah bawah.
Pemberian dana perlindungan sosial melalui sejumlah kartu tidaklah akan bisa mengurangi penderitaan rakyat. Pasalnya, pemberian dana itu bersifat sementara. Lagi pula yang terkena dampak juga bukan hanya mereka yang menerima kartu, tetapi mayoritas rakyat Indonesia.
Ketiga: kebijakan ini adalah bentuk pengkhianatan rezim liberal Jokowi-JK. Pasalnya, masih banyak cara untuk mendapatkan pemasukan negara tanpa menyusahkan rakyat. Apalagi alasan Pemerintah yang sebenarnya untuk menaikkan harga BBM karena ketundukan mereka pada perintah negara-negara penjajah asing yang tergabung dalam klub-klub kapitalis dunia seperti Bank Dunia, IMF, WTO, APEC hingga G-20.
Kebijakan menaikkan harga BBM sesungguhnya untuk menyukseskan liberalisasi sektor hilir (sektor niaga dan distribusi) setelah liberalisasi sektor hulu (eksplorasi dan eksploitasi) sempurna dilakukan. Liberalisasi migas adalah pemberian kuasa yang lebih besar kepada swasta (asing) dan pengurangan peran negara. Kebijakan seperti ini jelas akan sangat menyengsarakan rakyat yang notabene adalah pemilik sejati sumberdaya alam itu. Jadi, jelas sekali tindakan menaikkan harga BBM adalah bentuk pengkhianatan yang nyata terhadap rakyat.
Untuk itu, apa yang diserukan HTI dalam pernyataan pers tertanggal 18/11 perlu kita perhatikan. Melalui Juru Bicara Ismail Yusanto, HTI menyatakan: Pertama, menolak keputusan Pemerintah menaikkan harga BBM karena ini adalah kebijakan zalim yang akan menyengsarakan rakyat.
Kedua, menaikkan harga BBM dan kebijakan apapun demi meliberalkan pengelolaan BBM merupakan kebijakan yang bertentangan syariah Islam. Migas serta kekayaan alam yang melimpah lainnya dalam pandangan Islam merupakan barang milik umum yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, kebijakan khianat, yang didorong oleh pandangan kapitalistik, yang menyengsarakan rakyat itu harus segera dihentikan.
Ketiga, rezim yang ngakunya merakyat tetapi kebijakannya sangat mencekik rakyat ini tidaklah pantas untuk terus didukung. Harus ada upaya sungguh-sungguh dari seluruh anggota masyarakat untuk melahirkan rezim yang baik, amanah dan mau tunduk pada sistem yang baik yang datang dari Zat Yang Mahabaik. Itulah syariah Islam.
Keempat, sumberdaya alam negeri ini—termasuk migas—yang begitu melimpah, bila dikelola dengan baik oleh rezim yang baik dan amanah serta berdasarkan sistem yang baik, insya Allah akan membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, baik Muslim maupun non-Muslim. Jalannya hanya satu, yaitu melalui penerapan syariah Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwah.
Untuk itu perjuangan harus dilipatgandakan agar cita-cita mulia itu benar-benar dapat diwujudkan. Marilah kita menjadi bagian dari para penolong agama Allah SWT, bergabung bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan kembali Khilafah Islam. Hanya Khilafah Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara total. Khilafah akan mampu menghentikan penjajahan Kapitalisme. Khilafah akan mencampakkan sistem Kapitalisme dan mengganti para penguasanya yang menjadi boneka pihak asing. Allahu akbar! [Farid Wadjdi]