Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, nasionalisme dan nation-state (negara-bangsa) ibarat dua sisi mata uang. Tak ada nation-state tanpa nasioalisme. Demikian pula sebaliknya. Keduanya akan saling mendukung dan menguatkan. Begitulah teorinya.
Secara teoretis pula, nasionalisme dan nation-state diklaim sebagai sebuah paham dan sistem modern yang paling ideal saat ini.
Di sisi lain, banyak kalangan yang mempertanyakan gagasan sekaligus perjuangan untuk menegakkan kembali Khilafah. Di tengah dunia yang sudah tersekat-sekat oleh nasionalisme dan nation-state (negara-bangsa), Khilafah—sebagai institusi pemerintahan Islam global—dianggap sebagai gagasan utopia. Karena itu perjuangan untuk menegakkan kembali Khilafah bakal sia-sia. Benarkah?
Faktanya, dunia hari ini ibarat ‘perkampungan kecil’. Apa yang terjadi di belahan bumi barat bisa disaksikan langsung oleh manusia di belahan bumi timur. Apa yang terjadi di timur bisa menimbulkan efek langsung di barat. Krisis ekonomi global, misalnya, acapkali dipicu oleh krisis ekonomi di sebuah negara. Krisis ekonomi di Eropa, misalnya, terasa dampaknya hingga ke Cina. Krisis minyak di Timur Tengah juga bisa berimbas ke negara-negara Barat.
Faktanya pula, Eropa yang terdiri dari puluhan negara-bangsa, sudah lama ‘bersatu’ di bawah payung Uni Eropa. Mereka memiliki mata uang bersama (euro), parlemen bersama dan sejumlah hal yang menyatukan mereka.
Jika Eropa saja bisa bersatu, apalagi Dunia Islam. Pasalnya, Dunia Islam memiliki modal dasar dan basis ideologis yang jauh lebih kuat untuk bersatu. Keyakinan agama mereka sama. Wilayahnya saling berdekatan. Mereka juga memiliki akar sejarah yang sama. Bahkan secara historis mereka pernah dipersatukan dalam satu negara, yakni Khilafah, selama lebih dari 13 abad.
Jika demikian, mana yang lebih unggul: Khilafah atau nation-state? Jawabannya dibahas dalam tema besar al-wa’ie edisi kali ini. Tema-tema lain yang pastinya penting tentu juga layak untuk dikaji. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.