Stepping Up the Pace Support for AIDS”. Inilah tema Hari AIDS Sedunia tanggal 1 Desember 2014. Wajar bila tema ini diluncurkan karena sejak 1 April 1987 s/d 30 Juni 2014 secara komulatif HIV berjumlah 142.950 kasus: AIDS sebesar 55.623 kasus, dengan angka kematian 9.760 kasus. Dari jumlah tersebut, yang dialami oleh kelompok umur 20-29 tahun menempati angka tertinggi, yaitu 18.287 kasus. Angka ini baru yang dilaporkan. Jika merujuk pada fenomena gunung es, 1 kasus HIV/AIDS yang muncul menunjukkan adanya 100 kasus lain yang belum diketahui. Angka kasus penyakit ini bisa jauh lebih besar.
Berbagai upaya telah dilakukan mulai dari ABCDE Programme, peningkatan jejaring VCT, Kelompok Dukung Sebaya (KDS) hingga kampanye Aku Bangga Aku Tahu (ABAT). Semua itu ternyata belum mampu menahan laju badai AIDS di negeri ini. Bila demikian, percepatan langkah apa yang harus dilakukan guna menghadang laju badai AIDS ini?
“Kesehatan adalah anus dari sebuah sistem”, ungkap dr. Yusharmen, Direktur Sepim Kesma Depkes RI saat itu ketika mempresentasikan epidemiologi penyakit di Lampung pada tahun 2008 lalu. Artinya, setiap peristiwa ataupun aktivitas yang dilakukan manusia pasti memberi dampak terhadap kesehatan. Jika merujuk pada pendapat tersebut, pembangunan kesehatan tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan sebuah sistem yang diterapkan pada suatu komunitas tertentu, termasuk upaya penanggulangan HIV/AIDS.
Menurut Syaikh an-Nabhani (1953), dunia saat ini berada dalam tatanan yang mempropagandakan 4 (empat) kebebasan: kebebasan beragama, kebebasan berperilaku, kebebasan berpendapat dan kebebasan kepemilikan. Dalam tatanan inilah fakta menunjukkan: laju penularan HIV/AIDS sulit dikendalikan. Hal ini dapat dipahami karena dampak dari penerapan kebebasan ini menyebabkan kehidupan masyarakat yang kering dari nilai relijius; diliputi gaya hidup hedonis, permisif dan pola pikir materialistik.
Dengan demikian, harus ada perubahan mendasar penanggulangan HIV/AIDS dengan tidak hanya menangani persoalan ‘hilir’ saja, namun harus dari hulu hingga hilir berupa perubahan tatanan kehidupan. Tatanan kehidupan saat ini menimbulkan persoalan serius terhadap penularan HIV/AIDS sehingga harus diganti dengan tatanan kehidupan yang baru. Tatanan baru ini harus mengeliminasi bahkan mengeradikasi paham kebebasan yang sudah terlanjur ada.
Beberapa hal yang harus dilakukan adalah: (1) Mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT secara totalitas dalam kehidupan; (2) Memproteksi seluruh aspek yang dapat memicu penularan HIV/AIDS; (3) Mengembangkan teknologi terbaik bagi terapi HIV/AIDS; (4) Menerapkan sanksi tegas bagi setiap perbuatan yang memicu penularan HIV/AIDS. Tatanan baru itu tidak lain adalah Islam dalam naungan Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. WalLahu a’lam. [Yung Eko Utomo, MPH; PNS Dinkes Kab. Lampung Barat]