HTI

Berita Luar Negeri

Lintas Dunia [Februari 2015]

Fir’aun Baru Mesir Serukan Perubahan Ajaran Islam

Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi menyerukan revolusi agama melawan pemikiran-pemikiran dan nash-nash yang telah disucikan selama berabad-abad. Seperti disiarkan Channel TV Al-Jazeera beberapa waktu lalu, ia menyatakan, karena hal itu, untuk melawannya, menjadi sangat sulit sampai harus memusuhi seluruh dunia.

Dalam sambutan acara peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. di hadapan Ulama Al-Azhar Asy-Syarif tersebut, ia juga mengatakan, “Sungguh tidak masuk akal bahwa pemikiran yang kita sucikan selama ratusan tahun telah membuat seluruh umat berada dalam kegelisahan, bahaya, pembunuhan dan penghancuran.”

Ia juga menambahkan, “Pemikiran ini berarti bahwa 1,6 miliar Muslim akan membunuh seluruh dunia hingga menjadi tujuh miliar saja yang hidup di dunia.”

Bahkan ia mengatakan kepada para ulama Al-Azhar dan tokoh-tokohnya, “Demi Allah, saya benar-benar membutuhkan kalian terkait masalah ini pada Hari Kiamat di hadapan Allah.”

Ia juga meminta para tokoh agama pendukung dia agar mengkaji ulang nash-nash tersebut dengan pemikiran yang cemerlang.

Menanggapi pernyataan tersebut, Direktur Kantor Media Pusat (CMO) Hizbut Tahrir Osman Bakhach menyatakan, tidak mengherankan bagi orang yang pada bulan suci Ramadhan saja tidak segan melakukan pembantaian dan penumpahan darah, Sisi membuat pernyataan yang memalukan seperti itu. Bahkan ia menyerukan revolusi agama terhadap pemikiran-pemikiran dan nash-nash al-Quran.

Yang aneh, ungkapnya seperti dilansir hizb-ut-tahrir.info, Rabu (7/1), adalah diamnya para ulama Al-Azhar yang terhormat terhadap seruannya yang batil. Bahkan yang paling mengejutkan, rakyat Mesir yang begitu mencintai agamanya tidak melakukan perlawanan kepada dia.

Dengan demikian, kewajiban bagi rakyat Mesir Kinanah adalah mendeklarasikan revolusi Islam terhadap boneka kaum kafir tersebut. “Oleh karena itu, memperjuangkan tegaknya Khilafah saat ini menjadi kewajiban terbesar dan terpenting, hingga Sisi dan para penguasa zalim pengkhianat bisa kembali dari ketersesatannya,” pungkasnya.

Ragam Penyiksaan atas Kaum Muslim di Penjara Uzbek

Pada awal Desember 2014, televisi Uzbekistan menayangkan siaran pseudo-dokumenter dengan judul, “Pengkhianatan atau Jalan Baru Melawan Tanah Air”. Tayangan itu menunjukkan beberapa pria berusia antara 28 dan 37 tahun, kurus, kepala mereka dicukur bersih, dengan wajah terlihat linglung.

Suara latar pada film itu  menuduh mereka bergabung dengan “kelompok teroris”—yakni Gerakan Islam Turkestan—yang membuat rencana untuk menggulingkan pemerintahan sekular Presiden Islam Karimov dan ingin menerapkan hukum Islam di negara bekas Soviet itu. Dua minggu kemudian, mereka dihukum 12 hingga 13 tahun penjara.

Berdasarkan laporan dari Asosiasi untuk Hak Asasi Manusia di Asia Tengah atau AHRCA, apa yang tidak disebutkan di tayangan tersebut adalah bahwa mereka disiksa di dalam tahanan. “Mereka dipukuli dengan pentungan karet, disetrum dan dibuat kelaparan hingga enam hari,” kata laporan itu dengan mengutip informasi dari para keluarga terdakwa.

“Pengacara yang mereka memiliki adalah pengacara yang ditunjuk negara. Pengacara tersebut mengabaikan permintaan mereka, yang walaupun mengetahui tentang penyiksaan itu, tetapi tidak pernah meminta pertimbangan ahli medis,” ungkap Ketua AHRCA Nadejda Atayeva, membacakan laporannya seperti dilansir Al-Jazeera, beberapa waktu lalu.

Mereka bersikeras tidak bersalah, dan mereka mengatakan telah membohongi pemerintah Norwegia agar percaya bahwa mereka menghadapi bahaya jika pulang,  namun malah dideportasi ke Uzbekistan.

Kasus mereka didasarkan pada pernyataan beberapa saksi yang kadang-kadang tidak bisa membedakan terdakwa yang satu dengan yang lain. Para saksi mengatakan, mereka pernah melihat para terdakwa menonton video Islamis di YouTube, tetapi tidak bisa mengingat rinciannya.

Para pejabat Norwegia mengatakan, pada pertengahan Desember lalu mereka akan berhenti mendeportasi para pencari suaka Uzbek.

Bagi mereka yang mengikuti perkembangan politik di negara yang paling padat penduduknya dan represif di Asia Tengah itu, perlakuan dan penyiksaan terhadap enam orang tersebut tidak mengejutkan sama sekali. “Kasus ini khas di pengadilan Uzbek,” ujar Nadejda Atayeva yang tinggal di Prancis setelah melarikan diri dari Uzbekistan pada tahun 2000.

“Melihat bagaimana para propagandis pemerintah menggunakan pemeriksaan pengadilan macam itu—mereka membuat sebuah film dokumenter sebelum sidang—mereka telah mengabaikan prinsip praduga tak bersalah.”

Selain mereka, lebih dari 12.500 tahanan politik di Uzbekistan selama pemerintahan Karimov mengalami penyiksaan secara sistematis: asphyxiation (dibuat kehabisan nafas), disetrum listrik dan dipukuli. Demikian ungkap kelompok hak asasi manusia, mantan narapidana dan para peneliti.

Kampanye Anti Islam: Upaya Pengalihan Barat atas Kegagalan Kapitalisme

Kampanye besar-besaran anti Islam di Barat, menurut anggota Maktab I’lami DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Farid Wadjdi, merupakan upaya pengalihan Barat atas gagalnya Kapitalisme. “Kampanye besar-besaran anti Islam tersebut merupakan upaya pengalihan Barat dari kegagalan ideologi Kapitalisme untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan ekonomi di Barat. Mereka mengalihkan persoalan seakan-akan ancaman terbesar bagi Barat adalah Islam!” ungkapnya kepada Mediaumat.com, Rabu (7/1) melalui surat elektronik.

Menurut Farid, sesungguhnya persoalan di Barat muncul akibat sistem Kapitalisme sendiri, yang diterapkan Barat. “Sistem ini tidak manusiawi dan serakah yang hanya berpihak pada sekelompok orang-orang kaya saja,” tegasnya.

Adapun faktor yang menyebabkan semakin meluasnya dukungan anti Islam di Barat tidak lepas dari kebijakan pemerintah negara-negara Barat yang terus meminggirkan umat Islam dengan tudingan terorisme. “Mereka memaksa umat Islam untuk berintegrasi dengan sistem Barat dan menngecap mereka sebagai teroris dan ancaman negara kalau tidak setia terhadap nilai-nilai Barat,” ujarnya.

Hal itu juga menurut Farid merupakan bentuk kegagalan nyata dari konsep pluralisme yang ditawarkan Barat terhadap dunia. “Pluralisme yang diklaim akan menimbulkan harmonisasi di tengah masyarakatustru gagal dipraktikkan di negara Barat sendiri!” ungkapnya.

Namun, menguatnya gerakan anti Islam ini juga membuat banyak pihak tertarik untuk lebih belajar tentang Islam. Banyak di antara mereka yang kemudian memeluk agama Islam. Beberapa tokoh-tokoh ultranasional anti Islam justru berbalik memeluk agama Islam dan menjadi pembela Islam di Barat. “Seperti mantan anti Islam dan mantan anggota ekstrem kanan dari partainya Geert Wilders Belanda, Arnourd Van Doorn. Subhanallah,” Farid mencontohkan.

Seperti diberitakan Aljazeera.com, pada Senin 5 Januari gerakan anti Islam Patriotik Eropa Terhadap Islamisiasi Negara Barat (PEGIDA) menggalang sekitar 18.000 orang untuk turun ke jalan menentang pengaruh Islam di negara-negara Barat. Itu merupakan rekor. Karena sebelumnya, selama tiga bulan terakhir,  jumlah orang yang ikut demonstrasi PEGIDA di timur kota Dresden, sebuah daerah minoritas Muslim, telah membengkak jumlahnya dari hanya beberapa ratus orang menjadi 7.500 orang sebelum Natal.

Gunakan Isu Terorisme, Pakistan Jalankan Kepentingan Amerika

Menteri Dalam Negeri Chaudhry Nisar Ali Khan mengatakan, ia telah mengusulkan kepada Pemerintah untuk mendeklarasikan “keadaan darurat keamanan nasional selama dua tahun” menghadapi ‘keadaan luar biasa saat ini’.

Dalam sebuah konferensi pers di Islamabad, Nisar mengatakan bahwa tindakan keras nasional telah dilancarkan terhadap organisasi Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), fasilitator dan penyandang dananya. Dia mengatakan telah melakukan 400 operasi intelijen. Hasilnya, 100 ‘teroris’ telah tewas dan 450 orang ditangkap. Mereka juga mendesak warga untuk berbagi informasi dengan para penegak hukum tentang tersangka teroris dan pendukung, fasilitator dan para penyandang dananya. “Ada lebih dari 60 organisasi terlarang di negeri ini. Pada tahap pertama, tindakan akan diambil terhadap kelompok-kelompok yang ‘berperang melawan negara’,” ujarnya seperti diberitakan Khaleej Times, Ahad (4/1).

Nisar menambahkan, Pemerintah akan mengambil tindakan keras terhadap siapa pun yang menyampaikan pidato kebencian atau memicu perbedaan sektarian. “Penyalahgunaan pengeras suara tidak akan diizinkan dan tindakan akan diambil terhadap madrasah yang terlibat dalam militansi,” katanya.

“Walaupun sedikit madrasah yang terlibat dalam militansi, kami akan berbagi bukti melawan mereka dengan para ulama dan menugaskan mereka,” tegas dia lagi.

Menurut anggota Kantor Berita (Maktab I’lami) Hizbut Tahrir Indonesia, Arief  B. Iskandar, lontaran Nisar Ali Khan dan umumnya pejabat Pakistan tentu mengandung banyak kebohongan. “Faktanya, rezim Pakistan hanya melanjutkan kesuksesan mereka membantu Amerika Serikat dan Barat dalam war on terrorism-nya, tentu dengan menjadikan umat Islam sebagai target. Siapapun yang bersikap anti AS dan Barat serta menolak segala kejahatan AS dan Barat dituduh menyebarkan kebencian, bersikap sektarian dan militan,” ungkapnya, Kamis (8/1) seperti diberitakan www.hizbut-tahrir.or.id.

Jadi, simpulnya,  pernyataan Nisar Ali Khan dan rezim Pakistan tidak lain adalah penyesatan politik dari persoalan Pakistan sebenarnya, yaitu keberadaan Amerika Serikat yang melakukan berbagai makar terhadap umat Islam dengan berkerjasama dengan penguasa Pakistan.

Penguasa Arab Bersekongkol Sia-siakan Palestina

Menanggapi resolusi yang diajukan Otoritas Palestina, PLO dan para penguasa Arab ke PBB, Hizbut Tahrir Palestina menyatakan bahwa mereka telah menyia-nyiakan Palestina. “Tidak mengklaim hak kembali, tidak menolak agresi, tetapi malah bersekongkol,” tulis rilis yang dikeluarkan Kantor Media Hizbut Tahrir di Tanah yang Diberkahi Palestina dalam pers rilisnya, Kamis (10 Rabi’i 1436 H/01 Januari 2015).

Setidaknya ada dua poin yang menunjukkan persekongkolan dalam resolusi yang diajukan ke PBB tersebut. Pertama: tetap membiarkan ada dalam kesepakatan tanah yang diduduki pada tahun 1967. Kedua: adanya permintaan atas kehadiran pihak ketiga di tanah Palestina. “Ini mengakibatkan pendudukan internasional di Tanah Palestina bersama pendudukan Yahudi pada masa depan,” tulis rilis tersebut.

Menurut Hizbut Tahrir Palestina, Otoritas Palestina telah lupa bahwa Tanah Palestina tidak diperoleh dengan memohon kepada negara-negara dan lembaga-lembaga yang menciptakan pendudukan dan mendukungnya, tetapi dilakukan melalui jihad oleh umat dan bala tentaranya. “Hal inilah yang ditolak oleh Otoritas dan tidak diinginkan oleh para penguasa Arab dan penguasa negeri Muslim lainnya karena tugas mereka adalah untuk melindungi pendudukan dan membuatnya sah berada di wilayah tersebut,” ujar rilis tersebut.

Di akhir rilisnya, Hizbut Tahrir Palestina menyatakan umat Islam, termasuk rakyat Palestina akan membalas tindakan PBB, negara-negara yang mengendalikannya, dan entitas Yahudi atas kejahatan yang mereka lakukan terhadap Palestina dan rakyatnya, dan tidak akan mengampuni para penguasa dan pemimpin Otoritas atas ketidakmampuan mereka, dan tindakan mereka yang membuang dan menyia-nyiakan Palestina, rakyat dan tempat-tempat sucinya. “Palestina menjadi keharusan bagi tentara umat Islam dalam Khilafah ar-Rasyidah yang berjalan di atas metode kenabian untuk menerkam kehadiran Yahudi dan menghukum setiap orang yang mengkhianati dan bersekongkol melawan Palestina dan hukuman dari Allah di akhirat adalah lebih hebat dan mengerikan,” pungkas rilis tersebut. [Riza-Bajuri-Joy/Dari berbagai sumber]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*